Peristiwa Cornelis de houtman di kerajaan aceh

Peristiwa Cornelis de Houtman

Sejarah mencatat bahwa dalam pelayarannya yang pertama 4 buah kapal Belanda dibawah pimpinan Cornelis de Houtman pada tanggal 22 Juni 1596 Masehi berlabuh di pelabuhan Banten.

Sesudah kembali ke Negeri Belanda, dalam pelayarannya yang kedua ke Nusantara, Armada Dagang Belanda yang dipersenjatai seperti kapal perang dibawah pimpinan dua bersaudara Cornelis de Houtman dan Frederijk de Houtman pada tanggal 21 Juni 1599 memasuki pelabuhan Banda Aceh dan diterima dengan wajar sebagaimana layaknya kapal dagang negara sahabat.

Akan tetapi sayang, dua bersaudara Cornelis de Houtman dan Frederijk de Houtman mengkhianati kepercayaan Sultan.

Mereka membuat manipulasi dagang, mengacau, menghasut, dan sebagainya. Bagi Sultan tidak ada jalan lain selain menugaskan kepada Panglima Armada Inong Balee Laksamana Malahayati untuk menyelesaikan
pengkhianatan tersebut.

Armada Inong Balee menyerbu kapal-kapal Belanda yang menyamar sebagai kapal dagang. Pertempuran satu lawan satu berlangsung di atas geladak kapal-kapal Belanda. Cornelis de Houtman mati ditikam oleh Malahayati sendiri dengan rencongnya, sementara Frderijk de Houtman ditawan.

Frederiijk de Houtman dijebloskan ke dalam penjara sampai 2 tahun lamanya. Selama di penjara ia menyusun sebuah kamus Melayu-Belanda dan menterjemahkan kedalam bahasa Melayu risalah-risalah sembahyang
agama Kristen.

Marie van C. Zeggelen dalam bukunya berjudul "Oude Glorie", halaman 157, antara lain menulis, sebagai berikut:

"Aan boord van de 'Leeuw' waren Cornelis Houtman en de zijnen omgebracht. Frederik Houtman, door Hajati zelf en den gelmmschrijver aangevallen,werd als gev2angene aan land gebracht.

Davis en Tomkins, beiden gewond, bleven op liet geliavende schip met de vele dooden en gewonden en des middags lukten zij den kabel en voerenaf'.

(Di kapal Van Leeuw telah dibunuh Cornelis Houtman dan anak buahnya FrederikHoutman, oleh Hayati sendiri dan penulis rahasia
diserang, kemudian sebagai tawanan dibawa ke darat. Davis dan Tomkins, keduanya terluka, tinggal di kapal bersama mereka yang mati dan terluka. Dan pada tengah hari kabel pengikat kapal diputuskan dan mereka pun berlayarlah).
Seorang pengarang wanita Belanda yang lain, Marie van Zuchtelen dalam bukunya yang berjudul Vrouwelijke Admiraal Malahayati sangat memuji-muji Laksamana Malahayati. Menurut pengarang Belanda ini, Armada Inong Balee terdiri dari 2000 orang prajurit wanita. Katanya, belum ada seorang wanita pun di dunia yang menjadi Panglima Armada seperti Laksamana Malahayati(marie van zucthtelen dalam vruwelijke admiral malahayati) de houtman dan armada nya/buku marie van c zeggelen (sumber Aceh Galery)


By Aceh galery

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now