duduNot My President

Dilantiknya Madam Halimah Yacob sebagai Presiden Singapura ke-8 pada Kamis malam, 15 September 2017 kemarin memicu protes di dalam negeri Singapura. Sang presiden sendiri menyadari ada yang kecewa, terlebih lagi terpilihnya dia tidak melalui proses yang wajar. Dia dideklarasikan sebagai Presiden terpilih melalui sebuah walkover sebagai kandidat satu-satunya dalam pemilihan yang dicadangkan untuk puak Melayu Singapura.

Sampai batas akhir batas waktu pendaftaran Senin, 4 September 2017 pukul 17:00, ada 5 kandidat yang menyerahkan  aplikasi Certificate of Eliginility dan Community Certificate. Hanya Halimah yang dianggap memenuhi syarat, meski sebenarnya ayahnya berasal dari etnis India. Ibunya yang merupakan ras Melayu. Ada juga yang meragukan kemampuan Halimah membangun perusahaan bernilai 200 juta dolar Singapura yang menjadi sarat pencalonan, seperti yang dipertanyakan akun twitter @poohbearNducky

Ketidakpuasan  masyarakat Singapura terlihat dari tagar #NotMyPresident yang menjadi trending topic di Singapura. Kemarahan rakyat Singapura bukan disebabkan oleh gender atau agama yang dianut Halimah (Islam), tapi karena pemilihan presiden yang seharusnya berlangsung tanggal 23 September ditiadakan. Tidak hanya di dunia maya, unjuk rasa aksi duduk juga direncanakan akan dilakukan Sabtu, 16 September 2017 di Hong Lim Park. Aksi duduk diam tidak disertai dengan orasi untuk menghindari isu SARA yang sensitif.

 Penolakan kepada presiden, terpilih secara demokratis atau tidak, tidak hanya terjadi di Singapura. 

Sampai saat ini, tagar #NotMyPresident masih dipopulerkan oleh penentang  presiden Amerika Serikat ke-45. Meski terpilih secara demokratis, gelombang penolakan sampai sekarang masih terjadi di Amerika Serikat yang dikhawatirkan dapat memicu perang saudara kedua di negara Paman Sam yang sangat mengagungkan demokrasi liberal tersebut. Gelombang unjuk rasa antar dua kubu yang mendukung dan anti Trump terjadi di mana-mana. 

Pihak pendukung menuduh yang anti sebagai liberal, tidak nasionalis atau tak bertuhan, sementara yang anti menyebut pendukung Trump adalah Neo Nazi, KKK atau fasis. Setiap isu berpotensi hoaks. Untung saja ada situs verifikasi seperti snopes.com yang menjadi pilihan warganet yang ingin mencari kebenaran suatu berita, hoaks atau bukan.

Di Serbia, setelah memenangkan kursi kepresidenan dengan perolehan 55 persen suara, Aleksandar Vučić yang berasal dari Partai Progresif Serbia konservatif yang mendominasi politik negara tersebut, juga diprotes warga yang merasa hak pilihnya dicabut. Meski sebagai Perdana Menteri, kipahnya berhasil membawa kemajuan secara ekonomi, poster ‘Nije Mot Predsednik’ (You’re Not My President) ditampilkan oleh peserta unjuk rasa.

Itu di luar negeri. 

Bagaimana dengan Indonesia? Jokowi pernah sambat ke pemimpin negara tetangga bahwa ‘media sosial di Indonesia kejam banget’. Mungkin saja karena ada yang menganggapnya ‘not my president’. Sungguh sulit mengakui seseorang sebagai presiden sementara ketua partai dan anaknya menegaskan bahwa Jokowi tetap seorang ‘petugas partai’. 

Sebagai seorang pemimpin, seharusnya berdiri di atas semua golongan demi kemajuan bangsa dan negara. Bukan sedikit-sedikit curhat atau menangkapi warga yang mengkritik kebijakannya yang belum tentu bijaksana. 


Bandung, 15 September 2017





H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now