Film Review: Jolly; Keadilan Itu Ada Jika Diberi Kesempatan

jolly.jpg
Foto dari IBTimes India

Mungkin karena disleksik sehingga aku bukanlah seorang pencerita yang baik. Sesuatu yang kuceritakan ulang biasanya sering lompat-lompat. Tidak runut. Aku bukan teman 'adu mulut' yang pas, sebab yang aku lontarkan bisa jadi ucapan yang sama berulang-ulang. Pastinya itu akan membosankan bagi lawan hehehe. Sebaliknya, aku bisa bercerita dengan lancar melalui tulisan. Setidaknya ini bisa menjadi syarat untuk mengulas tentang film Jolly yang baru saja kutonton. Ada pesan moral yang bisa diambil melalui film yang diperankan Akshay Kumar ini.

India selalu menarik buatku. Entah itu sejarahnya, budayanya, hingga film-filmnya. Bisa jadi karena jauh sebelum mengenal melodrama dan telenovela, aku duluan berkenalan dengan film-film Bollywood di layar kaca. Bukankah film salah satu cara paling jitu untuk mengampanyekan atau mempromosikan sesuatu? Itulah yang membuatku tak kuasa menolak ketika @mredh menawarkan film Jolly siang kemarin.

Ngomong-ngomong @mredh adalah 'pemasok' film-film yang layak ditonton. Setiap ada film baru atau bagus, ia selalu memberitahuku. Selain @mredh, kini juga ada @hayatullahpasee. Semoga reputasi kalian di Steemit cepat naik hiks hiks.

Jolly adalah panggilan untuk pengacara bernama Jagdishwar Mishra (Akshay Kumar). Aku pertama kali berkenalan dengan Akshay Kumar dalam film Dadkhan yang beradu akting dengan Silpha Setty dan Sunnil Setty. Dia bukan aktor favoritku. Meski begitu film-film yang diperankannya sayang dilewatkan begitu saja. Dua di antaranya Rustom dan Teri Meri Kahani. Perannya sebagai cameo dalam film Dishoom juga patut diacungi jempol.

holluu.jpg
Foto dari NDTV Movies

Dalam film ini, Jolly adalah seorang asisten pengacara ternama bernama Mr. Rajvi. Ayah Jolly juga bekerja di firma hukum Mr. Rajvi ini. Suatu hari, seorang perempuan bernama Hina menemui Jolly untuk meminta bantuan agar kasusnya ditangani Mr. Rajvi. Hal ini dimanfaatkan Jolly untuk meminta uang kepada Hina dalam jumlah yang besar. Uang itu akan digunakan untuk mencukupi kekurangan biaya oleh Jolly yang sedang mengurus surat izin praktik pengacara. Malangnya, Hina mengetahui hal ini. Ia kecewa dan bunuh diri. Hina dan bayi yang dikandungnya meninggal dunia.

Untuk menebus rasa bersalahnya, Jolly mengungkap kasus kematian suami Hina, Iqbal Qasim. Inspektur Suryaveer Singh (Kumud Mishra) menembak Iqbal Qasim sebagai tumbah setelah ia menerima suap dari teroris buronan polisi Kashmir, Muhammad Iqbal Qudri. Singh juga menembak Bhadouria, polisi uzur yang akan pensiun, karena tidak berpihak padanya. Muhammad Iqbal Qudri lantas menyamar sebagai seorang Brahmin dan berpraktik sebagai pemuka agama Hindu. Di detik-detik terakhir gelar persidangan, Muhammad Iqbal Qudri berhasil ditangkap polisi dan dihadirkan ke persidangan. Berkat kelihaian Jolly, identitas asli Brahmin palsu itu terungkap dengan sendirinya. Tanpa sadar ia mengucap "Ya Allah" ketika Jolly menjejalinya dengan pertanyaan terkait kasta Brahmin yang ia sebut.

Bagaimana Jolly mengumpulkan bukti dan saksi untuk mengungkap kasus ini, akan lebih asyik kalau menonton langsung filmnya. Dia hanya diberi waktu empat hari sebelum izin praktik pengacaranya dicabut.

Aku sendiri lebih menikmati bagaimana proses persidangannya berlangsung di pengadilan. Jolly si pengacara newbie yang baru memegang kasus perdananya ini berhadapan dengan pengacara kondang Pramod Mathur (Annu Kapoor) yang sombong dan penerima suap. Bahkan teh dan roti yang dihidangkan untuk calon klien di kantornya pun dipungut biaya. Ada paket-paket yang ditawarkan Mathur kepada calon klienya, tergantung berapa budget yang mereka punya. Kepada Mathur lah Singh memercayakan kasusnya.

Mathur melakukan apa saja demi memenangkan kliennya. Mulai dari memanipulasi keterangan saksi, hingga memboikot sidang. Ia turut pula membawa ayahnya yang sakit di malam terakhir persidangan. Hanya karena kesombongannya dan keyakinan bahwa Singh dan rekan-rekannya akan memenangkan kasus ini. Namun reaksi ayah Mathur yang tidak disangka-sangka justru membuatnya seperti balon besar yang ditusuk jarum. Mathur tak bisa berkutik. Pada akhirnya ia menerima kekalahan yang menyakitkan.

bollyyyyy.jpg
Foto dari DownVids

Hakim dalam persidangan itu adalah Sunderlal Tripathi (Saurabh Shukla). Pria tua, gendut, berkacamata, namun tak pernah marah demi menjaga tekanan jantungnya tetap stabil. Di awal-awal persidangan digelar, aku sempat pesimistis melihat gaya Hakim ini. Dalam banyak film-film India, polisi dan pengadilan adalah dua perangkat negara yang nyaris tak bisa diharapkan. Tapi di film ini, Mr. Justice, dengan segala kelucuan polahnya, mampu memberikan secercah harapan itu. Ia bahkan meladeni boikot sidang yang dilancarkan Mathur. Saat Mathur menanyakan mengapa sidang digelar malam hari, dengan santai Mr. Justice ini menjawab bahwa mereka melakukan sidang pada hari berikutnya di tanggal yang berbeda. Jawaban cerdas.

Hakim Sunderlal Tripathimengatakan, dalam ruang pengadilan yang pengap dan penuh dengan tumpukan berkas-berkas itu, jangankan masyarakat biasa, dirinya yang sebagai Hakim pun enggan berada di sana. Ada 30 juta kasus yang ditunda di pengadilan di seluruh India, sementara Hakim yang ada hanya 21.000 orang. Itu artinya satu hakim untuk satu juta orang. "Namun saat ini, ketika ada dua orang India yang bertengkar mereka akan mengatakan 'aku ingin melihatmu di pengadilan'."

"Ketika pemerintah tidak mendengar mereka, ketika polisi tidak mendengar mereka, ketika petugas administrasi tidak mendengar mereka, maka pengadilan akan mendengar mereka dan memberi mereka keadilan," kata Sunderlal Tripathi. Kalimat ini menutup rangkaian alur film ini dengan manis. Selamat menonton.[]

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now
Logo
Center