Mencari Hari Jadi Pidie

Kabupaten Pidie sampai sekarang tak punya hari jadi, karenanya ulang tahun daerah tak pernah digelar. Saya bersama sejarawan dari Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) pernah diminta untuk menentukannya.

Ini adalah sebuah catatan tentang upaya mencari hari lahir daerah penghasil kerupuk mulieng tersebut. Cerita bermula pada Kamis, 14 Agustus 2014. Saya diminta untuk menjadi pembanding pada seminar hari jadi Pidie. Seminar dilakukan di operasional room (Oprom) kantor Bupati Pidie.

Sebagai pemateri dihadirkan Kepala Pusat Penelitian Ilmu Sosial dan Budaya Unsyiah, Dr Husaini Ibrahim MA. Beliau juga Wakil Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Aceh. Pemateri lainnya Ketua Program Studi (Prodi) Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unsyiah, Drs Mawardi Umar M.Hum MA. Saya bersama Nabhani AS bertindak sebagai pembading.

Keempat kami dalam pemaparan sejarah Pidie mirip-mirip, meski ada hal-hal pembeda, tapi tidak terlalu mempengaruhi. Intinya, tonggak-tonggak atau fragmen perjalanan Pidie dalam sejarah tak ada bedanya. Hasilnya disepakati akan dibentuk tim untuk melakukan penelitian ke situs-situs purbakala yang ada di Pidie. Namun karena sesuatu dan lai hal, tim ini akhirnya tidak bisa bekerja.

asisten resden.jpg
kantor asisten residen Pidie, kini jadi kantor Bupati

Meski demikian, kami mencoba untuk memaparkan beberapa momentum yang bisa digunakan untuk penentuan tanggal atau minimal tahun terbentuknya Pidie. Dr Husaini Ibrahim dalam kesimpulannya mengatakan bahwa, beberapa hal yang dapat dijadikan acuan penetapan hari jadi Pidie adalah merujuk pada sejarah Kerajaan Pidie, yang tumbuh dan berkembang dalam kurun waktu yang lama.

Sebelum Sultan Ali Mughayatsyah menyatukan beberapa kerajaan di Aceh, jauh sebelumnya Pidie telah berkembang menjadi sebuah kerajaan yang berdaulat. Namun, karena banyak warisan purbakala di Pidie yang hilang, maka Dr Husaini Ibrahim menyarankan untuk dilakukan penelitian, jejak dan inventarisasi objek-objek yang masih ada dengan pendekatan arkeologi dan sejarah.

Pemateri kedua, Mawardi Umar berpendapat, Pidie sudah muncul sejak abah ke-5 masehi. Ia merujuk pada pendapar sejarawan Aceh sebelumnya, HM Zainuddin dalam buku Tarich Atjeh dan Nusantara yang diterbitkan pada tahun 1961 oleh Pustaka Iskandar Muda, Medan.

Ia juga mengutip pendapat Anthoni Reid tentang catatan pertualangan penejalajah Eropa, Marcopolo pada tahun 1292. Pendapat Anthoni Reid itu diungkapkan dalam buku An Indonesian Frontier: Achenese and Other History of Sumatera, KITLV Pres, Leiden, Belanda.

Menurut Marcopolo, sebagai dikutip oleh Anthoni Reid, there are eight kingdoms on the island [all of those described lying in northeren Sumatra], and eight crowned kings…each of the eight kingdom has its own lengague. Salah satu dari delapan kerajaan itu adalah Pidie.

Pendapat lainnya adalah dari catatan sejarah sumber Portugis, Diego Lopes de Sequire. Ia mengemban perintah Raja Dom Manuel dari Portugal untuk menemukan pulau Madagaskar dan Malaka. Sebelum sampai di Malaka ia berlabuh di Pidie pada September 1509. Berdasarkan keterangan Diego Lopez, Pidie waktu itu merupakan salah satu pusat perdagangan di Sumatera.

Mawardi Umar berpendapat, berita Marcopolo (1292) merupakan sumber barat paling akurat dan paling awal, memberikan gambaran tentang entitas Pidie. Kemudian sumber-sumber Portugis pada abad ke-16 yang telah membuka seluas-luasnya tabir masa lalu Pidie.

jembatan berukir garot.jpg
Jembatan berukir di Garot tempo dulu

Kemudian pembanding pertama, Nab Bahany, budayawan dan pemerhati sejarah Aceh menjelaskan, sumber-sumber tentang Pidie banyak disebutkan dalam riwayat catatan bangsa Cina (Tiongkok) pada abad ke-5.

Ia bersandar pada pendapat sejarawan Groeneveldt tentang Dinasti Liang (502-556 Masehi), yang menyebutkan Pidie sebagai Kerajaan Poli yang terletak di sebuah pulau di Tenggara Kanton, yang letaknya kira-kira dua bulan pelayaran masa itu.

Yang terakhir adalah saya sebagai pembanding kedua. Saya menawarkan solusi untuk penetapan hari jadi Pidie dengan beberapa pendekatan. Pendekatan pertama adalah melakukan penelitian tentang keberadaan Syahir Pauling yang berasal dari Siam, yang meruapakan pembuka pertama kawasan Pidie.

Malah, nama Pidie berasal dari nama Syahir Pauling, yang kemudian dipangil dengan sebitan Poli yang memilii hubungan masa lalu dengan Melayu Polinesia dan bangsa Bari di lembah sungai nil. Dengan mengetahui keberadaan sejarah Syahir Pauling, secara otomatis kita akan mengetahui awal mula Pidie itu dibuka menjadi sebuah entitas.

Saran kedua, hari jadi Pidie bisa ditentukan dengan mengkaji keberadaan Kerajaan Sama Indra. Oleh sejarawan M Junus Djamil, kerajaan ini disebutkan ada kaitannya juga dengan Syahir Pauling.

Saran saya yang ketiga, penentuan hari jadi Pidie juga bisa dilakukan dengan menelusuri kapan Kerajaan Sama Indra berubah menjadi kerajaan Islam. Menentukan hari jadi Pidie dari awal Islam berkembang lebih rasional dari pada beberapa poin alternatif sebelumnya.

Seminar ditutup dengan kesimpulan, akan dibentuk tim untuk melakukan penelitian ke situs-situs purbakala di kawasan Pidie, untuk mengetahui tahun pasti dari setiap fragmentaria sejarah yang dilalui Pidie. Namun, karena penelitian itu merupakan satu paket dengan event budaya Pedir Raya Festival pada tahun 2014, maka tim yang dibentuk akhirnya tidak bisa bekerja. Wallahualam.

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now
Logo
Center