Hari itu ketika matahari beranjak pulang, langit masih sangat terang. Pukul 5 sore, seharusnya langit sudah mulai mengganti warnanya jadi kemerahan. Namun hari itu matahari seakan masih tetap ingin meluangkan sore untuk anak-anak bermain.
Tepatnya di tepi pantai Tijien Daboh kabupaten Pidie Jaya, suara anak-anak bersorak sorai bermain bola. Tentu kebiasaan itu mereka lakukan sambil menunggu Ayah atau Abang mereka pulang melaut.
Aku duduk pada sebatang kayu sebesar badanku. Kuyakin sudah lama tergeletak di pinggir pantai, menyaksikan kegembiraan itu, dan memotret mereka yang sedang bermain.
Tak lama kemudian sepasang perahu dengan tumpukan jaring di tengahnya menepi secara lambat. Seakan, berat membawa beban. Ombak menyundul perahu mereka sehingga oleng ke kanan dan ke kiri.
Anak-anak yang sedang bermain itu, lekas meninggalkan lapangan bola yang mereka buat sendiri dengan tiang gawang dari cabang kayu dari tepian pantai yang di hempas ombak.
Perahu menepi. Tiga orang loncat, kemudian mendorong perahu hingga naik ke pundak pantai. Dua raga ikan penuh. Eungkot ciriek meujampu ngen Aneuk sabee. Meunyoe ta payeh Mangat lagoina.
Anak-anak tadi tersenyum senang melihat hasil tangkapan Ayahnya. Saat itulah matahari pamit undur, seakan puas melihat kebahagian anak-anak sebelum gelap menggantinya. Dan mereka pulang. Aku pulang. Matahari pulang. Burung-burung pulang, membiarkan laut di sepuh malam.