Kemerdekaan Bangku Panjang

Ini sulit ditolak, ketika pendapat telah tidak ada sangkut pautnya lagi dengan pendapatan, orang-orang menjadi lekas naik tensi.

Setelah nenek moyang air mata, lalu Indonesia merdeka, agaknya pada fase pembangunan ini perlakuan antara akal sehat dengan kenyataan di masyarakat kian timpang saja.

Kebebasan dari unsur merdeka kian terhempas bagai orang ditolak cinta, uring-uringan dan lalu suka memalsukan kesadaran. Intriknya diawali oleh lakonan feodal, percaya sumpah palsu, tergiur pemanfaatan darah sekeluarga politik juga kekuasaan.

Hasilnya, kemerdekaan yang dahulu lintang pukang hendak dicapai akhirnya malah menjadi bangku panjang, wajah kemerdekaan yang baru jelang 70 tahun ke tengah tampak keriputan, rabun mata pencaharian, pembangunan yang awalnya jalan-jalan malah menjadi jalan di tempat.
.
Antara pusat dan daerah saling curiga, sesama daerah di kawasan lambung kekuasaan enggan saling menyulang saat makan besar.

Kemerdekaan Indonesia tampaknya sebagai salon demokrasi plastis yang resek bahkan brengsek. Kemerdekaan sudah menjadi kata kerja memerdekakan nafsu untuk masa tua yang ditengarai oleh rasa takut tidak masuk surga sejak masih di dunia.

Habislah sudah bara kemerdekaan itu, besi binasa, menyala-nyala kenyataan pahit atas semua cita-cita pembangunan bangsa.

Sebelum dipecat dengan bahasa halus pensiun, kemerdekaan Indonesia tampak juga bagai lelaki banyak istri namun tidak mampu meluruskan shaf, poligami namun hanya mampu membuntingi.

Dana pensiun malahan banyak menjadi persoalan, bangku antrian panjang kemerdekaan satu demi satu diisi oleh menteri - menteri manggut melegalkan hutang triliun Rupiah demi kepercayaan pemodal.

Hasut dan hoax lalu dibangun dengan citraan juga lembaran rilis media yang dibayar mahal atas nama kebebasan mencumbui angan-angan.

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now