Semoga Yang Mengkritik Tidak Anti Kritik

image

#indonesiachallenge10 berakhir dengan beberapa pemenang yang ditentukan oleh dewan juri. Kebetulan, satu di antara para pemenang adalah saya sendiri. Saya senang bukan kepalang. Kesenangan itu makin bertambah ketika mengetahui datangnya sebuah kritikan panjang dari seorang steemian yang nama akunnya @anonymouss -- selanjutnya saya sebut Anonymouss. Tulisannya bisa dilihat di sini; https://steemit.com/contest/@anonymouss/kesalahan-fatal-dalam-menentukan-pemenang-lomba-indonesiachallenge10-oleh-pihak-kurator-indonesia-2017917t222841754z

Terus terang, saya merasa senang dengan yang namanya kritikan. Apalagi kritikannya tertuang dalam sebuah tulisan. Setidaknya wacana berpikir kita terus terasah dengan saling kritik melalui tulisan. Sikap profesional seorang penulis dipertaruhkan untuk bisa bertukar argumen yang bermutu, dan tentu saja niat awal berargumennya adalah untuk kebaikan bersama. Bukan untuk menyudutkan seseorang atau kelompok.


Langsung saja, tulisan saya ini memang saya khususkan kepada Anonymouss. Tidak ada sangkut pautnya dengan @aiqabrago dan @teukukemalfasya, penyelenggara dan dewan juri #indonesiachallenge10, yang dalam kritikan Anonymouss sangat kentara terbaca ditujukan pada dua orang tersebut.

Tulisan ini tidak untuk membela seseorang atau kelompok, tapi sebagai tempat saya belajar berwacana, bertukar argumen. Atau kalau bisa meluruskan beberapa hal yang terasa kontradiktif dalam kritikan Anonymouss.

Hal yang sangat saya kagumi dari seorang Anonymouss adalah ketelitiannya menilik kesalahan-kesalahan (kebanyakan yang disorot berupa inkonsistensi tanda baca dan typo) tulisan penyelenggara dan para pemenang. Data-data kesalahan itu kemudian menjadi landasannya meminta penyelenggara dan dewan juri untuk lebih becus lagi. Saya kira ini kritikan membangun yang perlu diperhatikan oleh kita semua. Tulis Anonymouss, "... perlu anda minimalisir kesalahan sekecil mungkin karena ini menyangkut banyak orang."

Nah, menyangkut kutipan Anonymouss itulah, di sini (tanpa bermaksud menggurui) saya ingin memberinya beberapa masukan. Khususnya di bagian penggunaan "di" dalam Bahasa Indonesia. Bahwa dalam tata bahasa seperti yang pernah diajarkan sejak sekolah menengah, penggunaan "di" terbagi dalam dua bentuk.

Pertama, "di" sebagai kata depan yang menunjukkan tempat terjadinya suatu aktivitas. Penulisannya harus diberi spasi antara "di" dengan kata yang menunjukkan tempat dimaksud. Contoh, di dunia, di akhirat, di surga, di sini, dan lain sebagainya.

Kedua, "di" sebagai imbuhan. Ia ditulis menyatu atau tersambung tanpa spasi dengan kata kerja. Karena "di" sebagai imbuhan punya fungsi untuk menunjukkan suatu aktivitas yang pasif. Contoh, dikerjakan, dipukul, dikritik, ditulis, dan lain-lain.

image
image

Maka merujuk dari tulisan Anonymouss, saya menemukan beberapa kesalahan penggunaan "di" sebagai kata depan dalam jumlah di atas setengah lusin. Sehingga saya sedikit berpikiran sekiranya Anonymouss perlu memperdalam lagi pengetahuan dasar tata bahasanya. Ini penting seturut dengan anjurannya sendiri sebagaimana pada kalimat dalam kutipan berikut:

image

Saya pikir, hanya itulah sedikit kritikan saya kepada (tuan/puan?) Anonymouss, agar usaha "... minimalisir kesalahan sekecil mungkin ...," bisa kita lakukan bersama-sama, "... karena ini menyangkut banyak orang." Demikianlah. Wassalamu.[]


Catatan: Tentang foto kura-kura di atas, tolong jangan diterlalu diambil peduli.

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now
Logo
Center