ULAMA besar, yang aktif dalam mengarang atau menulis kitab-kitab -- semisal kitab arab gundul atau berbagai kitab lainnya-- jarang sekali didapatkan catatan biografinya. Baik dihalaman sampul depan (cover) atau dihalaman terakhir karangannya --sebagaimana yang kita lihat pada buku-buku umum baik fiksi maupun non fiksi.
Paling yang ada hanyalah alamat tempat pengarang tersebut bermastautin. Itupun kadang terlihat kurang jelas dengan hurufnya yang sangat kecil, tidak menyamai atau melebihi besar judul kitabnya.
Bahkan dalam riwayat teungku-teungku dayah, diceritakan, dulu pernah ada ulama yang setelah berhasil menulis satu kitab, lalu kitab itu dibuang ke laut. Kemudian ulama tersebut bermunajat kepada Allah; jika seandainya kitab karangannya itu tidak memiliki nilai manfaat yang lebih bagi masyarakat, beliau memohon kepada Allah agar dibiarkan saja tenggelam di laut.
Namun, karena hatinya yang tulus suci, disertai dengan niatnya ikhlas dalam menulis kitab tersebut, maka Allah tampakkan lagi kitab yang sudah ditenggelamkannya. Ulama tersebut takut, jika sewaktu-waktu apa yang dilakukannya dikhawatirkan tidak lagi menjadi ibadah kepada Allah, karena memungkinkan ternodai oleh rasa takabbur ataupun ujub (takabur dalam hati).
Dan, hari ini kitab karangan ulama tersebut sudah menjadi kitab pegangan para penuntut ilmu, khususnya yang belajar ilmu nahwu didayah-dayah atau surau. Nama kitab itu adalah kitab Al-Jurumiah.
Nah, pola perilaku yang ikhlas semacam ini sangat patut kita contohkan. Karena disadari atau tidak, yang namanya ikhlas sangat susah untuk di praktek kan. Sehingga butuh belajar juga untuk mempraktekkan dan membiasakan sikap ikhlas dalam aktivitas sehari-hari. Sehingga apa yang kita lakukan dengan unsur ikhlas didalamnya, akan menjadi amal ibadah yang membantu kita kelak di alam kehidupan selanjutnya. #nyanban
Senin, 05 Maret 2018 || @emsyawall