Buatmu lahanmu, lahanku untukku..jangan sampai lahanmu kau sibukkan diriku, begitu juga sebaliknya, aku tidak akan menyibukkanmu di lahanku. Kau bilang kau peduli dengan hidupku? Maaf sodara..!! Orangtuaku saja mempersilahkanku keluar dan hidup mandiri, apalagi kamu yang bukan siapa-siapa bagiku.
Merdeka bagiku bisa tidur dengan nyenyak, aman dalam bekerja, membina keluarga, ibadah tanpa kendala, hidup damai sejahtera. Tidak ada urusanku dengan huru-hara politik negeri ini, karena menang atau kalah bukanlah aku yang menjadi pemainnya. Juara pun aku tidak mendapatkan piala, kalah juga tidak membuatku semakin terpuruk. Jika untuk memenangkanmu semata aku harus sakit, dan saat kau menang aku tidak bertambah sehat, untuk apa aku tiup balon kempes di setiap acara silumanmu.
Kau bilang kita harus bebas, kita harus sejahtera, kita harus sentosa. Iya..kuakui itu semua. Namun kemerdekaan jiwa dan ragaku bukan lah yang sedang kamu perjuangkan. Yang kamu lakukan sekarang hanya mengajak kaum jelata untuk mendukung idemu berkuasa, menyokong kepentinganmu menjadi kaya.
Perlu kamu tahu bahwa kemerdekaan bagiku tidak terletak pada simbol-simbol itu, tidak pula tergantung pada panji panji tak bernyawa itu. Cukup sudah kami hidup diapit oleh dua bencana, di mana bencana itu menyebabkan kami tidak bisa bekerja mencari sesuap nasi. Sekian tahun kami terbelenggu, dan kemudian kau ajak lagi untuk berpacu di dalam hawa nafsumu. Sekali lagi maaf sodara, kemerdekaanku ada pada kebebasan untuk hidup selayaknya manusia. Bisa beribadah dan bekerja itu bagi kami sudah bahagia.
Busa yang keluar dari mulutmu sama sekali tak terlihat asli bagiku, untaian kata dari bibirmu juga bukan khutbah suci di telingaku.