Dramaturgi Setya Novanto

Apa yang kita lihat dari kasus Setya Novanto (Setnov) betul-betul membuat getir hati, geregetan, dan marah.

IMG_20171116_200310.jpg

Marah karena kasus mega korupsi E-KTP yang merugikan negara Rp. 2,3 triliun ini telah cukup berlarut-larut. Perkembangan kasusnya telah berlabuh jauh. KPK telah memeriksa ratusan orang sebagai saksi. Dalam pemberitaan Kompas, 9 Maret 2017, ada 51 anggota Komisi II DPR RI menerima suap proyek dengan total anggaran Rp. 5,9 triliun. Dari daftar anggaran dan orang-orang yang menerima betul-betul membuat urut dada dan kaki karena keram. Bahkan anggota DPR, Miryam S. Haryani yang telah divonis 5 tahun hanya menerima "uang kecil saja" (USD 23.000) jika dibandingkan para pembesar lain yang menerima 167.000 hingga 1.000.000 USD.

Ini bukan proyek yang main-main. Hampir semua anggota parlemen dari pelbagai partai politik menerima cipratan proyek yang menyebabkan kita saat ini tidak perlu lagi mengganti KTP elektronik yang telah expired. Ironisnya, saksi kunci yang konon memiliki rekaman semua perbincangan suap, Johannes Marliem, pada 11 Agustus 2017, mati misterius di Amerika Serikat. Kuat dugaaan kematian ini untuk memutus rantai bukti yang menjerat Novanto dkk. Meninggalnya saksi kunci ini dianggap bisa menyurutkan penyidikan para tersangka.

IMG_20171116_200357.jpg

Ternyata tidak. KPK bergerak cepat dengan menetapkan Setnov sebagai tersangka. Namun "sang belut" yang pernah terlibat beberapa kasus korupsi besar ini terus lolos. Pada tahun 1999 ia terlibat kasus hak tagih Bank Bali sebesar Rp. 905 miliar dan ujungnya kasus ini dihentikan pada tahun 2003. Demikian pula kasus penyeludupan beras yang merugikan negara Rp. 122,5 miliar pada 2003. Kasus itu hanya diperiksa sekali oleh Kejaksaan dan kemudian menguap.

IMG_20171116_200427.jpg

Terakhir, kasus pencatutan nama Presiden dalam perpanjangan kontrak PT. Freeport yang kemudian dikenal sebagai film dokudrama "Papa Minta Saham". Lagi-lagi kasus yang dilaporkan Sudirman Said itu malah membuat Setnov makin kuat bagai mutan berlumur limbah. Sang pelapor malah terpental dari kabinet dan Setnov kembali dipulihkan kekuasaannya hingga kembali menjadi ketua DPR R.I.

IMG_20171116_222848.jpg

Untuk kasus E-KTP, lagi-lagi Setnov menunjukkan kedigdayaannya bagai tokoh hero Gundala. Ia dengan sigap menjalankan kartu truf praperadilan. Ketika KPK ingin menahan sosok yang berwajah dingin dan murah senyum ini, ia berakting sakit: komplikasi jantung, darah tinggi, diabetes, sakit ginjal, dan semua yang berhubungan dengan internis. Ajaib, setelah putusan peradilan memenangkan gugatannya, ia langsung sehat dan kembali bekerja. Semua penyakit berat itu hilang seketika.

IMG-20171116-WA0117.jpg

KPK tidak hilang akal. Keluarnya Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru membuat Setnov bekerja lebih keras. Dengan anjuran orang seperti pengacaranya Fredrich Yunadi, ia kembali melakukan penolakan pemeriksaan kecuali ada izin dari Presiden. Tentu dasar ini sumir menurut pengamat hukum karena kasus yang menimpa Setnov adalah kasus tercela: korupsi terang-benderang dengan puluhan saksi yang menunjuk hidung dan kepala ketua DPR R.I itu. Penolakan hingga tiga kali menyebabkan KPK mengeluarkan surat penangkapan paksa. Namun surat yang bersifat rahasia ini menurut komisioner KPK, Saut Situmorang, bocor ke Setnov. Bayangkan, tangan, mata, dan telinga Setnov bisa tembus hingga surat rahasia KPK.

IMG-20171116-WA0139.jpg

Lagi-lagi, menjelang penangkapan yang dilakukan pada 15 November, ia keluar dari rumahnya dan lolos lagi beberapa menit sebelum pengeledahan. KPK kalah cepat akal dan siasat dibandingkan Setnov.

Namun kasus pelarian Setnov melahirkan kemarahan publik ditambah rasa getir. Di media sosial muncul pelbagai komentar yang menyayangkan pelarian Setnov bagai perampok kambuhan. Situasi ini tentu diketahui oleh Setnov dan timnya. Siasat baru harus ada. Publik tidak tahan dengan akting antagonis ini.

IMG-20171116-WA0163.jpg

Ia merancang skenario baru yang belum terpikir sebelumnya: kecelakaan di jalan hingga ada alasan masuk kembali rumah sakit. Ketika membaca kecelakaan dan melihat bagaimana sang pengacara memberikan konferensi pers, bahwa ini lagi-lagi orkestra yang dibuat Setnov sebagai pentas pertunjukan politiknya. Dia sutradara, penulis naskah skenario, dan juga pemeran. Bahkan ada netizen memberikan kesaksian di Kompas TV bahwa pagi hari sebelum kecelakaan sudah ada booking satu lantai di RS Permata Hijau. Nah lho?

Tujuannya tak lain menunggu putusan Mahkamah Konstitusi tentang keabsahan Pansus KPK. Jika MK mengeluarkan surat sah, maka dipastikan KPK akan kembali dijadikan sangsak oleh DPR. Kita tahu upaya pelemahan KPK ini bukan dengan tanpa modal. Dalam kasus praperadilan yang lalu saja, ada ratusan miliar rupiah success fee yang digunakan sebagai pelicin dan pelancar.

Apa pelajaran bagi kita sebagai publik? Suasana politik berbau amis ini harus segera dijauhkan. Bau busuknya menyegat otak rakyat. Saatnya kita harus giat memilih politikus baik menggantikan politikus busuk yang tiba-tiba meningkat kejeniusannya dalam merayapkan kelicikan merampok uang negara dan memanipulasi kekuasaan untuk kepentingan pragmatis pribadi dan kaumnya.

IMG-20171116-WA0133.jpg

Ah, kalah sudah Johny Depp dan Ryan Gosling jika terus meningkat begini kemampuan dramaturgi politikus kita dalam bermain peran.

16 November 2017

TKFUN.gif

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now