Kemerut di Wajah SBD dalam Kemelut Sehampar Pantun

Beberapa waktu lalu seseorang yang sudah kulupa menambahkan aku sebagai warganya. Setelah scroll sejenak terlihatlah sebingkai foto diriku di bawah ini. Sungguh mata sudah terlalu berat untuk kubuka. Kelat terasa pelupuk netra. Senyumpun tergaris sekenanya saja. Berhias garis kemerut SBD (Sisa Begadang di Danau) bersama Mahlizar Safdi dan seseorang yang sungguh enggan disebut namanya. Untuk menghindar dari angkara-murkanya, baiklah tak kusebut samasekali ia yang kita sebut saja You Know Who itu. Tak perlu sibuk mengusut keterkaitan Tanoh Gayo dengan deretan sekuel Harry Potter. Sepakat sajalah…

Tepi Danau.jpg
Photo by Kemal

Foto itu bertuliskan: Sang Diyus, yihaaaa… ksatria bergitar dari Tanah Gayo… Gaspol malam yang dingin hahahahaha... CC Bang @Bewe n @MahlizarSafdi.

“Pemilik seribu mantra,” ujar Bang Risman.

Mira Mayra merespon dengan bertanya ,”Bang Diyus ini orang cempala bukan??? Temannya T Faisal dan Nova Marlina??? Numpang nanya, ya…” cecarnya. Aku entah sedang berada saat itu. Kemal13 mencoba menggedor, “Hahaha, cc Bang Diyus…”
Bewe hadir dengan kecentilan yang anggun dengan mengutip pernyataan Bang Risman:

Bang Risman:”Pemilik 1000 mantra”
Bewe: “Sejurus kalimat sakti peluruh jiwa”

Mahlizar tak mau ketinggalan sebab telah dicukeh Kemal13. “Google berjalan yang menolak menyanyikan lagu Wali dan Kangen Band, hahaha… alahai @sangdiyus,” ujarnya.

Mahlizar Safdi Merespon Bang Risman soal 1000 mantra, “Google berjalan,” katanya.
Aku merespon Mira: Benar, teman T Faisal MG dan Nova Marlina. Tapi bukan orang Cempala, aku anggota Mapala Hukum Unsyiah.

Kulanjutkan dengan merespon foto Kamal 13, “Enak aja… bukan aku satria bergitarnya. Malam itu gitarnya hampir hamil akibat kelamaan dalam dekap Kemal,” ujarku mengklarifikasi.

Tak lupa kurespon Bewe, “Mantra udah nggak mempan lagi Ini zaman javascript, Wak…” responku bersambut celetukan Akbar, “Aku bagian ketawa-ketawa malam itu” berhias emoticon tertawa. “Enak kali bisa ketawa pre…” balasku.

Bewe muncul merespon balasanku soal mantra, “Dan sejurus kemudian Telepati itu bernama Javascript?” bersambut tawa Kemal13. Akupun merespon dengan tawa juga.

“Aku sumbang lirik juga,” imbuh Akbar menunjukkan kontribusinya. Mahlizar tak mampu menahan tawa di ujung jempolnya.

“Dan aku menikmati jalannya silaturahmi kalian,” sela Bewe. Aku merasakan kegetiran akibat tak bisa hadir dalam pesannya. Agar ia tak larut dalam pilu, kujawab, “Aku menikmati jalannya orang yang sedang menikmati jalannya silaturahmi orang yang sedang bersilaturahmi…” upaya yang berbalas emoticon bersalaman dari Bewe.

“Jreeeng… #IwanFals gondrong nyanyi,” sela Kemal13. “Musiknya Iwan Fals, lagunya Doraemon,” tukas Akbar. ”OoooooMeeeeeennnnnn…” ujar Bewe histeris.

Hahahahahaha… Kemarin Bang Diyus nyanyi Iwan Fals, kami semua diam, kata Kemal13. “Diam sambil tutup kuping, ‘kan…” balasku.

“Aku tak banyak tau tentang dia, tapi saat Sang Diyus bernyanyi, alunannya menggugah jiwa yang sepi, menghangatkan dinginnya Kota Tinggi,” papar Bewe terdengar lebay. Kemal ngakak. “Jangan lebay, Ngon,” ujarku merespon ungkapan Bewe.

Tiba-Tiba masuklah sebuah pesan japri. Isinya menghendaki jawaban lebih dariku. Kuresponlah permintaan tersebut dengan pantun berikut:

Nyanyikan rindu di kala sunyi
Berharap memikat Sang Dara anggun
Manalah pintar awak bernyanyi
Semua yang dengar meminta ampun

“Yes… yes… yeeesss… ini yang aku tunggu,”. Bukan postingan sebelumnya, samasekali tak mencerminkan Sang Diyus yang kukenal,” celoteh Bewe.

Tiba-Tiba Ali Murtaza masuk, mengomentari foto, “Saleum dari lon, neupeugah…” ujarnya mengomentari langsung postingan Kemal13. “Nyoe ureung jih, Bang Ali,” jawab Kemal13. Ali masuk lagi mengomentari pernyataan Bang Risman tentang 1000 mantra, “Pemilik 1000 mantra seniornya lagi, Pak… si Gembel.”
“Neupeugah bak gobnyan, lon saket ulee baca tulisan gobnyan,” tambah Ali menanggapi Kemal13.
Kemal13 kembali membalas, “Pokoknya HP jangan basah, Bang Diyus…” ujarnya. “Nggak basah, cuma berembun aja sikit,” jawabku. Kutambah sebait lagi.

Sukar meringkus si kuda binal
Tangkap dan tambat di masa paceklik
sesedikit apapun Diyus kau kenal
Usah ungkapkan di depan publik

Bewe cuma menjawab cengiran emoticon. Kesal juga melihatnya, tapi kesal harus menjelma pantun:

Nyalakan suluh jadi penuntun
Dalam gelap jadikan panduan
Pening dan lelah aku berpantun
Cuma kau jawab dengan cengiran

Lama kutunggu jawabnya, kucampak sebait lagi:

Petro Dollar gelar Lhokseumawe
Pantainya tempat memancing ikan
Kemana sudah lari si Bewe
Awak berpantun, ia tinggalkan

Bewe panik. “Batu woi bantuiiinnn... Alva Akbar Purba dll mana? #Poetry” ia mengundurkan diri sambil mengirim emoticon berlari.

Jangan cuma makan kuini
Alamat badan bakalan ceking
Macam manalah kawanku ini
Balas pantunpun menyewa backing

Bewe, tak berdaya. Ia mengirim emoticon menggigit termometer. Aku tak hendak berhenti menuntut balasan pantu padanya. Kupantik sebait lagi:
Saat lapar bukalah sangku
Jangan coba menenteng ember
Sedih-pilu kulihat kawanku
Berpura demam, gigit termometer

Kemal13 mencoba melempar sebait pantun pelit karena Cuma berisi 1 larik (2 kata) dalam sebaris:
Kuatkan saku,
Rebahkan bahu,
Jangan di Pacu,
Kamu itu lugu

Bewe nongol lagi sejenak merespon pantun pelit Kemal13:
Buah duku
Luccu!

Kubalas sekodek untuknya:

Singgah ke Seulawah membeli tape
Tawarlah saat pembeli sunyi
Pak Ketua enak bisa ketawa pre
Si Bewe bingung cari tempat sembunyi

Gonta-ganti nomor aja, qe,” ujar Ali.
Kubalas:

Duduk di warkop memesan SP
Sebab menipis isi tabungan
Lebih elok suka berganti HP
Ketimbang hobby ganti pasangan

Ditingkahi oleh Kemal yang mencoba berpantun lagi, semakin progresif saja beliauw:

Bang Bewe lari bawa panci
Kemana lari sudah kuturi
Hendaklah tape bisa kucuri
ketawapun sambil berlari

Kubalas lagi:

Di Aceh Biawak dipanggil meuruwa
hiperbola disebut lebay
Gigih sungguh upaya Pak Ketua
Kalau di kampungku disebut Nice try

Kemal13 makin genit dan menawan. Mengerikan sungguh ia punya peningkatan.
Naskah cerita sama dengan khayalan
Beranjak pergi dari haluan
Syarat juang jadi patokan
Apakah Abang dari Bangsawan?

Kubalas pantun ini dengan:

Indah-elok paras perawan
Lekat kutatap berbingkai langkan
Manalah aku golongan bangsawan
Potongan tak cocok, tampangpun bukan

Ali merespon:
Tak pintarnya awak merangkai kata
Karena kata bukanlah bunga
kau di sana apa kabarnya
Jarang 'kali bertegur-sapa

Bewe kembali timbul dari hilangnya, mencoba melempar frasa berima:
Buah semangka
Enggak nyangka

Aku membalas pantun Ali untuk menguntit Bewe:
Sungguh bunga bukanlah kata
Namun bahasa para pecinta
Kabarku di sini sehat-sentosa
S'moga demikianpun engkau di sana

Ali membalas lagi:
Kata cinta janganlah diolok
Karena dia bahasa jiwa
Disini kau juga ada ditanya Lolok
Dan dibilang semoga kau di sana tak sakit jiwa

Kubalas sekali lagi:

Tangan lemah jangan menjolok
Buah tak jatuh, malah bahaya
Jangan pernah melawan Lolok
Kebenaranpun takut padanya

Alva
Nyaaannn beuh!!!
Katroh master pantun, hana pat lawan!!!
Beuretusss kali nyo,” ujar Alva. “Suah ta meuguree ngen Bang Diyus kali nyoe, tambahnya lagi. Kujawablah sebait untuk mengajaknya menghias arena:

Naik Inova ke Kampung Tanjung
Membawa kekasih membeli tomat
Janganlah Alva terlalu menyanjung
Niat berguru salah alamat

Ka ilap si Diyus... sang efek kopi Thailand segohlom bertolak ke Costa Rica baroe...” ujar Ali dengan emoticon ketawa. Kujawab Ali.

Thailand dahulu disebut Siam
Costa Rica tak punya tentara
Bukan akibat kopi pantun dan gurindam
Tapi jempolku tengah membara

Kemal:
Hahahahahaha...
Ampooonnn...

Kemal:
Talo lon…, ujar Kemal. Ali cuma menjawab dengan emoticon tertawa.

“Nyan Bang Diyus geu ketik sira geukhem bak sagoe kursi,” ujar celetuk Akbar. Kucoba memancingnya agar meramaikan gelanggang:
Lam sembahyang na rukon rukuk
Lam pajoh bu mangat na krupuk
Jak keunoe rakan piyoh sajan duk
Neusurah panton barang meusineuk

Kucoba menarik Akbar ke gelanggang sekali lagi:
Ta racek ranub peurlee rampagoe
'Oh mangat pleuh pineung bukon boh janeng
Lagee ureung pungoe kukhem bak sagoe
Peulalee ulee nyang teungoh reuneng

“Hahahahahahaha...” Akbar menyumbang tawa lagi. “Lon kupeugot panton hanjeutjeut dari beunoe…” ujarnya jujur.

Kucoba meyakinkan Akbar untuk turut serta:

Suara Rika beralun santun
Sebab hati tiada membenci
Jika niat merangkai pantun
bunyi dua larik akhir adalah kunci

Nyalakan suluh dan lampu minyak
Di bawah rembulan kurentak tambur
S'moga pantunku tak bikin semak
Sekedar berniat ingin menghibur

Alva kembali:

Di tepi sungai ada buaya
hendak memangsa si anak kambing
Pantun kakanda memang luar biasa
Membuat saya sampai teugeureuhing

“Hahahahahaha.... dari tadi nungguin si Alva jawab apa,” ujar Han Hun.
“Maaf sudah bikin lama menunggu, maklum ban jaga teungeut,” jawab Alva.

Kocoba lagi merespon Alva dengan 2 bait:

Kambing panik tiada berdaya
Sebab tertambat di tubir tebing
Aku yang pernah jadi buaya
Langsung ngiler membayangkan kambing

Teugeureuhing bujang di tepi perigi
Menatap bayang di permukaan air
Jangan sampai kesadaran pergi
Tertawa sendiri, tandanya hampir

Alva:

Cuaca terik kian menyengat
Saat memancing di tepi kali
Nasihat kakanda akan selalu kuingat
Selepas maghrib kita berpantun kembali

Warning dari Alva sungguh keren, warning waktu shalat maghrib. Aku mencoba membalas:

Melambai nyiur ditiup bayu
Semasih laut mengandung ikan
Alahay benar sungguh nasehat itu
Terimakasih sudah mengingatkan

“Suasana grup ini berbeda yaaa... soren ini, berbalas pantun. Hahahaha...” ujar Fardelyn

Bang Risman masuk menyela:
“Diyus telat kali jawab kuis, padahal bisa juara,” ujarnya menyayangkan keterlambatanku mengikuti kuis soal lumut di blog-nya. Kucoba menghibur dengan mengulurkan pantun sebait:
Tidak kutunda mencari cara
menanti nasehat bijak ulama
Bukanlah adinda mengincar juara
Menyambangi kakanda, lebih utama

Bang Risman membalas dengan pantun pula:
Datang ke Gayo singgah di danau
Melihat nelayan memancing ikan
Jika kau hanya menyapa
Manalah bisa kuberi hasil pancingan

Aku mencoba merancang jawaban yang menunjukkan ‘ketamakan’ terbayanglah hasil pancingan nelayan dengan hasil panen keramba:

Mendengar desau bayu di langkan
Elok rentak penari Samba
Jangan risau tak membagi pancingan
Kutunggu Abang panen keramba

Bang Risman merespon dengan emoticon tertawa.
Han Hun masuk, “Bang Diyus, pantunnya dibikin postingan aja, buat kenang-kenangan,” ujarnya.
“Ndak berani dia,” ujar Bang Risman antara memprovokasiku sekaligus mendukung Han Hun.
“Berani,” jawab Han Hun.

Aku sempat berpikir kedua orang keren ini tengah bersepakat memprovokasiku diam-diam. Tak apalah… kuhadiahi Han Hun sebait:

Elok subuh karena adzan
Sayang kantuk kerap menggoda
Elok sungguh rekan bersaran
Menolaknya serasa berdosa

Bang Risma masuk lagi:

Di tepi pantai Diyus duduk bersila
Seorang cewek berfoto ria
Diam-diam membidik kamera
Memotret Diyus pertanda cinta

Luarbiasa, ada pantauan mendalam yang tak ditangkap peserta lain, peristiwa yang dijadikan Bang Risman sebagai pantun:

Bahaya sungguh si lahan gambut
Menyimpan bara, lelehkan pelangkin
Jika cuma cintanya yang kusambut
’Gimana nasib gadis-gadis lain
***Eeeaaakkk...

Hahahahahaha
“ Sabe sabe bab cinta eaaa…” ujar Han Hun…
Kucoba mengajaknya untuk memahami betapa berlimpah cinta dalam ungkapan Bang Risman, entah Han Hun bosan, minder ataupun kagum dengan Atok:
Senang hati duduk di taman
Bernaung teduh bayang sang awan
Jangan perolok saran Bang Risman
Di ranah cinta, ia berjuluk Begawan

“ Toke depik,” celetuk Kemal13 tanpa juntrungan. Aku gagal menangkap maksudnya. Teringat lagi imbauan dari Alva, kucoba meminta jeda:

Pohon sikundur tiada berminyak
Rubuh ditebang hadirkan hingar
Mohon undur diri sejenak
Sebab Fatiha sudah terdengar

Alva:

Bak sagoe meuria na itek lati
ji teumee teugoem le aneuk meuruwa
Bak saboh malam teuingat Hayati
Rindu lon teuka tapi hana le daya

Sungguh pilu kerinduan Alva terhadap Hayati. Tak bisa kubiarkan, harus ada pantun yang menjauhkan ia dari upaya atau pikiran untuk bunuh diri;
<Itek seulati dikap le meuruwa
Dijak preeh meugreb trep that hana troh
Bek panik wahey rakan lon Alva
Yakin lon dek Hayati meusyen chit keu droeneuh

Akhirnya perkara foto berwajah SBD tuntas oleh kerinduan Alva terhadap Hayati.

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now