Karena di Steemit Kita Hanyalah Orang-orang yang Meuraya-raya Su Geuntot Belaka

99fb98d5-5459-48d0-8268-d4b94a881a9e.png
Ilustrasi by @marxause

Sementara kita para steemiawan dan steemiawati tengah berdebat tentang pengaruh ini itu, yakinlah, segala ketimpangan sosial tengah berlangsung dengan hebatnya di sekeliling hidup nyata kita.


Sementara kita asyik pengaruh mempengaruhi, sementara kita sibuk atur penyerangan antar faksi komunitas steemit yang satu terhadap komunitas steemit yang lain, yakinlah, tanah rakyat sedang di kapling diam-diam oleh perusahaan kapital.

Sementara kita berseteru si ini ceulaka, si itu paleh abudokculok, yakinlah, ada anak-anak yatim korban konflik bersenjata tak tahu makan apa sejak semingguan lewat, yang mengharuskan mereka mau dibayar murah jadi kurir narkoba.

Sementara kita mumang dengan perang urat saraf si ini dungu, si anu bangai troh bak ukheue, si itu ngeuet man saboh badan, yakinlah, anak-anak sekolah di kampung-kampung sana sedang kehabisan bahan bacaan sebab dana pendidikan ditilep diam-diam oleh para koruptor maha celaka.

Tadinya, kupikir, steemit dengan kemudahan reward yang bisa didapatkan, kita semua bisa bergerak sama-sama membantu ketimpangan-ketimpangan sosial semampu kita, sesuai keahlian kita, yang terjadi di sekitar kehidupan kita.

Nyatanya tidak. Sama sekali tidak. Kita asyik mempertahankan ego masing-masing, saling menghujat (ingat: bukan debat atau diskusi) hanya untuk saling mempertahankan pengaruh. Melulu mempertahankan pengaruh. Hingga dalam banyak meet up, dalam pelbagai khanduri sie kameng, kita sudah tak sempat lagi membahas apa yang bisa kita perbuat untuk mencerdaskan anak-anak di pelosok kampung. Kita sudah tak sempat membahas diskusi apa yang mesti kita buat untuk mencerahkan wawasan, untuk memperbanyak ilmu pengetahuan. Kita sudah tak sempat bertukar pendapat tentang hukum yang tajam ke bawah tumpul ke atas, tentang keadilan yang hanya dirasakan oleh orang-orang besar, atau tentang cerita apa pun yang menyangkut kehidupan nyata kita.

Sadarlah adanya, bahwa segala ketimpangan di kehidupan nyata sekitar kita, sungguh tidak bisa terselesaikan hanya gara-gara para steemiawan dan steemiawati turun tangan. Tapi setidaknya, kita punya kontribusi nyata dalam kerja-kerja seperti apa yang telah dilakukan oleh para para pegiat Darah Untuk Aceh atau Program Cet Langet atau Sekolah Anak-anak Pemulung atau Forum Aceh Menulis atau gerakan-gerakan sosial kemanusiaan entah itu berbasis seni, budaya, pendidikan, agama, dan ekonomi.

Di steemit pernah kulihat ada gerakan-gerakan sosial tapi itu hanyalah sebatas gerakan disaat banjir bandang datang, ketika gempa menghunjam. Tak lebih dari itu. Dan jika pun itu bisa disebut gerakan, ini hanyalah gerakan spontan, tak berkesinambungan dan hanya begitu-begitu saja adanya.

Yang berkesinambungan di steemit akhir-akhir ini adalah saling memperuncing perbedaan menjadi permusuhan yang tak jelas, bermasam-masam muka, berhebat-hebat ria, yang kalau mau diakui dengan sejujur-jujurnya, kita hanyalah para pengumpul pundi-pundi Steem atawa SBD yang berujung pada berkucurnya jumlah rupiah ke rekening masing-masing. Padahal kalau mau sedikit membuka hati, pundi-pundi itu bisa kita sisihkan untuk kerja-kerja nyata yang jelas efeknya.

Untuk lingkup Aceh secara khusus, mesti diakui steemit telah memunculkan banyak talenta. Dari juru masak, juru tulis, juru warta, juru corat coret, juru ajar, juru kamera, juru poh cakra sampoe 'an juru peugot lucu pih na. Tapi talenta-talenta ini sudah tidak sempat lagi berkreasi sesuai keahliannya hanya karena terjebak dalam persekutuan-persekutuan yang saling bertikai. Yang ketika ada sesuatu serangan tiba, si juru kamera harus membanting peralatannya hanya untuk membela komunalnya. Begitu pun dengan si juru masak yang harus lempar aweuek--angkat parang, hanya karena merasa harus ikut-ikutan menyerang komunal yang lain, sebab pemimpinnya telah duluan angkat pedang.

Sungguh, perseteruan-perseteruan di steemit sekarang ini tidak lebih dari perseteruan mencari atau memperbesar pengaruh saja, yang kalau dipikir-pikir dan jika disandarkan dengan apa yang berlaku dalam kehidupan nyata, itu tak lebih dari perilaku meu raya-raya su geuntot belaka.

Jadi solusinya apa? Tidak boleh tidak para pimpinan dan tokoh-tokoh pimpinan kelompok bertikai itu duduk semeja, redamkan geuntot masing-masing yang kalian punya. Bicara baik-baik. Bicaralah atas dasar kepentingan semua pihak, bukan untuk kepentingan kelompok. Akui ke-bee khieng-an geuntot masing-masing. Aku yakin ini bisa tergagas adanya, sebab bukankah di sebalik komunal-komunal yang bertikai terdapat orang-orang hebat, orang-orang bijak bestari? Lepas itu, kenapa tidak digagas program-program nyata yang bisa bermanfaat bagi siapa pun di luar steemit, di kehidupan nyata.

Dengannya, kita menjadikan steemit sebagai alat. Bukan malah diperalat. Mohon dicatat!

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now
Logo
Center