Ada keluarga, teman, kekasih. Ada canda, suka, ceria, bahagia, tawa. Semuanya hanya demi melupakan suatu yang imanen dalam diri manusia "K E T E R L E M P A R A N" manusia ke dalam kehidupan yang kita sebut dunia.
Manusia terlempar ke dunia begitu saja. Tak tahu asal-usulnya, tak mengerti untuk apa dan mau kemana. Menjadi gelisah, resah, khawatir, takut, sepi, terbuang dan terasing. Lantas menusia mencari-cari sebuah alasan keberadaannya, menelusuri asal-usulnya, menerawang tujuan hidupnya demi menemukan satu jawaban pasti yg bisa mengusir rasa keterlemparannya.
Kemudia agama datang dengan penjelasan berikut dogmanya. Sejarah tak berhenti mengurainya, sosiologi meredam keterlemparan dengan interaksi, antropologi meneropong sejauh denyut kehidupan mampu dijangkau, biologi men-zoom-in sedalam dan sekecil pembuluh sel hingga ke DNA dan semua disiplin ilmu bahu-membahu berusaha mengungkap rahasia apa dan kemana akhirnya kehidupan bermuara.
Manusia butuh meng-"ada" untuk menenagkan dirinya. Ia tak pernah benar2 bisa hidup dengan ketiadaan. Pikiranya selalu menuntut ada; sesuatu yang perlu utk Ia percayai, ia pegangan, ia genggam. Manusia memerlukan ide, menuntut konsep, melahirkan ideologi, menciptakan tips dan trik ! Semua demi mengusir ruang kosong-bolong yg slalu mengintai sudut gelap relung batinnya. keterlemparan yg kerap mengundang kenisbian yg sesekali waktu meguap ke permukaan hidupnya, kegamangan yg Ia cb tampali dgn interaksi sosial, beramal-bakti, bergaul, chating, bekerja, bekluarga, beranak dan sebagainya. Namun pada akhirnya yg tertinggal hanyalah kesendirian.
Dalam keramaian pun, pd hakikatnya kita bercakap dgn diri kita sendiri. Berkata dlm hati sendiri, mempersepsi kehidupan secara sendirian, memutuskan sendiri dan kelak mati pun kita bakal sendiri, dan mempertanggung jawabkan kehidupan kita sendiri.
Selamat datang di dunia kesendirian...!