ROHINGYA : KRISIS KEMANUSIAAN YANG TERULANG

Dan terjadi lagi, kisah pilu lama yang terulang kembali. Rohingnya kembali berduka, karena diusir dari negerinya sendiri, Myanmar. Bahkan, dilakukan oleh junta militernya yang seharusnya melindungi. lucunya, pemerintahan Myanmar bungkam atas tragedi kemanusiaan itu. Dan lebih lucunya lagi, tokoh perdamaian dari negara itu turut bungkam dari kekejian yang ada. Padahal, Aung Sang Suu Kyi dikenal dunia sebagai pejuang demokrasi, pejuang kemanusiaan dengan cara niir-kekerasan. Meniru pendahulunya dari India, Mahatma Ghandi.

Berdasarkan data PBB, seperti dikutip dari CNN, hampir 50.000 warga Rohingya melarikan diri dari konflik tersebut. Sekitar 27.000 orang melarikan diri melintasi Bangladesh, sementara 20.000 warga Rohingnya masih tersesat di Asia Tenggara (tirto.id, 03/09/2017).

Konflik yang berlangsung di Myanmar jelas merupakan bencana kemanusiaan yang harus disikapi bersama. Tidak hanya bagi umat Islam dunia, melainkan juga non-Islam untuk meringankan beban mereka. Sekaligus terus melakukan upaya bersama untuk menghentikan kekerasan yang ada.

Kini tengah ramai-ramainya penandatangan petisi untuk mencabut Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi. Tentu petisi dan pencabutan itu bermaksud untuk mempertanyakan kembali penghargaan nobel perdamaian yang diperolehnya pada 1991. Memang, Aung Sang Suu Kyi bukanlah satu-satunya pihak yang harus bertanggungjawab atas konflik ini. Tapi, bagaimanapun Aung Sang Suu Kyi adalah penasehat negara Myanmar, yang pasti punya peran dalam merawat keberagaman yang ada di sana. Sekaligus menjaga citra negaranya di mata dunia.

Berdasarkan pantauan Tirto pada Minggu (3/9/2017) pukul 07.27 WIB, sudah ada 254.373 orang yang menandatangani petisi tersebut (tirto.id, 03/09/2017).

Ya, Aung Sang Suu Kyi tidak lagi layak untuk memegang predikat sebagai juru damai. Mungkin, dulu ia memang merupakan ratu adil bagi rakyat Myanmar itu. Namun kini, rakyat Myanmar yang dimaksud ialah rakyat Myanmar yang tebang pilih. Tidak termasuk didalamnya etnis Rohingya, sehingga harus diusir atau dibumihanguskan. Kejam!

Sikapnya yang bungkam, malah akan menjadi pertanyaan liar bagi publik, “Masih pantaskah Aung Sang Suu Kyi sebagai tokoh perdamaian dunia, yang dalam kasus ini terkesan pilih kasih dalam menegakkan keadilan?”. Kenapa Aung Sang Suu Kyi tega melihat warganya sendiri didepak dengan sepatu lars junta militer. Apakah hal itu dibiarkan saja lantaran etnis rohingya berkulit hitam, tidak seperti kebanyakan orang Myanmar yang berkulit kuning langsat. Ataupun jangan-jangan karena mereka memeluk agama Islam? Kalau benar demikian, maka kebijakan yang ada telah diskriminatif terhadap muslim Rohingnya. Padahal, demokrasi dan perdamaian meniscayakan keberagaman yang tidak boleh berakhir.

Pemerintah Myanmar Wajib Terbuka
Meski telah banyak negara mengecam tragedi kemanusiaan ini, Pemerintah Myanmar seakan tutup telinga. Termasuk Aung Sang Suu Kyi, Pemimpin Myanmar sekaligus seorang peraih nobel perdamaian. Ia tak pernah menunjukkan sikap untuk mengakhiri krisis kemanusiaan di Rohingya. Padahal, Aung Sang Suu Kyi secara de facto merupakan pemimpin di Myanmar.

Dia menjabat beberapa posisi penting seperti penasehat negara, menteri luar negeri, menteri kantor presiden, menteri tenaga listrik dan energi serta menteri pendidikan. Jelas ia punya kans besar untuk mengakhiri pengusiran etnis Rohingya dan pembersihan etnis (genocide) di negaranya.

Pemerintahan Myanmar juga harus memberi akses masuk Tim Pencari Fakta (TPF) bentukan Dewan HAM PBB, guna mencari tahu penyebab pecahnya konflik antara aparat Myanmar dengan etnis Rohingya di Rakhine. Apakah konflik itu terjadi lantaran Pemerintahan Myanmar memandang komunitas Rohingya sebagai ancaman atas kedaulatannya?

Apakah karena mereka menganggap etnis Rohingya sebagai imigran gelap dari Bangladesh, yang tinggal di salah satu negara bagian termiskin di Myanmar? Ataupun memang karena dilandasi kebencian atas suatu etnis ataupun agama tertentu?

#SAVEROHIGYA

sumber : blog pribadi

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now
Logo
Center