Jangan Asal Tuduh!

images (2).jpg
Sumber foto: https://www.google.ca/search?q=jangan+asal+nuduh&client=ms-android-asus&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjH066pxNXZAhVjn-AKHQMVAbAQ_AUIBigB&biw=360&bih=559#imgrc=DrlWBVzbTJJJ9M%3A


Sekitar 3 tahun silam, pernah terjadi perdebatan antara saya dengan seorang teman. Perdebatan terjadi karena si teman menuduh salah satu guru saya penganut paham Syi'ah, liberal, bahkan dengan kefanatikannya ia menyebut Sang Guru sebagai seorang yang zindiq.

Sebagai murid, tentu saya marah karena tuduhan dan keangkuhannya bicara. Bahkan saya sempat bertanya, "Pernahkah kamu kuliah atau belajar kepada beliau? Tahukah kamu keseharian beliau? Pernahkan kamu duduk dan diskusi bersama beliau? atau minimal mengikuti seminar dan membaca buku beliau?"

Tapi, si teman tetap berkilah dengan argumennya yang ngawur dan tidak menjawab pertanyaan yang saya utarakan. Singkat kata, di akhir debat saya berpesan kepada si teman, "Semoga kelak kamu bisa kuliah dengan beliau, kamu akan tau ilmu beliau, sifat tawadhu', kedisiplinan dan keteladanan beliau."


Tempo hari si teman ngopi dan berdiskusi dengan saya. Ia membuka kembali Bab perdebatan 3 tahun silam. Kali ini, si teman bukan bermaksud melanjutkan perdebatan tersebut. Tapi, ia mengklarifikasi tuduhannya terhadap Sang Guru 3 tahun silam.

Si teman mengatakan, "Betul yang kamu katakan dulu tentang beliau. Setelah saya belajar kepada beliau semester lalu, di situ saya baru tau pemikiran dan keteladan beliau. Beliau selalu disiplin dan tepat waktu dalam mengajar, penjelasannya dalam kuliah sangat sistematis, ilmunya sangat luas, dan sering memotivasi kami agar giat membaca. Intinya, teman-teman sekelas sangat senang kuliah bersama beliau. Karena itu, saya minta maaf atas tuduhan saya yang dulu kepada beliau."

Saya katakan, "Alhamdulillah berarti. Bukan bermaksud marah, tapi dulu saya hanya kasihan sama kamu yang terlalu angkuh menuduh beliau. Sementara, dulu kamu belum pernah berguru kepada beliau dan tidak mengetahui sisi kehidupannya. Cuma dengar perkataan orang lain. Tapi, sekarang saya salut, kamu berjiwa besar dan mengakui kesilapanmu. Kamu tidak perlu minta maaf pada saya. Alangkah baiknya, kamu minta maaf langsung kepada beliau."

Akhirnya, saya minta izin kepada si teman untuk menulis pengalaman ini tanpa menyebutkan namanya dalam tulisan ini, agar menjadi pembelajaran untuk kita bersama bahwa sebelum membicarakan kepribadian seseorang, alangkah baiknya bergaullah terlebih dahulu dan kenalilah orang tersebut secara detail (baca: tabayyun). Jangan asbun dan menuduh orang lain sembarangan, apalagi mengatakannya munafik, sesat dan ungkapan sampah lainnya.

Wallahu'alam..

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now
Logo
Center