Burung besi ini perlahan mendarat di labuhan Hang Nadim International Airport bersamaan semburat warna jeruk menghiasi langit sore. Lalu, Aku pun melaju menaiki mobil burung biru menuju persinggahanku yang baru.
Si Abang Horaslah yang mengantarku, lalu sejenak dia bercerita padaku, dia telah tinggal disini sejak 28 tahun silam. Keluarganya merantau dari Medan karena sang Ayah mengadu nasib di industri perkapalan baru di Batam. Dia telah menjadi saksi bisu jejak berkembangnya Pulau tetangga Singapura ini dan menjadikannya hafal betul tentang Batam.
Dia bercerita yang tak banyak orang tahu tentang sejarah kota ini. Kata Abang, dahulu pulau ini milik salah satu mantan Presiden Republik Indonesia yang terkenal dengan kejeniusannya itu, orang yang kini menggagas negri kita harus punya pesawat sendiri. R80 sebagai project terkininya, mengajak ribuan rakyat Indonesia ikut ambil serta dalam pendanaan pesawat ini, slogannya ayo terbangkan pesawat Indonesia✈. Yaa dialah Bapak kita Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, FREng
Beliau dengan sukarelanya menghibahkan Pulau Batam ini kepada rakyat Indonesia. Kata Bang Horas, beliau mengumpulkan para otorita daerah menyusun kota ini menjadi salah satu kota maju di Indonesia yang terencana.
Ah liatlah sekarang Kakek Habibi, seperti apa kota Batam mu ini, cita-cita luhurmu sudah tercapai. Batam merupakan kota termaju dalam sektor perekonomian dan perdagangannya di Indonesia.
sumber: screenshoot google maps satellite image
Awal mula kota Batam ini tak ada kehidupan, hanya pulau bertopografi bukit, tanahnya pun tanah merah yang tak subur jika ditanami sayur-mayur. Kota ini berkembang pesat dari investasi orang asing yang mendirikan industri besar. Awal mula industri Batam yaitu perkapalan, garment/tekstil, elektronik, logam dan selanjutnya industri-industri lainnya. Di tambah kebijakan pemerintah yang mengizinkan Batam memiliki hak bebas pajak barang-barang ekspor impor, membuat Batam menjadi andalan pusat pertumbuhan perekonomian Nasional.
Bang Horas pun bercerita, kalau dahulu Kota Batam ini berkebalikan 180° dengan Kota Batam yang sekarang, bukan hanya dari kondisi perkotaannya saja, tetapi dari ketenagakerjaannya. Dulu awal mula industri, para pabrik lah yang mencari tenaga kerja, mereka mencari kesana kemari para pekerja yang mau bekerja di pabriknya, banyak iming-iming yang mereka tawarkan kepada calonnya. Tetapi apalah sekarang, para pencari kerja lah yang sekarang mulai meminta para perusahaan untuk memperkerjakan mereka.
Kondisi ini diperparah dengan kondisi pemerintahan daerah yang sekarang, tarif pajak yang di perbesar, upah UMR yang tinggi, sampai ke pungutan liar merupakan hal yang lumrah disini. Semua ini berdampak pada industri-industri asing yang bermodal minim akhirnya hengkang menarik investasi mereka. Sehingga mengurangi jumlah ketersediaan lapangan pekerjaan disini.
Ah memang kentara sekali yah perubahan jaman ini.
sumber: screenshoot google maps terrain
Terlepas dari semua itu, sampai sekarang Batam merupakan kota dengan hampir keseluruhan penduduknya merupakan perantau, kata Bang Horas tak ada suku asli disini, karena memang awalnya pulau yang kosong. Kalau pun ada penduduk lokal, dia hanyalah penduduk asli diluar pulau yang menepi sebagai nelayan pencari ikan.
Para Otorita daerah membuat aturan-aturan bahwa tanah-tanah yang ada di Batam tak bisa di jadikan tanah Hak Milik, tetapi hanya sekedar sertifikat tanah Hak Guna (Hak GB). Dan ironisnya, disini masih banyak rumah yang di bangun tanpa izin guna bangunan, contohnya saja ada di daerah Tiban. Mereka seakan-akan tak takut berada di bawah naungan penggusuran demi kelangsungan hidup mereka.
Sambil menyeruput teh hangatku yang kata orang Batam disebut Teh O, aku kini mulai ingin tau lebih tentang kota Batam.
Ah, sungguh Batam ini kota dengan berbagai sisi kehidupan bagi mereka yang mau menelisiknya.
Salam senyum dari Kota Batam
*dedikasi tulisan untuk Abang Horas yang baik