Buka Lapak Gorengan atau Bikin Akun Steemit?

Boleh jadi antara lapa gorengan dan Steemit tidak ada kaitannya. Kecuali penguna Steemit suka gorengan. Point tulisan saya bukan soal kaitan antara lapak (usaha) gorengan dengan Steemit. Yang ingin saya katakan adalah lebih pada soal pendapatan. Saya ingin menggarisbawahi bahwa jangan mengejar nilai pendapatan di Steemit.

Pendapatan di Steemit tidak pasti dan tidak jelas. Reward yang Anda dapatkan, apalagi dalam tiga bulan pertama bergabung, tidak cukup untuk ngopi, apalagi mau mentraktir kawan-kawan. Itu ditambah lagi dengan pasar uang kripto yang lagi jatuh. Jadi, jangan membayangkan dengan bergabung di Steemit Anda akan hidup cukup, bahkan kaya raya.

lapak gorengan -foto analisausaha dot id.jpg
foto: analisausaha.id

Buanglah mimpi itu jauh-jauh. Jika itu tujuan Anda bergabung di Steemit, lebih baik segera saja mundur atau batalkan niat Anda. Saya jamin Anda akan kecewa. Maka itu, beberapa steemian senior, mewanti-wanti: jangan mempromosikan Steemit dengan iming-iming dolar. Sebab, begitu mereka tidak mendapatkan dolar itu mereka akan kecewa dan patah arang.

Jika ingin kaya, saya pribadi sangat menyarankan Anda untuk buka lapak gorengan. Tapi jangan satu, tapi 10 lapak sekalian dan tersebar di antero kampung dan kota. Mengapa perlu 10? Mari kita hitung. Jika rata-rata untung bersih satu lapak adalah Rp 200.000 sehari, maka dengan 10 lapak untung bersih Anda seahri adalah Rp 2.0000.000 (dua juta rupiah).

Maka, jika dikalikan menjadi 30 hari (sebulan) === Rp. 2.000.000 x 30 hari === maka pendapatan Anda adalah Rp 60.000.000 (enam puluh juta rupiah). Angka untung bersih Rp 200.000 perhari boleh dibilang angka sedang. Nilanya bisa saja lebih. Apalagi, keuntungan dari pasar makanan itu berkisar 60-70 persen.

Tapi baiklah, jika tidak ingin terlalu utopis, anggap saja untung Anda sehari utuk satu lapak adalah Rp 100.000 (seratus ribu), maka dengan sepuluh lapak pendapat bersih Anda seahri adalah Rp. 1.000.000. Jika dikalikan 30 hari maka pendapatan Anda Rp 30.000.000 (30 juta sebulan). Angka itu adalah gaji seorang petinggi di sebuah perusahaan swasta.

Kerjaan Anda hanya mengontrol anak buah yang berjualan di 10 lapak itu, berkeliling dari satu lapak dengan lapak lain, sambil sarungan dan "sebeng-sebeng". Siangnya Anda masih bisa makan di rumah, sambil bercanda dengan anak-anak sekaligus ibunya. Tak perlu berjubel dalam angkutan kota, kereta, atau terjebak di kemacetan jalanan.

02-steemit blogging.png

Semua waktu Anda yang atur sendiri. Jam kerja pun Anda sendiri yang bikin dan tentukan. Gaji Anda pun boleh tentukan sendiri suka-suka. Tidak ada yang melarang. Tapi itu kan perlu modal? Tentu saja, Kakak. Jangankan berdagang, hidup pun perlu modal. Tapi untuk membuka lapak gorengan modalnya kecil, sekitar Rp 5 juta untuk satu lapak.

Jika Anda tidak punya modal banyak, cukup buka satu lapak saja dulu. Pelan dan pasti bisa dikembangkan dan dicoba buka cabang kedua, ketiga, dan seterusnya. Tidak perlu buru-buru. Terpenting Anda menikmatinya. Sebab, sebaik-baik dan seasyik-asyiknya pekerjaan adalah yang bisa membuat kita riang ketika mengerjakanannya.

Begit pula di Steemit. Jika kita tak riang menggelutinya, kita akan membuang waktu percuma. Sebab, nanti pada suatu saat kita akan bosan dan kecewa, bahkan patah hati -- jika mimpi-mimpi kita di Steemit -- bisa dapat reward besar dan seterusnya -- tidak kesampaian. Sebab, Steemit sesungguhnya bukan ladang untuk menambang uang.

Lalu apa? Ini media sosial, kawan. Sama seperti Facebook, Twitter, Instagram dan sebagainya. Bedanya, media sosial Steemit ini "berbaik hati" untuk berbagi keuntungan dengan penggunanya. Kalau Anda memposting tulisan, foto atau video di media sosial lain Anda tidak dapat reward, nah di sini diberi reward berdasarkan yang menyukai postingan Anda.

Tapi ada lo, orang yang tulisannya banya vote dan tentu saja banyak reward. Benar, tidak salah. Tapi berapa persenkah dari pengguna Steemit yang bisa hidup cukup dari Steemit. Jika tak sampai 30 persen -- meskipun hingga kini saya belum mendapatkan riset soal ini -- belum menjadi indikator bahwa Steemit bisa menjadi mimpi masa depan.

Entah nanti. Tapi urusan nanti ya nanti saja dipikirkan. Tidak usah dipikirkan sekarang. Terpenting sekarang carilah sumber-sumber pendapatan yang pasti untuk hidup Anda. Jangan menjadikan Steemit sebagai sumber pendapatan. Steemit tidak bisa menjamin kehidupanmu.

Bagi sastrawan (penyair, cerpenis, novelis) tetaplah berkarya seperi biasa dan publikasikan karya-karya Anda di media massa (mainstream), seperti biasanya agar Anda mendapatkan honor yang pantas. Tekuni profesimu dengan sungguh, belajar dan belajar terus, untuk mengasilkan karya secara maksimal.

puisi mie caluek di kompas (2).jpg

Bagi perupa, tetaplah melukis dengan baik, lalu bikin pameran dan pasarkan karya Anda sebagaimana lazimnya dilakukan dalam dunia seni rupa. Begitu pula desainer grafis, pembatik, dokter, tukang ojek, pegawai, jurnalis, dan seterusnya -- tekunilah profesi Anda dengan sungguh-suggguh sebab itulah sumber penghidupan Anda.

Jadikan Steemit sebagai tempat bersenang-senang, tempat menulis, berkreasi, atau memposting sesuatu dengan riang. Sekaligus arena untuk berjejaring dan bersosialisasi dengan banyak orang. Posisikan Steemit pada tempat terbaiknya yakni sebagai media sosial. Adanya reward yang bisa atau berpotensi Anda dapatkan anggap saja itu bonus dan hiburan.

Nah, sekarang Anda bisa menjawab kan: mau buka lapak gorengan atau bikin akun Steemit. Laksanakan keputusan dan pilihan Anda sebaik-baiknya, sesadar-sadarnya.

DEPOK, 15 Maret 2018
MUSTAFA Ismail | @musismail

kartu nama Steemit OKE.jpg

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now