Setelah Ibu-Bapak Tiada...

SAYA melanjutkan tulisan sebelumnya soal Ibu. Kali ini saya menulis soal setelah kedua orang tua kita tiada. Dipanggil kembali oleh sang pencipta. Saya menyakini, kedua orang tua sebagai pemersatu. Merekalah sosok yang bisa menyamakan sudut pandang seluruh anaknya.

Lazim diketahui, setiap anak memiliki karakter dan sifat yang berbeda. Jika anak ramai, sebut saja tujuh orang, maka semakin lengkap karakter yang kita ketahui. Ada yang alim, ada yang urakan, ada yang “bandit”, ada pula yang bengis dan rasa sinis, plus ada juga yang baik. Begitulah, dalam satu rangkaian keluarga tak akan ada yang baik sepenuhnya 100 persen. Pasti ada plus dan minus.

Itu pula kelebihan orang tua kita. Mereka bisa menyatukan hal yang berbeda itu dalam lingkaran utuh persaudaraan. Seberapa marah pun antar saudara, orang tua dengan kelembutan namun tegas, akan bisa menyatakan “dia itu saudaramu, jangan pakai marah pada saudara”.

Nah di situ salah satu kelebihan orang tua. Itu terus dipupuk dari waktu ke waktu. Walau pun terkadang antar saudara tidak suka, karena demi dan atas nama orang tua, maka konflik itu tak akan mengemuka.

Menjadi masalah kemudian setelah kedua orang tua tiada. Meninggal dunia. Kembali pada sang pencipta. Di sinilah masalah bermula. Sebagian keluarga, akan terpecah, masing-masing anak akan hidup berkelompok, si A dekat dengan si B, tapi tak dekat bahkan acuh pada si C. Bisa jadi pula, lebih krodit lagi, mereka akan hidup sendiri-sendiri. Tak berkelompok dan menjaga persaudaraannya. 

Ini sesungguhnya tak ideal. Saya membayangkan, kedua orang tua itu akan menagis dari alam sana. Melihat perpecahan itu tentu mereka akan bersedih. Sejatinya, para anak harus memikirkan satu kata kunci-baik pada semua orang- tidak mesti pada saudara. Masak sama orang lain saja kita  bisa baik, ramah dan lain sebagainya, sedangkan sama saudara sendiri, acuh, abai, cuek, bahkan cenderung menyakiti.

Harusnya logika itu yang menancap dipikiran kita. Saya yakin, seluruh orang  tua di dunia ini, dari suku apa pun, agama mana pun, pasti mengajarkan hal terbaik pada putranya. Lalu, kenapa mesti ribut pada saudara?

Satu kata kunci berhubungan baik dengan saudara adalah tegas dan santun. Jika tak setuju, cukup menyatakan dengan tegas bahwa kita tak setuju dengan sesuatu hal itu, lengkap dengan tawaran solusi kita. Tak perlu bermarah-marah, plus egois, memaksakan keinginan sendiri untuk dipatuhi.

Untuk itu, sesama saudara ada baiknya akur, walau kedua orang tua kita tak ada lagi. Dan, dari alam sana, mereka bahagia, melihat kita terus bersama, saling dukung, dan saling membesarkan satu sama lain.

Image source: 1, 2, 3

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now