Catatan Guru : Mempercayai Murid

Tidak ada yang salah dengan langit itu, sedikit berawan dan mengarah ke mendung. Entah kenapa kalian ingin sekali melempar sepotong penutup kepala secara vertikal. Panasnya paparan sinar matahari seperti tak mampu menyurutkan keinginan itu.

Belum lagi melepas pakaian kebanggaan yang selalu dipamerkan setelah kalian mendengar kata LULUS melewati ujian formalitas yang diciptakan oleh lembaga pengatur pendidikan, kalian tergesa-gesa berkerumun mengarah di tengah lapangan. Sambil mengelap simbahan keringat di sekitar wajah dan leher menggunakan tisu seadanya, kalian tetap fokus mendengarkan instruksi fotografer yang akan menangkap salah satu momen terbaik, melempar toga.

Perlu kalian ketahui nak, sebagai guru saya juga berkorban untuk hari ini. Saya meninggalkan anak istri demi memenuhi undangan wisudamu. Saya tidak keberatan dengan repotnya mendapatkan jas yang khusus dikenakan untukmu. Begitu totalnya penampilan saya tadi, hingga istri saya hampir tak bergeming memandangi foto saya.

Sekitar 33 bulan yang lalu, tepat di masa orientasi dan pembekalan siswa baru, saya masuk ke kelas kalian secara silih berganti untuk memberikan matrikulasi. Wajah kalian masih tampak polos di sana. Sangat asing dengan lipstik, apalagi dengan eye shadow. Bahkan di antara kalian ada yang baru pertama kali mendengar kata roll on. Saya hanya tersenyum.

Dengan latar belakang keluarga yang sangat bervariasi, sudah sepantasnya kalian cepat akur karena kalian sama-sama belum punya uang dan kuasa. Sedini mungkin, kalian perlu belajar mandiri, tidak bergantung terus kepada orang lain. Kalian harus mulai membiasakan tradisi tolong-menolong. Manfaatkan jumlah untuk merubah keadaan. Lebih baik lagi bila bisa memanfaatkan jumlah dan kualitas.

Sekarang, saya harus mempercayai kalian dengan tujuan hidup kalian masing-masing. Meskipun setiap tahun menggelar acara yang serupa, tetap rasanya sulit melepas kalian. Namun, bukankah pengorbanan selalu diperlukan dalam memperjuangkan hidup yang lebih baik?

Saya tidak mencoba menakuti, saya hanya menyampaikan reality. Dunia di luar sana bisa saja lebih kejam dari sekedar kehidupan di sekolah selama ini nak. Terlalu banyak jenis manusia yang butuh waktu lama untuk memahaminya. Oleh karena itu, bijaklah bergaul. Ingin kecipratan wewangian? Bertemanlah dengan penjual parfume!

Ada bagian tubuh kita yang bisa menciptakan perang antarmanusia, yaitu lidah. Organ yang tak pun bertulang ini bisa menusuk hati seseorang lebih dalam dari tusukan pisau. Meskipun kalimat tersebut terkesan di luar logika, tapi lidah bisa lebih menyakitkan. Hati-hatilah berkata-kata! Perbanyak mengucap maaf dan ampun! Luka bisa sembuh, tapi bekasnya akan ada terus.

Yang pasti, jangan pernah lupakan bahwa masih ada dzat dengan kekuatan tanpa banding yang bisa membantumu. Berbaiklah pada kedua orangtuamu, mintalah doa mereka. Karena ridha Allah dimudahkan oleh ridha orang tua.

Terakhir, jadilah manusia yang bermanfaat! Karena sebaik-baik manusia ialah yang bermanfaat untuk mahluk lainnya.

Menuntut ilmu juga berjihad, bagian dari ibadah. Bersungguh-sungguhlah nak! InsyaAllah saya mendoakan kalian dari sini.

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now