"Bang, kenapa kurator Indonesia gak datang ke blog ku? Padahal tulisanku panjang-panjang. Pikirku, aku juga imut dan ganteng yess??"
Begitu chatting seorang dedek-dedek gemesh tadi malam di Whatsapp. Dia menanyakan kenapa kurator Indonesia, Bang @levycore dan Bang @aiqabrago tak pernah singgah ke blognya. Sebut saja namanya Markonah. Dia adalah junior saya di salah satu kelas menulis di Lhokseumawe. Dia laki-laki melankolis. Cepat iba dan memiliki sifat nyaris kayak perempuan. Tapi dia laki-laki. Sekali lagi saya tegaskan dia laki-laki. Lantas kenapa nama samarannya Markonah? Yaudah kita ganti jadi Marko.
Marko ini adalah steemian Indonesia yang baru bergabung di Steemit awal Januari. Reputasinya masih di angka 32. Padahal kalau boleh jujur, dia termasuk salah satu steemian yang rajin ngepost. Sangat rajin bahkan. Tapi ya itu, seperti kebingungannya, sampai sekarang belum ada satu postingannya pun dikunjungi oleh kurator Indonesia. Saya sendiri baru semalam mengetahuinya setelah dia chat di Whatsapp.
Sebenarnya saya pun jarang, bahkan tak pernah datang ke blognya. Bukan sombong atau karena dia masih bereputasi rendah. Selama ini saya tak pernah melihat postingannya muncul di beranda bertagar Indonesia. Dari sini saya mulai menganalisis kenapa kurator tak pernah datang ke blognya. Setelah chatting selesai, saya langsung pergi ke blognya. Saya perhatikan ada beberapa kesalahan fatal yang dia buat sehingga postingannya tidak ditemukan oleh kurator Indonesia.
Pertama, dia tak pernah menggunakan tag Indonesia pada postingannya. Ini kesalahan utama dan paling sakral. Menurut penerawangan saya, Bang @levycore dan Bang @aiqabrago adalah kurator Indonesia. Sekarang mari kita bahas sedikit tentang apa itu kurator. Kita buka KBBI dari google dan muncullah bahwa kurator itu adalah pengawas, atau orang yang diberikan tugas tertentu oleh sebuah otoritas resmi atau tidak, mengikat atau tidak. Nah, Bang @aiqabrago dan Bang @levycore adalah orang yang diberi mandat oleh Steemit untuk melihat dan menilai postingan steemian Indonesia yang tentu saja menggunakan tag Indonesia.
Jika kamu membuat postingan dalam Bahasa Indonesia, panjang pula, bagus dan bernas, namun sayangnya kamu tidak menggunakan tag Indonesia pada postingan tersebut. Maka sudah bisa dipastikan postinganmu tidak akan pernah didatangi oleh kurator Indonesia. Saya melihat inilah kesalahan si Marko tadi. Semua postingannya tak ada yang menggunakan tag Indonesia. Setelah melihat blog nya saya chat begini, "Besok-besok kalau buat postingan di Steemit pakai tag "Indonesia" di posisi pertama, jangan tag "baper". Belum ada kurator untuk konten "baper" di Steemit yesss..."
Kesalahan kedua yang menyebabkan si Marko tak pernah didatangi oleh kurator Indonesia adalah dia tak pernah "memperkenalkan diri" dan ikut nimbrung dalam dunia Steemit. Maksudnya? Si Markonah ini, ehh Marko maksudnya, adalah tipikal orang yang suka nulis tapi enggan mengunjungi blog orang. Kekuatan voting powernya masih 100%, padahal dia sudah hampir 3 bulan di Steemit. Ini artinya dia tidak pernah menggunakan voting powernya untuk meng-upvote postingan orang.
Marko ini tipe steemian setelah ngepost langsung kabur, entah tidur atau nonton Ganteng-ganteng Serigala dan berharap saat bangun tidur besok postingannya sudah mendapat $ 100. Ini mintak ditabok namanya. Untung saya sedang tidak di Lhokseumawe, kalau di sana sudah saya tinju wajahnya yang kemayu itu. Ini untuk Marko dan steemian lainnya. Kita hidup di Steemit sama seperti hidup di lingkungan masyarakat biasa yang sangat plural dan beragam.
Dibutuhkan sikap sosial untuk dikenal dan bertahan hidup di dunia macam itu. Kamu ingin punya teman, maka bersikap ramahlah. Seringlah berdiskusi dan bertukar mantan, eh, bertukar pikiran maksudnya. Karena ini adalah salah satu jalan agar orang-orang mengenalmu. Kalau sudah dikenal, maka orang akan berteman denganmu. Di Steemit juga demikian. Kamu harus ramah dengan steemian lain. Sering kunjungi blognya. Tak usah menjilat, cukup beri apresiasi sewajarnya dan tinggalkanlah kesan. Maka kamu akan dikunjungi balik.
Begitu juga dengan kurator Indonesia. Kamu perlu memperkenalkan diri pada mereka. Caranya? Menjilat? Tentu bukan. Kamu cukup konsisten membikin konten bagus dan tentu saja terus gunakan tag Indonesia pada setiap postinganmu. Maka paling tidak, meski tidak divote, tulisanmu sudah dilihat dan masuk meja redaksi kurator. Kalau sudah begitu ada kemungkinan mereka, para kurator Indonesia akan memberi apresiasi untuk kontenmu jika kontenmu bagus dan bernas tentu saja.
Di sini Marko membantah. "Tapi ada kok postingan pendek-pendek, entah apa-apa dibuat tetap divote oleh kurator?" Inilah yang disebut keberuntungan.
Di dunia ini ada beberapa jenis manusia. Pertama, mereka yang terus berusaha sampai leher bengkok tapi selalu berakhir jadi sampah. Kedua, mereka yang berusaha sewajarnya tapi sering berhasil. Ketiga, mereka yang kagak ngapa-ngapain tapi selalu hoki. Jenis yang ketiga ini jarang, tapi ada. Begitulah hidup.
Memang, ada beberapa postingan yang sebenarnya tidak terlalu panjang, tidak terlalu bagus dan lebih bagus postingan orang, tapi tetap mendapat voting dari kurator. Ini namanya keberuntungan, dan hal tersebut tak banyak terjadi. Tapi untuk bertahan di Steemit, kamu tak boleh bersandar pada keberuntungan. Bersandarlah pada konsistensi. Itu lebih menjamin.
Itulah postingan saya malam ini. Tentang si Marko yang postingannya tidak pernah dikunjungi kurator Indonesia. Setelah ditelisik, rupanya itu karena kesalahannya sendiri. Maka dari itu, jika ada sesuatu yang salah pada kita, jangan langsung menuding orang lain. Berkacalah, barangkali kita sendiri yang membuat kesalahan tersebut sehingga dijauhi oleh orang lain. Semoga postingan ini bermanfaat bagi saya pribadi dan bagi teman-teman steemian semua. Salam literasi.
Regards