Di sini kabut dan kerinduan saling bergenggaman. Mata dan hati berayun pelan. Alam yang asri menjadi tari Saman, pesona danau nan teduh adalah Didong yang berdendang, dan kecipak angin menenangkan bak kain Kerawang.
Di sini, di Danau Lut Tawar, arungan peradaban bermula. Mengenang Homo Sapiens tertua Sumatera. Tempat ungkit pengetahuan, teknologi, dan budaya. Daya seni memukau para legenda.
Inilah Gayo tanah pusaka. Tempat janji dan sastra diuarkan. Lakab bahasa menjadi pualam. Dari puisi dan prosa berwajah malam, hingga tari Guel bersyair gemah lemah gurindam. Gabungan gerak, drama, dan sastra alunan.
Inilah Tekengon bumi termasyur sejak lama. Rentetan bukit dan rimbunan berundak-undak. Curamnya tebing dan ngarai tak berjarak. Harapan hidup dan mati tak tertolak. Tertunduk syahdu, getar shalawat terus berserak.
Inilah alam dengan aroma kopi. Yang ditanam dengan suara barzanji. Meskipun banyak sudah tumbuh industri, tak membuat olahan mak reje menjadi mati.
Rindu pada alam ini pasti akan mengalirkan lebih banyak puisi dengan balutan diksi yang tak terperi. Aku selalu ingin menjadi saksi, akan tanah Gayo yang penuh misteri. Dari ceruk Mendale, Putri Pukes hingga Pantan Terong yang membikin ngeri.
Tapi tak sehasta pun aku merasa bosan. Karena masyarakatnya ramah-ramah nian. Acara inisiasi kami pun bisa berjalan. Tidak semua impian manis terparutkan karena rencana sedikit berantakan.
Namun angin dan sejukmu akan selalu membuat rindu untuk kembali
Kala Bintang, Aceh Tengah, 7 Mei 2018