Inilah sosok wali legendaris penyebar Islam sebelum Walisongo. Di mana makamnya yang asli.?

Inilah Sosok Wali Legendaris Penyebar Islam Sebelum Walisongo. Di Mana Makamnya yang Asli?

Suryana Sudrajat
Author

Makam Maulana Jamaluddin Kubro di Wajo; Referensi pihak ketiga
Jamaluddin Kubro atau Jamaluddin Husain Akbar aau Jamaluddin Husain Bugis adalah ulama dan wali legendaris yang menyebarkan Islam di Sulawesi. Ia dan saudara-saudaranya tersebut tiba di Sulawesi pada paruh pertama abad ke-14. Sebelumnya ia singgah di Aceh dan Surabaya sebelum melanjutkan perjalanannya ke Sulawesi Selatan. Di sana, ia memilih Tosora, Wajo sebagai tempat tinggalnya hingga wafat. Silsilahnya bersambung pada Ahmad al-Muhajir, keturunan Nabi yang kali pertama hijrah ke Yaman.

Ia dilahirkan di Kota Agra India. Ia hidup dalam kemewahan, karena ayahnya, Sayid Ahmad Jalaluddin Syah adalah Gubernur Agra di bawah pemerintahan Kesultanan Mughal yang berpusat di New Delhi. Sejak umur belasan tahun, ia banyak mengembara ke pelosok India, seperti ke Syaharanfur, Karachi, dan Nizamuddin untuk belajar hadis dan tasawuf. Ia juga sering mendapatkan ilmu langsung dari Allah SWT, ilmu laduni.

Jamaluddin menerima jabatan Gubernur Haidarabad di usia 25 tahun. Ia menerapkan prinsip Islam dalam memimpin pemerintahan dan menjadikan Khulafaur Rasyidin sebagai referensi kepemimpinannya. Beberapa tahun di bawah pemerintahan Husain al-Akbar, Haidarabad termasyhur sebagai pusat perdagangan. Selama menjadi gubernur, ia beberapa kali ditawari jabatan panglima perang untuk menentang pemberontakan Kerajaan Hindu India.

Ketika berumur 30 tahun, Husain Akbar melaksanakan Ibadah Haji di Makkah dan berziarah ke Madinah. Husain al-Akbar “mendapat pesan” dari Nabi Muhammad SAW di Madinah untuk meninggalkan jabatannya sebagai gubernur dan berdakwah ke Timur. Pulang dari Mekah, ia tidak langsung ke Haidarabad, tetapi singgah di Mughal untuk menziarahi kakeknya, Sayid Abdullah Amir Azmat Khan, sekaligus bertemu dengan beberapa saudara sepupunya. Pada saat itulah, ia dan keenam sepupunya bersepakat untuk melaksanakan dakwah ke Timur dan menjadikan Kepulauan Nusantara sebagai wilayah sasaran dakwahnya.

Mereka dikenal dengan sebutan “Wali Tujuh dengan Perancangan Islam di Timur.” Setelah tiba di Nusantara, mereka berpencar di beberapa kepulauan. Sayid Jamaluddin Husain al-Akbar bersama beberapa saudaranya memilih Kerajaan Langkasuka, meliputi Champa (Indocina, Kamboja sekarang) hingga Kepulauan Mindanao di Filipina.
b9733829812b4bbd41597d5651ee5c82.jpg

Ping-puing masjid peningalan maulana Jamaluddin Kubro; Referensi pihak ketiga
Ia tidak hanya berdakwah kepada masyarakat umum, tetapi juga kepada raja-raja. Ia diminta oleh Raja Sang Tawal (Sultan Baqi Syah/Sultan Baqiuddin Syah), Sultan Kelantan untuk tinggal di istana dan menjadi penasehat kerajaan. Ia dikawinkan dengan dua orang puteri dari Kelantan yaitu Puteri Linang Cahaya, Putri Raja Sang Tawal dan Puteri Selindung Bulan (Putri Saadong II), serta seorang Putri Diraja Champa yang bernama Putri Ramawati dan seorang Putri Diraja Johor. Puteri Ramawati (Champa), isteri keduanya dan Putri Selindung Bulan (Kelantan Tua), isteri ketiga ini adalah saudara sebapak yang dikawini olehnya setelah kematian isterinya yang kedua.

Dari Indocina inilah ia kemudian meneruskan dakwahnya ke wilayah selatan. Yakni ke Aceh, Jawa. Setelah beberapa lama menatap di Jawa, ia melanjutkan dakwahnya ke Timur dan akhirnya menetap dan wafat di Sulawesi pada tahun 1415. Ia dimakamkan di depan puing-puing masjid yang dulu dibangunnya, di Jalan Masjid Tua, Tosora, Manjeuleng, Wajo, Sulawesi Selatan. Selain yang di Wajo, makam Maulana Jamaluddin Kubro juga terdaat di Trowulan, Mojokerto. Namun menurut Martin van Bruinessen makamnya yang asli adalah yang di Wajo itu.
798444b1b703dea51f1ef9aa445236ac.jpg

Makam Syekh Jamaluddin Kubro di Mojokerto; Referensi pihak ketiga
Anak Jamaluddin Husain Akbar antara lain Maulana Malik Ibrahim, Ibrahim Asmoro, Ali Nur Alam, Siti Aisyah, Berkat Nurul Alam, dan Syarif Muhammad Kebungsuan atau Sayyid Husain. Maulana Malik Ibrahim memiliki putri bernama Syarifah Sarah yang kemudian dinikahi oleh Maulana Ali Murtadha bin Ibrahim Asmoro. Hasil perkawinan putra kedua bersaudara itu melahirkan Sunan Kudus. Pamannya, Sunan Ampel adalah juga putra dari Ibrahim Asmoro, yang kemudian melahirkan Sunan Bonag dan Sunan Drajat.
34c373e9e8bd8b0ab2ce1fc17e969cfb.jpg
Adapun Syarif Hidayatullah dan Sutan Babullah Raja Maluku penguasa kawasan Timur juga keturunan Jamaluddin Akbar yang merupakan putra Abdullah Umdatuddin bin Ali Nur Alam. Sedangkan dari silsilah Ali Nurul Alam lahir para petinggi pemerintahan, ulama, dan pendakwah di Fatani. Satu lagi cucunya, yaitu Abdul Gafur bin Barakat Nurul Alam, yang menjadi adipati di Kerajaan Wani, Papua (sekarang Bintuni, Fak-Fak). Keturunanannya sekarang adalah marga Bau yang banyak memegang peranan dalam kehidupan beragama di Papua Barat. Alhasil, penyebaran Islam di Nusantara tidak bisa dipisahkan dari aktivis dakwah Ibrahim Kubro dan anak turunnya.

Sumber: Tharick Chehab, Asal Usul Para Wali, Susuhanan, Sultan di Indonesia (1975); Muhammad Hasan Idrus. Penyebar Islam di Asia Tenggara (1996).

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now