Kupitalisme #1: Guru Saya adalah Kegagalan

Saya bisa menulis di mobil yang berlari di atas kecepatan 100 km per jam.

image

Catatan @aiqabrago berjudul Ketika Hidup Terus Berjalan kembali membuat saya membuka buku hidup, bab per bab. Jika kemarin melalui artikel saya yang berjudul Sepotong Kisah Anak Buruh Sawah saya membuka bab kejutan hidup, maka kali ini saya membuka bab belajar pada kegagalan.

Jika pada bab hidup penuh kejutan saya berbeda pandangan dengan Michael Jaffrey Jordan soal pentingnya memiliki target sebelum melakukan sesuatu, tapi saya sepenuhnya setuju pada kisah hidup pebasket asal Amerika kelahiran 1963 ini tentang kegagalan demi kegagalan yang justru memacunya meraih sukses.

Kesuksesan saya tentu tidak sebanding dengan MJ yang menurut Forbes memiliki kekayaan bersih: 1,31 miliar USD (2017). Sukses memang tidak sepantasnya dibandingkan. Semua punya ukuran dan cara pandang soal anugerah. Ada yang mengukur dengan jumlah uang yang dimiliki, ada juga yang mengukurnya dari sisi rasa bahagia usai berhasil melakukan sesuatu.

Alkisah, pada masa menulis masih menggunakan mesin ketik, saya terus mengetik dan mengetik artikel dan mengirimkannya ke media. Berkali-kali gagal, gagal dan gagal lagi. Tapi saya masih terus mengetik, seraya belajar dari kegagalan. Saya sama sekali tidak takut pada kata gagal, yang terlihat justru peluang positif bahwa saya sedang berdiri dihadapan seorang "maha guru" yang sedang membimbing saya. Membimbing jiwa saya untuk menemukan kekuatan dari tulisan yang gagal tayang di media. Saya tidak mencari apa yang gagal, tapi menemukan kekuatan positif dari tulisan yang ada.

Dari lembar-lembar kertas yang ada itulah saya menemukan energi positif yang akhirnya dari waktu ke waktu mewujud menjadi cahaya, cahaya yang sampai saat ini menerangi perjalanan hidup saya. Memang belum seterang penulis beken lainnya, tapi sudah cukup terang bagi sebahagian pembaca lainnya. Sudah cukup terang bagi diri saya sendiri untuk melanjutkan hidup.

Bayangkan, dengan modal cahaya yang memancar dari menulis itulah saya bisa terus menjalani hidup. Pernah sukses mengelola media acehkita, dipercaya oleh orang-orang, dan kini berhasil mengantar media acehtrend memasuki langkah kedua bersama kawan-kawan. Pada rentang 2001-2004, pernah aktif mendorong penyelesaian konflik Aceh melalui jalan damai. Potongan liputan media lokal berikut jadi saksi.

image Sumber

Apa yang terjadi dibalik kegagalan dan kekalahan yang saya alami? Saya tidak menyepelekan hal-hal kecil. Tidak menunda menulis sampai sore atau malam atau esok hari. Tidak pernah menolak ketika diminta menulis seuatu, selalu menghargai dan memberi yang terbaik, dan tidak marah jika berbeda pandangan. Tidak sirik jika kawan sukses, dan pernyataan pertama yang keluar dari mulut saya untuk rekan-rekan yang sudah sukses adalah "mari kita dukung terus." Saya bisa berteman akrab dengan lawan dan tidak menjadikannya musuh. "Kita lawan tapi bukan musuh," begitu saya berprinsip.

Saya juga tidak mau terkungkung dalam aliran, kotak-kotak atau ikatan karena itu saya pada masanya pernah disebut bank idea, tak pernah habis-habis ide dan gagasan yang muncul sehingga kawan dari Inggris pernah mencandai saya saat bertemu: "Stop ide." Meski begitu, saya orang yang paling siap berbeda dan bahkan siap membela pandangan orang lain meski saya juga berani berkata: "Kita berbeda!"

Lebih dari itu, saya selalu jadi merasa bertemu dengan "maha guru" setiap kali bertemu dengan yang namanya kegagalan dan kekalahan. Saya seperti pendekar yang kehilangan jurus karena tantangan yang lebih besar, dan pada saat itu sang guru muncul. Begitulah perasaan saya, dan karenanya tidak pernah lari jika ada orang-orang dekat sedang dilanda gagal dan kalah.

Saya pernah menemani perjalanan gagal dan kalah yang dialami politisi senior Sulaiman Abda. Berkat ketabahan dalam menemukan cahaya, saya ikut memberi sedikit cahaya untuk kembali ke garis keberhasilan. Hal yang sama terjadi pada musim pilkada Bireuen. Salah seorang bakal calon dinyatakan gagal karena tidak lulus test. Pada saat itu, semua orang mundur teratur, tapi saya bertahan, dan secara perlahan-lahan ikut memberi kontribusi kecil untuk kembali ke jalan kemenangan. Kini beliau sudah menjadi Bupati Bireuen, dan tugas saya sudah selesai.

image Saya dalam lingkaran merah (buah dari kerja menghadirkan inspirasi untuk mengakhiri konflik keras di Aceh

Di Steemit, saya juga terus belajar dari tulisan saya sendiri dan paling senang mempelajari lagi dan lagi postingan yang tidak mendapat upvote. Saya belajar bahkan pada hal-hal kecil, soal sebar link, cara buat gambar, postingan bahasa inggris atau indonesia, dan lain sebagainya. Saya senang dan senang belajar dan sama sekali tidak terpengaruh pada besar kecilnya upvote. Saya lebih suka gagal, gagal dan gagal dan terus memperbaiki. Memperbaiki diri untuk membalas follow mereka yang sudah memfollow, memperbaiki sikap atas postingan kawan dengan membacanya sampai tuntas alias tidak langsung upvote, dan terus berusaha untuk memberi komentar, mencoba mencari postingan yang layak di resteem. Dan menuliskan apa yang saya tahu agar kawan-kawan bisa ikut belajar dari kegagalan yang ada.

Jika ada teman-teman yang artikelnya mendapat kick trending saya yang justru sangat bahagia dan sesekali berkhayal saya juga mengalaminya. Meski begitu, saya terus mensyukuri karena beberapa postingan saya mendapat upvote bagus dari kawan-kawan yang memiliki Steem Power yang bagus, dan sangat bahagia manakala sesama steemians baru juga saling melakukan upvote. Ini pertanda hubungan batin masih dihiasi kasih sayang.

Itulah sekelumit cerita bab hidup terkait cerita gagal dan menjadikannya sebagai guru. Semoga bermanfaat. Salam hormat untuk semua. Selamat Hari Raya Idul Adha, mohon maaf lahir dan bathin. []

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now
Logo
Center