Otak Seks #12: Seks Bebas Anak SMA

2017-10-12 08.10.40.jpg

Semalam seorang ayah berbincang-bincang dengan saya di rumah. Kebetulan dia memang seorang seniman, jadi ada hal yang memang hendak kami diskusikan dalam pembuatan karya seni. Setelah selesai urusan pekerjaan, saya bertanya soal anak lelakinya yang sangat berbakat dan berprestasi dalam bidang seni teater, musik, dan wayang. Dia pun kemudian jadi cerita panjang lebar.

Awalnya hanya mengenai urusan sekolah yang sama sekali tidak memberikan dukungan. Diminta pentas tetapi tidak diberikan fasilitas memadai untuk tampil, padahal tujuannya untuk kepentingan nama baik sekolah. Tidak sanggup membayar uang sekolah dan menunggak 2 bulan, dilarang ikut ulangan tengah semester. Gawat memang sekolah seperti itu!

Lalu dia bercerita bagaimana istrinya syok ketika di dinding FB anaknya itu, ada seorang perempuan muda belia, teman satu sekolah SMA, yang menulis begini: "Terima kasih sudah mau ngexxxxin saya". Gubrak! Wajar ibu langsung panik dan marah-marah tak karuan. Apalagi ibunya ini seorang guru mengaji yang sangat shalehah dan keras dalam urusan agama. Tentunya, dia tak bisa menerimanya begitu saja.

Ayahnya kemudian memanggil anaknya itu, mengajaknya bicara baik-baik. Pusing juga jika sampai terjadi apa-apa. Anak 1 SMA menghamili perempuan sebaya?! Waduh! Kacau urusannya.

"Mungkin buat orang lain tabu buat ngomongin soal seks begini sama anaknya, tapi bapak mikirnya kamu sekarang sudah bukan anak-anak lagi. Kamu sudah berbuat seperti orang dewasa, jadi bapak juga harus perlakukan kamu sebagaimana layaknya orang dewasa," kawan saya bicara seperti itu pada anaknya.

Kemudian, ayahnya mengeluarkan kondom dari saku celananya. Diberikanlah kedua kondom yang dibelinya di sebuah mini market itu kepada anaknya.

"Nih, kamu sebaiknya pakai ini kalau kamu sampai tidak tahan. Bapak tidak bisa melarang kamu untuk tidak melakukannya, karena mau dilarang seperti apapun, nyatanya kamu melakukannya. Lebih baik pakai saja kondom ini, jangan sampai kamu menghamili perempuan, kamu masih sekolah. Kondom ini juga berguna supaya kamu tidak kena penyakit kotor. Kamu, kan, tidak tahu apa perempuan yang kamu tiduri itu hanya tidur denganmu saja. Kalau dia tiba-tiba hamil dan ngaku-ngaku itu anak kamu, padahal belum tentu, bagaimana? Pakai kondom, kamu bisa punya alibi yang kuat, lagipula jadi bisa dibawa ke pengadilan untuk diperiksa lebih lanjit lewat tes DNA. Kalau kamu main behitu saja, mana bisa?!", begitu kawan saya ini menjelaskan kepada anaknya.

Saya sangat lega mendengarnya. Kebanyakan orang tua sulit bersikap bijaksana seperti itu. Alasannya banyak sekali, lupa bahwa anak walau sudah SMA, secara fisik dapst dikategorikan menginjak usia dewasa. Tubuhnya sedang dalam masa pertumbuhan dan hormon-hormon juga sedang melonjak-lonjak, yang tentunya berpengaruh pada sikap dan pola pikir juga. Kita bisa saja berusaha keras menjaga, namun ketika berhadapan dengan dunia luar, siapa yang dapat menghalangi datangnya godaan dan cobaan? Siapa yang bisa juga menahan Yang Maha Kuasa memberikan latihan mental kepada ciptaanNya?

Saya sangat setuju dengan apa yang dilakukan kawan saya tersebut. Hari gini, apalagi di kota besar, sungguh tidak lagi bisa diberikan penjelasan hanya seputar dosa dan pahala. Dunia anak sekarang sudah jauh berbeda dengan dunia sebelumnya, jaman saya sebagai anak SMA contohnya. Di masa saya dulu, rasanya gengsi dan hina banget kalau sampai mendekati pria duluan, meskipun naksir berat. Apalagi kalau berkunjung ke rumah pria, minta kenal orang tua, dan sampai mengajak begituan. Aduh mak! Nggak banget, deh!

Sekarang anak perempuan sudah semakin berani dan sepertinya biasa saja bila memulai dan mengajak duluan. "Namanya juga emansipasi, masa hanya pria yang boleh?!", begitulah jawaban anak-anak sekarang. Siapa, ya, yang mengajarkan emansipasi hingga sampai seperti ini ditanggapinya?!

Pengaruh televisi, media, apalagi media sosial sangatlah besar terhadap pola pikir dan perkembangan anak. Disadari tak disadari, diakui tak diakui, pembodohan dan cuci otak itu terjadi. Jangankan anak-anak dan remaja, orang tua pun terpengaruh. Mengajarkan dan memaksa anak untuk berakhlak baik dan beriman, tetapi orang tua memberi contoh yang buruk. Mengajarkan anak untuk senang menolong dan berbagi, tetapi untuk memberi saja semuanya diperhitungkan laba rugi. Anak pun jadi belajar melanggar, berdusta, munafik, dan berlebihan. Persis seperti sinetron!

Jangan salahkan juga media, lingkungan, dan hal-hak yang berbau porno itu. Semua kembali pada pola pikir dan mental. Memaksakan kehendak agar anak sesuai dengan keinginan tidak membuatnya menjadi lebih baik, malah akan cenderung berontak dan meledak tak karuan. Hasrat seksual itu anugerah yang ada pada setiap manusia dan makhluk hidup, kalau dimatikan, bisa seperti bom kemudian. Bisa saja meledak langsung, yang paling parah adalah bila kemudian. Sekarang anak muda banyak yang terlalu dikekang oleh soal "dosa dan pahala" yang tidak meendalam dan tidak juga diberikan contoh yang benar, menikah di usia sangat muda. Tak heran bila perceraian di Indonesia pun menjadi meningkat, sampai termasuk yang tertinggi di dunia. Tingkat kehamilan di luar nikah, selingkuh, penyakit dan masalah seksual juga terus semakin tak terbendung. Aneh ya! Padahal lokalisasi sudah banyak yang ditutup, razia di mana-mana, hukuman juga sudah tak jelas lagi kerasnya. Kok bisa?!

Hargai saja dulu seks sebagai anugerah terindah dari Allah yang patut dijaga dan dihormati. Pelajari baik dan buruknya dengan benar, jangan berpikir kotor duluan. Seks itu tidak porno, yang porno adalah pikiran kita dan hati kita sendiri. Bagaimana bisa mendidik dan mengajarkan anak masa depan untuk menjadi kebih baik bila otak dan hati kita masih porno?! Melihat perempuan merokok saja sudah langsung mikirnya ke mana-mana dan memberikan nilai yang tidak-tidak. Bagaimana mau benar?! Seks itu tidak untuk dihindari, tetapi untuk dijaga dan diperlakukan sebagaimana layaknya anugerah terbaik dari Allah. Bisa?!

Seks bebas anak SMA, jangan salahkan anak melulu! Orang tua berani tidak mengakui salah dan memperbaiki diri terlebih dahulu?!

Semoga bermanfaat.

Catatan: tulisan ini sebagai apresiasi saya terhadap kawan bernama "Aep".

Bandung, 11 Oktober 2017

Salam hangat selalu,

Mariska Lubis

Foto: karya pribadi menggunakan pena dan tinta.

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now