Steemlaturahmi; Revolusi Itu Gampang!

Saat memulai investiganjen mengenai peretasan jalan mengejar atensi para steemian, aku menemukan semacam tradisi bertamu ke blog steemit untuk berkomentar, berbagi upvote meski ‘engkol-kosong’ atau merujuk pada terminology Tu-ngang Iskandar ”…upvote walaupun dengan kekuatan kentut semata…”. Mungkin bisa juga kita sebut ‘Selemah-lemah steemian’.

Namun, setelah kupikir panjang x lebar x tinggi, justru disitulah kekuatan seorang steemian menjalani revolusi bersosial media. Kesediaan bertamu, menyimak dan menjadi pemirsa karya serta meluangkan pemikiran untuk memberi komentar konstruktif atau sekedarnya. Menjadi revolusioner di platform steemit ternyata tak sukar.

Nah… sebagai pemirsa karya kawan-kawan, aku kerap menemukan kesulitan saat mengingat akun siapa yang akan, belum dan sudah kukunjungi. Persoalan sistematika ingatan yang sudah teraduk dengan segala macam peristiwa, kenangan, informasi dan pengetahuan sungguh menjadi tantangan tersendiri. Akhirnya… terpandanglah menu followers dan following yang ada di tampilan profil.

Steemlaturahmi1.jpg

Bermodal secuil pengetahuan bahwa menu Bookmark menyediakan pilihan membuat Folder, kuseretlah satu demi satu nama-nama yang ada di bagian Follower. Pegal di bahu akibat mouse yang sedang rusak membuatku memutuskan berhenti saat menuntaskan ‘penyeretan’ kawan-kawan di akun Follower. Besok, atau entah kapan lagi akan kulanjutkan dengan menyeret link akun di bagian Following. Setidaknya sudah seminggu ini aku lebih mudah menyambangi para steemian yang ada dalam daftar Bookmark. Asyiknya lagi, menu sub-folder juga tersedia; jadi lebih gampang memilah steemian berdasarkan kesatuan kolektif-administratif masing-masing.

Steemlaturahmi2.jpg

Kuberi nama Folder Bookmark tersebut Steemlaturahmi. Pengobat lupa sekaligus daftar kunjungan yang membantuku menyambangi karya para steemian selain fitur Feed. Isi Folder Bookmark juga bisa diatur lewat menu Bookmark Manager. Bisa diimpor ke browser lain pula.

Setor muka, ‘isi absen’, atau sekedar singgah memberi komentar yang mungkin terkesan biasa-biasa saja. Serupa dengan aktivitas harian mengunjungi tetangga untuk sekedar pinjam korek, minta sebatang rokok atau berbagi kisah membahas berita di televisi. Suatu ketika, aku pernah berkunjung ke sebuah lapak pertemuan, tempat aku biasa berkumpul dengan kawan-kawan. Cuma Fitrah yang ada di situ.

Sebagai ilustrasi, hingga hari ini lapak steemit-nya belum mendapat ‘IMB’ dari otoritas terkait di steemit.com sana.

“Azir mana, Fit?” tanyaku usai mengucap salam.
Nggak tau aku, Bang… akupun baru nyampekini,” jawabnya.
“Ada perlu apa sama si Azir, Bang?” balasnya balik bertanya.
“Nggak ada perlu apa-apa… menanyakan kawan itu, ‘kan nggak mesti karena ada perlu aja,” ujarku. “Kalaupun dia ada di sini mungkin aku nggak akan ngomongin apa-apa, asal tau kawan masih hidup aja udah senang kali aku,” paparku.

“Iya, ya… Bang… paling-paling kalau semua udah di sini, masing-masing sibuk phubbing dengan HP-nya, nggak ngobrol. Tapi kalau nggak ada koq rasanya ada yang kurang, ya?!” ujarnya mengamini dengan sisa logat Jakarte yang masih tersisa beberapa miligram di lidahnya.

Seperti itu saja langkah revolusi di media sosial yang katanya revolusioner ini. Singgah ke rumah tetangga, tanyakan kabar, dengarkan cerita sehari-hari atau sekedar membahas penghuni Babak Perempat Final Liga Champions tahun ini. Jangan sampai tetangga menanyakan kita pada tetangga lainnya, padahal setiap hari kita melintasi jalan di depan rumahnya...

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now