Kisah Tiggelman Controleur van Seulimuem Dibunuh Santri Keunaloi

Teuku Ubit baru berusia 16 tahun, tapi di tengah malam buta, ia mendatangi rumah pejabat Belanda di Seulimeum, Tiggelman, membacoknya dengan kelewang hingga tewas.

Setiap melewati pasar Seulimuem, Aceh Besar, melihat sebuah rumah di sebelah barat masjid, seakan aku merinding, membayangkan peristiwa yang terjadi di rumah itu. Tiggelman Controleur Belanda di Seulimeum, bersimbah darah dibacok oleh seorang anak kecil bernama Teuku Ubit.
kontroler 3.jpg
Bekas rumah dinas Kontroler Belanda di Seulimuem, tempat Tiggelman dibunuh Teuku Ubit. [Foto: Dok Pribadi]

Peristiwa itu terjadi pada 23 Februari 1942, tahun terakhir Belanda berkuasa di Aceh. Sampai pemerintah kolonial Belanda angkat kaki di Aceh pun, kehidupan pejabat tinggi dan pasukan Belanda tidak pernah aman di Aceh. Serangan mendadak pasukan pejuang Aceh sering terjadi di bivak-bivak dan patrol pasukan marsose Belanda.

Bahkan, kisah heroik yang kadang bagi sebagian orang dipikirkan tidak masuk akal, sering terjadi. Seperti kisah Teuku Ubit di Seulimum yang ingin saya ceritakan ini. Saat itu Teuku Ubit yang baru berusia 16 tahun, merupakan santri di Dayah Keunaloi, sebuah desa di Kecamatan Seulimuem.

Usai mengaji di dayah, menjelang tengah malam. Ia mengambil kelewang, pedang panjang khas Aceh, mengajak serta temannya Pang Leh, untuk berjihat melawan pemerintah kolonial Belanda. Sasarannya malam itu adalah rumah dinas pejabat tinggi (controleur) Belanda di pasar Seulimuem.
kontoler seulimum.jpg
Bekas rumah dinas Kontroler Belanda di Seulimuem, tempat Tiggelman dibunuh Teuku Ubit. [Foto: Dok Pribadi]

Jiwa muda Teuku Ubit benar-benar telah dirasuki semangat jihad, usai mendengar lantunan hikayat-hikayat tentang kewajiban membela agama dan memerangi kafir. Sudah lazim di dayah-dayah di Aceh pada masa itu, usai pengajian dibacakan hikayat Pang Sabi (perang sabil) untuk membangkinkan semangat menentang penjajah.

Hikayat prang sabi ini ditulis oleh salah seorang ulama Aceh, Teungku Syik Pante Kulu, salah satu karya sastra yang mampu merasuk jiwa orang Aceh untuk bangkit berjuang melawan penjajahan Belanda. Karena itu pula Belanda melarang hikayat ini dibacakan, setiap orang yang menyimpan atau membacanya ditangkap dan dipenjara.

Namun, di tempat-tempat tertentu hikayat ini tetap dibacakan di depan penduduk, untuk membangkitkan semangat jihad. Bahkan di dayah Keunaloi, santrinya mendapat wejangan khusus tentang wajib jihat ini. Maka, Teuku Ubit menjawab ajakan prang sabi itu untuk melawan penjajah Belanda.

Ketika sampai di pasar Seulimuem jelang tengah malam, Teuku Ubit dan Pang Leh menyusup ke rumah dinas Tiggelman, controleur Belanda di sana. Pejabat tinggi Belanda itu tak menyadari, anak kecil yang datang ke rumahnya itu merupakan ancaman nyata. Ia baru sadar ketika kelewang panjang itu diayunkan ke tubuhnya. Ia dibacok berulang kali hingga tewas berdarah.
kontroler 4.jpg
Prasasti di depan rumah Kontroleur Seulimuem [Foto: Dok Pribadi]

Kini, setiap melewati pasar Seulimuem, kita bisa melihat rumah panggung itu. Bekas rumah dinas Controleur Tiggelman, tempat peristiwa pembacokan itu terjadi. Beberapa tahun lalu, Yayasan Bustanus Salatin Aceh membuat sebuah prasasti di halaman rumah tersebut. Isi prasasti itu berupa keterangan dalam tiga bahasa tentang pembunuhan Tiggelman oleh remaja Aceh itu.

Dalam versi bahasa Aceh ditulis.
Bak uroë 23 buleun Pebruari thon 1942, atawa watee saban ngon 4 Safar 1361 H, bak rumoh nyoe teujadi saboh peristiwa, Teuku Ubit umu 16 thon, sidroe aneuk muda beuhe dari dayah Keunaloe, ngon Pang Leh, bak teungoh malam geutak sampe mate ngon geuliwang Tiggelman, Kantiler Belanda di Seulimuem.

Versi Bahasa Indonesia
Pada tanggal 23 Februari 1942, bertepatan dengan 4 Safar 1361 H tengah malam di tempat ini terjadi peristuwa heroik, seorang siswa madrasah Islam Keunaloe, Teuku Ubit (16 tahun), bersama seorang kawannya Pang Leh, bersenjatakan sebilah kelewang, menyerang pejabat kolonial Belanda di Seulimum, Kontrolit Tiggelman hingga tewas.

Versi Bahasa Inggris
On 23rd Februari 1942, in the middle of the night a heroic incident took place in this premise. Teuku Ubit a young bravery hero 16 years of age, a student of Islamic boarding school in Keunaloe, and his companion namely Pang Leh, armed with a kelewang a long traditional sword attaked and killed Mr Tiggelman a Dutch Controleur of Seulimum.
kontroler seulimumplakat.jpg
Keterangan dalam tiga bahasa pada parasasti di depan rumah dinas Kontroler Seulimuem. [Foto: Dok Pribadi]

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now
Logo
Center