Aku dan Bang Za Apache 13

IMG-20180114-WA0001.jpg

Tulisan ini ditulis sambil mendengar sederet lagu Apache 13. Pertama bertemu dengan Bang Nazar (sapaan akrab vokalis Apache 13) adalah ketika acara meet up KSI Chapter Banda Aceh. Sebelumnya saya hanya mengenalnya lewat sosial media dan sama-sama mengetahui bahwa kami menyukai dunia penulisan. Hanya saja, kami berbeda aliran. Jika Bang Nazar suka menulis cerpen dan puisi, saya memilih aliran opini. Beruntungnya, tidak ada dari kami yang memilih aliran sesat.

Sebelum mengenalnya sebagai seorang penyanyi, saya lebih dulu mengenal sosok Nazar Syah Alam sebagai seorang penulis. Bagi yang sering membaca kolom budaya di Serambi Indonesia edisi hari Minggu, maka nama Nazar Syah Alam tentu tidak asing lagi. Nama ini sering menghiasi kolom cerpen dan puisi. Namun sejak dua tahun terakhir, Nazar Syah Alam lebih dikenal sebagi seorang penyanyi dibandingkan sebagai penulis. Beda dengan saya yang sampai detik ini masih dikenal dengan nama yang sama, karena belum juga mengeluarkan satu single lagu pun.
IMG_20180113_160932_1.jpg

Bang Nazar adalah vokalis dari sebuah grup band Aceh yang sedang naik daun, yaitu Apache 13. Bagi penikmat musik Aceh, nama grup band ini tentulah tidak asing lagi. Lagu-lagu yang dibawakan selalu berhasil menghipnotis penikmat musik Aceh karena liriknya kerap menggambarkan realita sosial anak muda. Sebut saja seperti lagu “Leumoh Aneuk Muda” yang bercerita tentang mahasiswa abadi yang skripsinya tak kunjung selesai, “Bek Panik” (anak muda yang sedang putus cinta), “Kalheuh Kuliah,” “Mona” (cinta bertepuk sebelah tangan), dan juga “Tutorial Lake Meukawen.”

Tidak hanya lirik dan musiknya yang enak didengar, Apache 13 juga menulis lagu berisi nasihat dan budaya masyarakat Aceh, yaitu “Jak Beut”. Sebuah lagu akan pentingnya menuntut ilmu agama bagi anak-anak di tengah gempuran teknologi. Bukan hanya gadget, tapi anak-anak juga harus didekatkan dengan balai pengajian untuk belajar ilmu akhirat. Nasihat penting yang disisipkan melalui seni suara.

Diakui atau tidak, kehadiran Grup Banda Apache 13 membawa warna baru di belantika musik Aceh. Musik dan liriknya yang enak didengar membuat banyak orang terhipnotis untuk ikut bernyanyi. Istimewanya, Apache 13 selalu menawarkan konsep baru dan karya terbaik anak Aceh, bukan hanya sekadar ikut-ikutan, apalagi menjiplak lagu milik orang lain. Orisinalitas adalah kunci utama yang selalu dipegang grup band tersebut.
_20180202_114821.jpg

Sumber: Foto di Instagram apache13aceh

Namun di tengah kesibukannya menggarap lagu terbaru, saya tanya: Jadi kapan Bang Za menulis lagi?
“Segera, Asma. Saya juga rindu untuk menulis lagi.”
Nazar Syah Alam juga balik bertanya: “Jadi selain opini, kapan Asma akan menulis cerpen? Saya tunggu di Serambi”
Pertanyaan yang sulit dijawab. Akhirnya saya jawab, “Akan Asma coba. Tapi kalau Asma gagal menerbitkan cerpen, Asma ganti dengan dua opini ya... Hahaha...” (Belajar Bek Panik).

Nb: Pesan Bang Za, yang skripsinya belum selesai segera kelarin

cc Bang @gulistan

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now
Logo
Center