Obligasi dan Pembelian Pesawat Dakota Dua Hal yang Beda

Selama ini ada salah pemahaman antara obligasi dan sumbangan rakyat Aceh untuk membeli dua pesawat Dakota kepada Republik Indonesia. Padahal itu peristiwa yang berbeda.

Sumbangan rakyat Aceh untuk membeli pesawat terjadi pada tahun 1948, sementara pembelian obligasi nasional oleh rakyat Aceh terjadi pada tahun 1959. Ada rentang waktu 11 tahun antara dua peristiwa bersejarah tersebut.

Hal ini sudah pernah saya jelaskan saat saya diwawancarai secara live oleh radio Antero di Banda Aceh bulan lalu, ketika peristiwa munculnya Nyak Sandang pemegang salah satu obligasi nasional muncul dan viral di media sosial.

Penjelasan ini terasa penting untuk diungkapkan, karena antara sumbangan dan pinjaman itu beda wujudnya. Pembelian dua pesawat Dakota, Seulawah RI 001 dan Seulawah RI 002 oleh rakyat Aceh, itu murni sumbangan rakyat Aceh kepada negara atas permintaan Presiden Soekarno pada Abu Dawod Beureueh.

Sementara obligasi nasional, itu merupakan pinjaman negara dari rakyat yang membeli obligasi tersebut. Jadi masih ada piutang para pembeli obligasi tersebut yang belum dilunasi oleh negara sampai sekarang.

Ini perlu dipilah-pilah, antara sumbangan pesawat dengan obligasi nasional, agar jangan timbul kesan –seperti sekarang—dan salah pemahaman, bahwa pemegang obligasi itu menuntuk dikembaikan dana sumbangan pembelian pesawat. Bukan itu, yang mereka tuntut adalah, piutang mereka pada negara, bukan dana yang disumbangkan untuk pesawat itu. Jadi, ini benar-benar harus dipilah.

Kita tentu tak ingin, keihklasan nenek moyang kita dulu menyumbang dana pembelian pesawat, menjadi ‘tercoreng’ dengan kesan yang ditimbulkan sekarang, bahwa yang dituntut dari negara itu dana sumbangan pembelian pesawat. Padahal itu utang negara dalam bentuk obligasi yang wajib dibayar. Sekali lagi, bukan sumbangan untuk pembelian pesawat.

Meski dalam kenyataannya di lapangan, banyak diantara penyumbang dana untuk pembelian pesawat pada tahun 1948 itu, juga merupakan pembeli obligasi nasional pada tahun 1959 dan 1950.

indek.jpg

Tentang permintaan Soekarno pada rakyat Aceh untuk membeli pesawat bagi republik Indonesia, pernah saya tulis pada postingan sebelumnya, 19 hari yang lalu dengan judul “Anakku dan Kenangan Soekarno di Blangpadanghttps://steemit.com/indonesia/@isnorman/anakku-dan-kenangan-presiden-soekarno-di-blangpadang.

Kemudian tentang pertemuan Presiden Soekarno dengan Gubernur Sipil dan Militer Aceh Langkah dan Tanah Karo, Jendral Mayor Tituler Teungku Dawad Beureueh, terkait permintaan Soekarno agar rakyat Aceh membeli pesawat untuk mendukung diplomasi Republik Indonesia yang saat itu baru berusia tiga tahun, juga pernah saya tulis dan posting di sini bulan lalu dengan judul, “Atjeh Hotel dan Kisah Tangisan Soekarnohttps://steemit.com/story/@isnorman/atjeh-hotel-dan-kisah-tangisan-soekarno.

Semoga dengan penjelasan singkat ini, bisa memberi pemahaman kepada semua pihak, bahwa rakyat Aceh bukan meminta sumbangan dana untuk pembelian pesawat itu dibayar kembali. Tapi yang dituntut adalah dana yang dipinjamkan ke negara dalam bentuk piutang yang dibuktikan dengan akta obligasi nasional. Hak pemegang obligasi untuk menuntut, dan kewajiban negara untuk membayarnya.

indek2.jpg

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now