Melati hampir Membunuh Ligat [Anak si Perantau #2]

ini-jenis-bunga-melati-unggul-yang-diekspor.jpg
Sumber Gambar / Iustrasi Bunga Melati yang Masuk ke Hidung si Ligat.

Taman kanak-kanak selalu dilewati dengan penuh semangat, kata ibunya" Dia telah pandai menulis 1-100 sekarang." Hari-hari terlalui dengan tentram dan damai disana, hingga suatu saat Ligat membuat semua panik, kakeknya, neneknya, adik dan kakak ibunya, juga ayahnya yang saat itu adalah musim libur sekolah jadi hari-hari Ligat seakan lengkap sekarang, tapi saat indah itu malah terenggut oleh kejadian yang tidak diinginkan, lalu ikut mencampuri kebagiaan dalam kepanikan keluarganya, Ligat mencium bunga melati yang baru kembang ketika pagi hari, entah apa pasalnya, sedang asyik-asyiknya dia menghirup aroma melati yang tumbuh subur di hadapan rumah, potongan kelopak bunga itu masuk kedalam hidung paling dalam, sehingga Ligat menangis karena hidungnya sebelah tersumbat, ibunya panik bukan kepayang, ayahnya berusaha mengeluarkannya dengan bermacam cara, disedot pakai mulut tak juga keluar, sehingga si Ligat tertidur bersama isak tangis ketika siang hari, entah rajah apa yang terpakai, ketika sore, bunga yang terhirup tadi keluar bersama iler ingus yang keluar bersamaan sisa isak tangisannya tadi.

Semua panik, semua ceria sekarang. Sambil tertsenyum manis ibunya bertanya "Kenapa samapai begitu, ceritakan pada ibu." berceritalah dia dari awal kejadian hingga kejadian mengganaskan itu terjadi. Ibunya tersenyum lagi mendengar cerita Ligat. "Besok-besok jangan mencium bungayang kelopaknya sudah Ligat remas, karena kelopaknya bisa putus dari tangkainya, dan membuatnya masuk dalam lobang hidung," Ibu memperingatinya. Tanpa menjawab apa-apa si Ligat pun mulai trauma akan aroma bunga, walaupun trauma itu perlahan hilang bersama ingatan masa kecilnya yang ikut lenyap.

Hari-hari terus berlanjut seperti hari biasanya, TK - rumah - bermain - dongeng ketika tidur, begitu selalu hari-hari terlewati. Menangis, tertawa, kejutan kecil, itu biasa. Tak terasa umurnya pun telah siap memasuki Sekolah Dasar, Ligat telah bisa memegang telinga kiri menggunakan tangan kanan, yang harus bersilang dengan ubun-ubun kepala, karena itu syarat untuk bisa sekolah, kata neneknya.

035415300_1437967494-20150727-Hari-Pertama-Masuk-Sekolah-Jakarta2.jpg
Sumber Gambar / Ilustrasi seorang ayah mengantar anaknya bersekolah

Ligatpun masuk SD diantar oleh ayahnya, sengaja sang ayah tidak buru-buru kembali ke rantau orang hnaya untuk menemani si Ligat. Di hari pertama sekolah dia izin kepada kepala sekolah tempat dia mengabdikan diri. Hari itu digandeng tangan ayahnya dan bergegas ke sekolah, yang berjarak cuma 150 meter dari rumah neneknya. Mengenakan baju putih, bercelana pendek merah, bertopi merah dengan logo tut wuri handayani pada bagian depan tepat di tengah topi, tidak ketinggalan dasi merah juga dengan logo yang sama menempel pada bagian bawah dasi. Ligat terasa sangat senang, sepatu baru untuk dia melangkahkan kakipun telah terganti dengan merek ATT berwarna hitam, gengaman tangan telunjuk ayahnya sangat erat digenggamnya, bahagia dan bangga betol dia saat ini.

Setelah mengantarnya, lalu ayahnya memutar badan meninggalkannya, dan dia telah terbiasa karena pengalamannya di TK mengajari arti kata ditemani dan ditinggal "Anak pintar bukanlah sang penakut" begitu yang terbesit dalam pikirannya sekarang.

Empat bulan sudah Ligat bersekolah, ayahnya mendapat surat dari kampung halamannya, desa Bara nama kampung ayahnya, surat itu berisi tentang acara keluarga yang mengharuskan Ligat dan keluarga pulang kampung. Seperti halnya lebaran, dia selalu di bawa ayahnya mengunjungi rumah nenek dan kakek dari pihak ayahnya.

100_8971.jpg
Sumber Gambar / Ilustrasi Rumoh Aceh Milik Pak Nek si Ligat

Senang tak dikata si Ligat, "Yah, kenapa pak nek selalu menyuapi nasi berbentuk bola kecil buat Ligat, Yah?" Ligat bertanya seperti itu karena setiap pulang kampung ayahnya, kakek selalu suka menyuapnya dengan suapan nasi yang sudah digepal menjadi bola. Ayahnya pun menjawab "Nanti saja tanyakan ke pak nek, ketika pak nek suapin Ligat, ya." Jarak dari kampung ibunya dan ayahnya memakan waktu sekitar satu jam, jika menggunakan sepeda motor. Ligat pun sampai ke kampung halaman ayahnya, disalaminya satu persatu keluarga dari ayahnya. Dimulai dari pak nek (ayah dari ayahnya), dan juga ibu dari ayahnya yang dipanggilnya umi, kakak serta adik ayahnya. Tak sabar Ligat menanyakan tanda tanya yang telah tersimpan dari tadi sebelum dia berangkat, tapi dia mesti menunggu matahari tenggelam dan magrib tiba, bersama itu panyoet culot/cilot (Lampu teplok) yang ikut menyala menerangi sudut-sudut rumoh manyang khas Aceh, saat itu malam datang dan makan malam baru terhidang dan saat moment itulah biasanya pak nek menyuapi si Ligat.

Berlanjut . . .


Posted from my blog with SteemPress : http://jubagarang.epizy.com/wp/2018/08/02/melati-hampir-membunuh-ligat-anak-si-perantau-2/

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now