Meniti Jejak Seru Di Air Terjun Tongkat, Langkat, Sumatera Utara

TRAVEL adalah kegiatan yang tak pernah bosan kulakukan meskipun efeknya terkadang melelahkan. Ketika sedang suntuk, atau kehilangan banyak ide, aku lebih suka jalan-jalan ke gunung, sungai atau pantai ketimbang ke mall. Menikmati pemandangan alam akan membuat pikiranku fresh dan rasa jenuhku pun akan cepat terobati. Sebagai seorang blogger, tentu saja, memiliki ide yang tak pernah buntu amat penting. Salah satu cara agar ide tersebut selalu mengalir adalah dengan travelling.

Meski sudah beberapa kali travelling ke alam, tapi pengalaman yang paling seru menurutku adalah ketika menjelajah tempat wisata air terjun tongkat yang ada di Medan, Sumatra Utara. Butuh perjuangan yang lumayan besar untuk dapat menikmati keindahan air terjun yang kini telah amat populer ini. Disini kesabaran di uji.

Air Terjun ini tepatnya terletak di Desa Rumah Galuh, Kelurahan Namuukur, Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Kurang lebih 28 km dari pusat kota Binjai dengan perjalanan dari Kota Medan sekitar 1 jam.

Kami berangkat pagi-pagi dari Kota Medan, dengan semangat membara kami mulai menjelajah usai sampai di sana. Untuk sampai ke air terjun tongkat, kami harus melewati tanjakan-tanjakan, turunan, beberapa sungai yang amat indah, bahkan bunga-bunga bangkai, raflesia arnoldii.

Rafflesia Arnoldii, si bunga bangkai yang langka. Ia biasanya selalu dikerubuni lalat-lalat.

Sayang sekali laptop saya hilang beberapa bulan setelah pulang dari sana, jadi saya tak bisa mempamerkan foto kami bersama bunga langka itu di sana (sedih deh, hiks hiks hiks. Jadi teringat memori hilang laptop, dompet dan ATM lagi.)

Sungai-sungai yang mengalir di sana berair hijau kebiruan. Meski banyak orang yang melewatinya, penampakan sungai-sungai itu seperti sungai perawan yang jarang mendapat jamahan.

Penampakan salah satu sungai yang dilewati dalam perjalanan.

Nyaris memakan waktu satu jam menjelajah hutan barulah sampai ke air terjun yang kami tuju. Aku dan empat orang kawanku pun harus menyewa tour guide sebelunya. Jika tidak, mengingat rutenya yang rumit dan agak berbahaya, mungkin kami akan sesat dan keselamatan kami bisa jadi terancam. Dengan bantuan tour guide, bahkan kami terbantu untuk mengurangi beban bawaan. Tour guide memang selalu menawarkan diri untuk membawa barang penyewanya.

Turunan seram yang dilewati untuk menuju air terjun.

Di dalam perjalanan terdapat beberapa pos atau bisa juga disebut warung yang menjadi tempat untuk beristirahat yang menyediakan makanan ringan dan minuman. Jadi tak perlu khawatir akan rasa haus dan perut lapar selama di perjalanan.

Awalnya aku kira air terjun yang kami datangi ini dinamakan air terjun tongkat karena kita membutuhkan tongkat untuk menaklukkan tanjakan-tanjakan yang lumayan terjal dan licin. Jika tak ada tongkat, bisa-bisa kita tergelincir. Rupanya aku salah. Ada sebatang pohon (yang sudah mati) yang amat panjang dan besar tertancap di depan air terjun tersebut. Pamandangan ini terlihat cukup unik dan ajaib. Aku sampai berpikir, "Apakah itu benar-benar tongkat makhluk lain?" Soalnya jika diperhatikan secara seksama, pohon itu memang sangat mirip layaknya tongkat raksasa.

Tanpa pikir panjang setelah menitip ransel-ransel kami pada tourguide, kami langsung terjun ke air terjun tersebut. Airnya cukup bening dan agak kehijauan. Aku tidak menyangka, meski banyak orang di sana, airnya amatlah dingin. Aku nyaris menggigil. Bibirku berubah biru. Diantara kawan-kawanku, kami membawa satu kawan cowok. Dia asik mengabadikan momen-momen kebersamaan kami.

Padahal di dekat sana ada tempat wisata kolam abadi juga, tapi kami tak sempat lagi ke sana. Kami harus buru-buru balik ke Medan, terlebih suasana juga sudah sore. Karena terlalu ceria aku berlari-lari waktu pulang sampai jilbabku yang sudah basah tiba-tiba terlepas. "Ternyata kamu mirip Shizuka kalau nggak pakai jilbab," goda kawan cowok tadi sambil tertawa. Aku ikut tertawa sambil memakai jilbab. Memang dikelompok ini aku yang paling terlihat berbeda. Aku memakai jilbab, sementara tiga kawan cewekku tidak. Maklum saja, mereka semua non muslim.

Selagi kami meniti kembali jalan setapak yang terjal dan licin, juga melewati kembali sungai-sungai cantik yang tampak perawan, aku asik menggaruki tanganku. Ini pengalaman penting juga. 'Jangan pernah memegang pohon atau daun sembarangan di dalam hutan'. Karena tidak mengindahkan kalimat itu, aku memegang daun aneh (yang jelas bukan jilatan), usai itu tanganku gatal luar biasa bercampur perih.

Setelah melihat foto ini aku baru ingat, ternyata kami bukan lima, tapi enam. Maklum lupa, cewe berambut panjang yang ditengah itu bukan teman satu kampus. Tapi adik dari kawan cowok kami yang demen amat mengabadikan foto kami, hehe.

Sekian _

Saya menulis sebelumnya di sini: https://www.katapena.info/2018/02/meniti-jejak-seru-di-air-terjun-tongkat.html

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now
Logo
Center