Mohamad Syarif Pribumi Pencetus Korps Marsose

Sejak mendeklarasikan perang dengan Aceh pada 26 Maret 1873, hingga tahun 1890, Belanda belum menemukan titik kemenangan. Malah jendral dan para perwiranya banyak yang tewas. Korp marsose (Marechaussee Corps) sebagai komando pasukan khusus Belanda kemudian dibentuk khusus di Aceh.

Korp ini diisi oleh tentara-tentara pilihan, dicitrakan sebagai tentara yang ganas dan tanpa kompromi. Meski demikian tak sedikit dari mereka yang gila di Aceh, hingga menembak kawan dan komandannya sendiri. Tentang marsose gila ini sudah saya tulis pada postingan sebelumnya.
20180423_230251.jpg
Pasukan marsose bersenjata karaben, kelewang dan rencong, menyamai senjata yang dipakai pasukan pejuang Aceh. [Repro: The Dutch Colonial War In Aceh]

Belakangan saya mengetahui, ternyata korp marsose ini dibentuk atas saran orang pribumi, bukan dari inisiatif pemerintah Kolonial Belanda. Orang Aceh yang nekat dan tak kenal takut dalam beperang, harus dilawan dengan tentara bermental serupa, maka marsose dinilai sebagai lawan yang imbang.

Dalam buku The Dutch Colonial War In Aceh pada bagian The Marechaussee Corps Dutch Special Commandos halaman 170 dijelaskan bahwa, pencetus gagasan pembentukan korps marsose adalah Mohamad Syarif atau Arif dari Sumatera Barat.

Mohamad Syarif merupakan mantan jaksa, yang kemudian menjadi Komis (pejebat eselon menengah) di kantor Gubernur Sipil dan Militer Belanda di Aceh. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya, ia menyarankan pembentukan sebuah satuan tugas khusus dalam menangani serbuah pasukan pejuang Aceh.
20180423_230318.jpg
Mohamad Syafir pencetus gagasan pembentukan Korps Marsose [Repro: The Dutch Colonial War In Aceh]

Belanda menerima usulan tersebut, kemudian pada 2 April 1890, korps marsose resmi dibentuk. Sembilan bulan sebelumnya yakni pada Desember 1899 juga telah dibentuk datasemen pengawal mobil, sebagai cikal bakal korps marsose.

Sebagai Komandan Korps Marsose pertama di Aceh ditunjuk Kapten GGJ Notten. Ia memimpin pasukan khusus ini 11 September 1890 hingga September 1893. Penunjukannya dilakukan oleh Gubernur Sipil dan Militer Belanda di Aceh Mayor Jendral HKF van Teijn.

Mayor Jenderal Van Teijn menyetujui pembentukan korps marsose karena tugasnya untuk pemulihan Kesultanan Aceh di bawah naungan Belanda tak pernah berhasil. Ia juga ingin memulihkan reputasinya yang gagal menyelesaikan persoalan kapal dagang Inggris, Nicero, yang disandera Raja Teunom, hingga Belanda harus membayar uang tebusan yang tidak sedikit kepada Raja Teunom.
20180423_230331.jpg
Kapten GGJ Notten komandan marsose pertama [Repro: The Dutch Colonial War In Aceh]

Untuk mengimbangi kelihaian pasukan pejuang Aceh, langka pertama yang dilakukan Belanda adalah mempersenjatai pasukan marsose dengan senjata yang sama yang dipakai pejuang Aceh, yakni karaben, kelewang, dan rencong.

Korps marsose ini punya banyak kenangan dalam Aceh. Untuk mengenang mereka-mereka yang tewas dalam perang Aceh, Pemerintah Kolonial Belanda membangun sebuah monumen khusus bagi korps marsose di tengah Kerkhof Peucut, komplek kuburan militer Belanda di Aceh.

Untuk mengenang kematian para tentara marsose di Aceh, juga pernah digelar pesta besar (kandoeri rajeu) oleh para pensiunan marsose di Belanda pada 2 April 1930. Tepat pada peringatan 40 tahun pembentukan komado pasukan khusus tersebut. Pesta tersebut digelar di kelab De Witte te s’Gravenhage. Menariknya, meski pesta itu digelar di Belanda, makanan yang disajikan merupakan makanan khas Aceh, sebagai bentuk nostalgia.

Tahap pertama dihidang aneka bahan makanan yang dipetik langsung dari ladang terbaik di Aceh, tahap kedua burung panas dingin dari Meulaboh, tahap ketiga air dan bakong (tembakau) dari Krueng Pidie, tahap keempat ikan sepat dari Laut Tawar.

Kemudian hidangan tahap kelima berupa olahan pucuk rebung dari Pameu dan minyak sapi dari Geumpang. Tahap keenam dilanjutkan dengan hidangan ayam ladang yang digoreng dengan buah-buahan. Hidangan ketujuh mereka namai lemper celaka seperti kafir marsose, tahap kedelapan sisa air susu, kesembilan buah-buahan dari Bakongan. Yang terakhir tahap kesepuluh sebagai hidangan penutup dihidangkan manisan dari Seunagan.
20180408_170126.jpg
Munumen untuk mengenang pasukan marsose yang tewas dalam perang Aceh dibangun di tengah Peucut Kerkhof, komplek kuburan Belanda di Banda Aceh. [Dok Pribadi]

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now
Logo
Center