Sesakti Apakah Pancasila Kita?

Akan sesakti apakah Pancasila yang selalu diperingati setiap tanggal 1 Juni?, jika segenap silanya tidak mampu diterjemahkan dengan benar oleh para pemimpin dan penerapannya masih sebatas suka-suka pemimpin saja. Seyogyanya, Pancasila adalah falsafah negara yang harus mengakar hingga ke sanubari setiap penduduk Indonesia, dengan tujuan agar rakyat bisa hidup rukun, adil, damai dan sejahtera. Itu sungguh sebuah cita-cita mulia.

Lalu bagaimana sekarang ini, apakah falsafah bangsa masih tertanam dalam hati setiap kita?, atau malah sebaliknya, bahwa falsafah mulai dilupakan. Kalau pun suatu saat falsafah dilupakan, itu bukan karena rakyat tidak cinta, tapi karena falsafah negara sudah dipandang sebatas lambang untuk di pajang di dinding kantor, sekolah, rumah, pendopo, kantor wakil rakyat, atau bahkan istana presiden. Namun falsafah sudah kehilangan makna.

Lihat saja, apakah setiap pasalnya sudah dimaknai dengan sebaik-baiknya sehingga falsafah memang layak menjadi falsafah, bukan malah menjadi barang dagangan para negarawan. Mari kita nilai secara objektif,tanpa niat meniadakan yang ada, sehingga akhirnya setiap warga tidak sia-sia mencintai Pancasila yang sudah diajarkan sejak dini.

1. Ketuhanan Yang Maha Esa; Kurasa ini jelas sekali pemaknaannya bahwa yang boleh hidup di Indonesia hanya orang-orang yang beragama saja. Artinya, setiap agama punya Tuhan yang disembah. Dan setiap agama punya aturan masing-masing yang mungkin nantinya ada hal-hal yang tidak singkron dengan pasal selanjutnya dalam Pancasila. Tapi ini bukan berarti bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, namun lebih pada bagaimana Pancasila menghargai setiap aturan agama yang harus dipatuhi oleh penganutnya.

2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab; Begitu juga dengan ini, kurasa tidak terlalu sulit untuk dicerna. Sangat terang disebutkan di sini bahwa manusia yang bernaung di bawah merah putih selayaknya dapat bersikap dan menjunjung tinggi nilai adil, dan mempunyai adab terhadap manusia lain. Pun begitu negara terhadap rakyatnya. Janganlah semena-mena.

3. Persatuan Indonesia; sudahkah negara kita Indonesia merasakan bersatu atau mempersatukan kita sebagaimana yang dikehendaki oleh sila ke tiga?. Bagiku ini belumlah berwujud nyata. Jika pun ada, kulihat masih sebatas seremonial yang hanya dilakukan oleh para pejabat dan konglomerat yang bergantung hidup di bawah sayap Garuda. Sementara rakyat awam, dibiarkan terpecah belah dalam skenario pemilik konflik tertentu demi kepentingan para pejabat dan konglomerat. Bukan kepentingan rakyat.

4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Dalam Kebijaksanaan, Permusyawaratan dan Perwakilan; Lagi-lagi sila ke empat ini sangat tidak menyentuh pada substansinya. Seharusnya para wakil rakyat memahami dengan baik sila yang mencerminkan sistem politik kita. Mengingat semakin banyaknya wakil rakyat yang tidak bijaksana, tidak suka bermusyawarah dalam bekerja, dan perilakunya sungguh tidak bisa mewakili rakyat banyak. Saya terkadang curiga, jangan-jangan banyak wakil rakyat yang tidak hafal bunyi pasal dalam Pancasila.

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia; Ini juga sangat mudah difahami oleh siapapun, kecuali orang tersebut tidak berotak. Begitupun pasal keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia terasa belum mumpuni menjangkau pelosok-pelosok negeri. Ini terbukti masih sulitnya akses kesehatan, pendidikan, dan pelayanan publik lain bagi rakyat kecil yang membutuhkankan.

Saya selaku rakyat Indonesia, menginginkan dan sekaligus mengharapkan, di Hari Kesaktian Pancasila 2018 ini sudah semestinya seluruh pemangku kebijakan dapat mengintropeksi kembali, apakah nilai-nilai Pancasila sudah benar-benar tertanam dalam setiap kita, atau masih sebatas penghias dinding belaka.

Selamat Hari Kesaktian Pancasila 2018...
@pieasant
Image Credit: 1

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now