The Oath of Allegiance the Inhabitants of Alamut Fort | Sumpah Setia Penghuni Benteng Alamut |


Source


Hassan bin Ali Sabbah strongly believed himself to be the Prophet Muhammad as a leader of the Comm. In a dark night like Hassan's clothes, the man met his friend Omar Khayyam to discuss the matter. Omar had read all authentic hadiths, but never found the hadith; Someone will come from Kom. He will invite people to follow the right path, people will gather around him, as if the eyes of the javelin and the hurricane will not disperse them. They will not be bored of war, they will not weaken, and only to God they lean. "(Quoted from the novel Mystery of Rubayyat Omar Khayyam by Amin Maalouf).

In the conversation, Hassan, who is being sought by the whole army in Samarkand for being pervading the heresy, sitting opposite. They were old friends, when Hassan was still called the Scar Student who was almost killed by Samarkand's army but Omar Khayyam rescued him.

A few years later, when Hassan became the leader of the Assassin's Sect in the Alamut Fort, Grand Vizier Nizam al-Mulk said Omar Khayyam was the person most responsible for Samarkand's misfortune and the misfortune of all the inhabitants of the city for preventing the death of Hassan Sabah. Now, half demanding Nizam al-Mulk asked whether Omar Khayyam could prevent Hassan Sabah from killing them?

The brilliant and cruel Hassan Sabah has been the leader of the Killing Sect. With his strong character and the knowledge he possesses, he can easily influence people to multiply followers. He preached from the mosque to the mosque, pretended to be a dervish, and gained so many followers in a short time, then built the inaccessible Alamut Fort as the center of his power. It is here that he educates murderers with misleading doctrines.

Two weeks before Ramadan arrived, Hassan recruited seven followers to become the main leader. The seven chief leaders are the most heinous killers who are willing to kill anyone—including God and Truth—to achieve the goal. The good smell of Ramadan that fluttered in front of the eyes, did not melt their hearts. During Ramadan passed day by day, murder never stops.

The oath becomes an unacceptable problem with heart and common sense, for people who still have both. First, they were sworn to kill anyone-without exception-and without question why to be killed. Second, they will remain faithful until death defend the teachings of Hassan Sabbah. And third, they will defend Alamut Fort from enemy attack with their lives.

The three oaths were presented with witnesses of the senior leaders of the Assassins Sect. A senior leader reads the oath and is followed by the seven new leaders. Another senior leader placed the holy book of the Koran on the head of a future leader. While Hassan Sabah observed the procession while observing the eyes of the seven would-be leaders as saying: "I know the hearts of all of you. Whoever swears in a firm voice but there is a doubt in the heart, will find painful realities in the future."

Mention by mention passes with a sadistic and threatening sentence, exceeding the threat in the Qur'an against apostates who are allied to the devil. They are swear an oath about the planned killing of the Koran in the head, like purifying themselves with urine. The book above their heads is full of goodness, but the content of their heads and hearts, as well as words that come out of their mouths, all contradict the content of the Qur'an. Such was the oath of the inhabitants of Alamut Fort—the most frightening Killing HQ in history.[]



Source



Source


Sumpah Setia Penghuni Benteng Alamut

Hassan bin Ali Sabbah sangat meyakini dirinya yang dimaksudkan Nabi Muhammad sebagai seorang pemimpin dari Kom. Dalam malam yang gelap seperti pakaian Hassan, lelaki itu menemui sahabatnya, Omar Khayyam, untuk mendiskusikan masalah ini. Omar sudah membaca semua hadis sahih, tetapi tidak pernah menemukan hadis tersebut; Seseorang akan datang dari Kom. Ia akan mengajak orang-orang untuk mengikuti jalan yang benar, orang-orang akan berkumpul di sekelilingnya, seakan-akan mata lembing dan angin topan tidak akan membuyarkan mereka. Mereka tidak akan bosan berperang, mereka tidak akan melemah, dan hanya kepada Tuhanlah mereka bersandar.” (Dikutip dari novel Misteri Rubayyat Omar Khayyam karya Amin Maalouf).

Dalam percakapan tersebut, Hassan yang sedang dicari seluruh pasukan di Samarkand karena dianggap menyebar ajaran bidah, duduk berhadapan. Mereka adalah sahabat lama, ketika Hassan masih digelari si Mahasiswa Codet yang hampir dibunuh tentara Samarkand tetapi Omar Khayyam menyelamatkannya.

Beberapa tahun kemudian, ketika Hassan menjadi pemimpin Sekte Kaum Pembunuh di benteng Alamut, Wazir Agung Nizam al-Mulk mengatakan Omar Khayyam adalah orang yang paling bertanggung jawab atas kemalangan Samarkand dan kemalangan seluruh penduduk kota karena telah mencegah kematian Hassan Sabah. Kini, setengah menuntut Nizam al-Mulk bertanya apakah Omar Khayyam bisa mencegah Hassan Sabah membunuh mereka?

Hassan Sabah yang brilian sekaligus kejam telah menjadi pemimpin Sekte Pembunuh. Dengan karakternya yang kuat dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya, dengan mudah ia bisa memengaruhi orang untuk memperbanyak pengikut. Dia berkutbah dari masjid ke masjid, berlagak menjadi seorang darwis, dan memeroleh begitu banyak pengikut dalam waktu singkat, lalu membangun Benteng Alamut yang sulit dijangkau sebagai pusat kekuasaannya. Di sinilah ia mendidik kaum pembunuh dengan ajaran-ajaran menyesatkan.

Dua pekan sebelum Ramadan tiba, Hassan merekrut tujuh orang pengikut untuk menjadi pimpinan utama. Ketujuh pimpinan utama adalah pembunuh paling keji yang rela membunuh siapa pun—termasuk Tuhan dan Kebenaran—demi mencapai tujuan. Aroma Ramadan yang berkibar di depan mata, tidak meluluhkan hati mereka. Selama Ramadan berlalu hari demi hari, pembunuhan pun tidak pernah berhenti.

Sumpah itu pun menjadi masalah yang tidak bisa diterima dengan hati dan akal sehat, bagi orang-orang yang masih memiliki keduanya. Pertama, mereka disumpah untuk bersedia membunuh siapa pun—tanpa terkecuali—dan tanpa pertanyaan mengapa harus dibunuh. Kedua, mereka akan tetap setia sampai mati mempertahankan ajaran Hassan Sabbah. Dan ketiga, mereka akan mempertahankan Benteng Alamut dari serangan musuh dengan nyawa mereka.

Ketiga sumpah itu disampaikan dengan saksi para pemimpin senior Sekte Pembunuh. Seorang pemimpin senior membaca sumpah dan diikuti ketujuh calon pemimpin baru. Seorang pemimpin senior lainnya meletakkan kitab suci Al-Quran di kepala seorang calon pemimpin. Sementara Hassan Sabah mengamati prosesi itu sambil mengamati mata ketujuh calon pemimpin itu seolah berkata: “Aku mengetahui isi hati kalian semua. Siapa yang mengucap sumpah dengan suara tegas tetapi ada keraguan di dalam hati, akan menemukan kenyataan menyakitkan di masa mendatang.”

Lafaz demi lafaz berlalu dengan kalimat yang sadis dan penuh ancaman, melebihi ancaman dalam Al-Quran terhadap orang-orang murtad yang bersekutu dengan iblis. Mereka mengucapkan sumpah tentang rencana pembunuhan dengan Al-Quran di kepala, seperti menyucikan diri dengan air kencing. Kitab di atas kepala mereka penuh kebaikan, tetapi isi kepala dan hati mereka, serta kata yang keluar dari mulut mereka, semuanya bertentangan dengan isi Al-Quran. Begitulah sumpah para penghuni Benteng Alamut—markas Kaum Pembunuh paling mengerikan sepanjang sejarah.[]



Source


Badge_@ayi.png


follow_ayijufridar.gif

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now