Aku Bukan Qais, Dia Bukan Laila, Aku dan Dia Hanya …

28 tahun silam, di desa yang jauh dari kebisingan, Tuhan menitipkan bayi mungil indah dan menawan pada sebuah keluarga sakinah, mawaddah warahmah. Isak tangis bahagia diiringi desahan nafas tak beratur sang ibu terangkai indah membentuk tangga nada kasih sayang. Butiran peluh, hasil aduh seorang ibu, seketika berganti teduh kala mendengar tangisan tamu yang ditunggu. Aku berani bersumpah, saat itu dialah bayi laki-laki terindah yang dimiliki keluarga yang tidak ingin disebutkan identitasnya demi alasan keamanan. “Inilah anugrah Tuhan terindah yang pernah kumiliki dan harus selalu kujaga dan kusyukuri” Gumam ibu bayi sebagaimana dilansir salah seorang warga setempat. Saat ditanya apa nama yang pantas untuk bayinya, dengan tersipu, namun tanpa ragu, si ibu menjawab “Iromi Ilham”.

Bukan tanpa rasa, bukan tiada lelah, bukan pula bermaksud pasrah, perjalanan hidup puluhan tahun silam telah mengantarkanku pada usia yang belum layak disebut tua. Saat bagi sebagian yang lain sulit “merasa”, namun pandai “meraba”, terbukti saat kata-kata setengah menipu keluar dari mulut mungil mereka, “Ngak terasa ya... Kita udah ...”, namun aku masih dikaruniai Tuhan sebuah perasaan. Memang, inilah dilema hidup di zaman ‘perasaan’ sudah menjadi barang langka. Syukur, aku masih mampu merasa, bisa jadi bersebab perasaan yang bersemayam di jiwa ini masih sangat sempurna, meski tidak sesempurna perasaanmu.

(
Rasa Tak Bisa Bohong


Tiga tahun sebelum tulisan ini dilaunching, tetiba HandPhone yang tidak ada lagi cinta untuknya bergetar. Dari seberang sana, tanpa basa-basi, apalagi ngajak happy-happy, terdengar suara lembut, namun sarat ketegasan:

“Berjuanglah mencapai sederetan impian yang pernah kau tulis. Jangan pernah lupa, dalam sederetan impian indah itu, terdapat impian orang tua yang juga sama dengan apa yang pernah kau impikan. Ingatkah kau manakala memohon izin dan restu dari Mak untuk berangkat ke kota guna melanjutkan studi di perguruan tinggi???. Mak hanya berharap agar anaknya kelak menjadi sarjana yang ditelurkan melalui doa dan munajatnya di atas sajadah panjang saban malam. Kini, cita itu telah kau raih. Satu lagi, Mak hanya ingin kau memberikan cucu lucu dari rahim perempuan santun berperilaku”… Aku terdiam sejenak dan hanya mampu berkata lirih “Cita-cita dan harapan kita memang selalu sama Mak…"


Sejak pembicaraan bersejarah itu terjadi, aku pernah berjanji pada diri sendiri. “Mak... Suatu saat, akan kutunjukkan pada dunia bahwa aku akan menjadi Iromi Terhebat, bila dibandingkan dengan Iromi manapun di desa kita.... Sabarlah!!! Semua akan ada masanya. Suatu saat, aku akan menjadi seorang Iromi yang Extra, yang kualitas kerjanya jauh lebih extra dari cara kerja IREX, yang katanya mampu memecahkan ‘kebuntuan’ rumah tangga pengantin lama. Katanya juga, IREX akan menjadi hal paling romantis saat dikemas sebagai Kado ulang tahun mama”.

Kini, cita-cita itu terwujud. Di saat hidupku berada di tahun ke-28, aku sudah memberikan ibu seorang cucu bernama Nyak Buleuen, juga seorang menantu santun berperilaku. Mohon do’a, agar kelak Tuhan memberikan kesempatan untuk menambah lebih cucu dan (bukan) menantu…

Abu ngeun Ummi Buleuen.jpg
Abu ngeun Ummi Buleuen

Kesimpulan (tidak) penting dari kisah (tidak) inspiratif di atas adalah “Aku bukan Qais, Aku hanya Iromi; Dia bukan Laila, Dia hanya Yurika; Aku dan Dia hanya Abu dan Ummi dari Gadis Cilik bernama Nyak Buleuen dan saat ini kami menetap di Banda Aceh”.

Hajjah Buleuen.jpg
Hajjah Buleuen

Salam kenal untuk semuanya dari newbie dalam dunia steemit … 

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now