Elegi Senja Hari

*(mengenang mak engkom)

Keemasan sinar matahari lungsur menyapu tanah. Teriknya siang menguncupkan kelopaknya dan mengucapkan salam perpisahan, hari beranjak sore, sepoi-sepoi angin mengarak petang ke pelukan bumi. Dari balik jendela aku mengamati sesosok lelaki tua yang terbungkuk menyiangi perdu. Bersahut sahutan aku dan abang (suamiku) yang seharian menatap komputer membincangkan lelaki itu.

Bulan ini, kali kedua beliau datang kerumah. Mendorong gerobak dan menyiangi rumput sendirian. Seperti yang berlangsung pada tahun tahun sebelumnya, bila rumput pekarangan kami disiangi, riuh rendah suara sepasang manusia sepuh itu akan terdengar saling berbalas balasan. Dan, suara perempuan sepuh yang bersamanya kerap mendominasi. Entah apa yang mereka bicarakan. Dari dalam rumah, kami akan mendengar mereka tertawa bersama-sama.
Kini, suara gaduh sarat keceriaan itu telah usai. Hanya suara sang lelaki sayup terdengar memantul ke dinding rumah, mengetuk ngetuk daun jendela dan mencangkung di beranda hati kami dengan irama lagu yang sendu. Ya, laki laki itu kini bicara sendirian... Bertanya sendiri dan menjawabnya sendiri, lalu bersenandung sendiri dengan melodi yang menyayat nyayat pilu. Kawan hidup yang membersamai nya telah pamit ramadhan yang lalu...

2 bulan yang kelam, wajah lelaki itu dimamah muram. Kami tahu pasti sebelum beliau bersendirian wajahnya tak sesuram ini. Ada garis senyum menggenang di air mukanya, dan perempuan jenaka itu adalah penyebabnya. Kini, perempuan itu telah pergi. Membawa serta alasan abah mengurai tawa. Sejak dulu mereka selalu berduaan, menyambangi rumah rumah tetangga, menawarkan anekarupa bantuan, mendorong gerobak bersama dan membilangi hari yang makin senja sebagai sepasang insan lanjut usia...

Wajah abah memeram duka, hari hari tak lagi sama. Pun bagi kami pelanggan setia jasa mereka. Bunyi rumput disambit ditingkahi gumaman abah sepanjang sore. Tampak amat dalam kehilangan itu. Sangat jelas kesedihan itu. Kecintaan tumbuh dalam hati manusia mana saja. Juga dalam hati abah yang miskin kata. Abah yang pendiam, kini sangat banyak bergumam... Berbincang bincang sendirian seakan akan ada emak engkom disampingnya. Perbincangan imajinatif itu meronce kembang duka... Juga bagi kami yang mengintai abah dari balik jendela.

Saat abah beranjak pulang, kutemui beliau dipekarangan. Ku serahkan sejumlah uang sebagaimana biasa. Abah menyambut penuh rasa takzim, segala doa dihaturkannya untukku. Sepotong waktu kosong diantara kami di hela abah, bertuturlah abah sebelum pamit :

"Sekarang, hari tak lagi sama neng. Bahkan bilapun abah ditakdirkan berpasangan lagi, abah memilih urung. Tak akan ada yang sebaik mak engkom, takan ada yang jasa2nya melampaui mak engkom."

Ucap abah lirih.

Abah tersenyum mengaburkan rasa getir yang mengolam dipelupuk matanya. Hatinya hanyut dalam kenangan yang masih hangat berpendaran. Bayang-bayang mak engkom melenggang dalam benak kami masing-masing. Siapalah mak engkom? "hanya" penyabit rumput yang setia menyambangi rumah warga setiap bulan. Menyiangi selokan dan petak-petak taman supaya rapih dipandang mata. Ketika hidupnya dahulu, mungkin tak banyak yang "menyadari" kehadirannya. Tapi setelah beliau wafat, rumput2 meninggi, selokan menggenang penuh ilalang. Pekarangan jadi berantakan tak terawat, karena dua tangan terampil itu telah pergi. Menyisakan rasa kehilangan dan meningggalkan jejak atas kebermanfaatan hidupnya. Mak engkom yang ramah dan jenaka, yang kepergiannya meyesapkan perih tak terhingga dalam hari hari abah selanjutnya...juga rasa kehilangan yang berdesir setiap menatap batang batang ilalang yang meninggi.

Fragmen tentang mak engkom berputar dalam ingatan. Kuhaturkan doa untuknya dan kuselipkan peringatan untuk menohok diri sendiri...banyak2lah berbuatlah baik, pada akhirnya setiap kita hanya akan menjadi keping-keping memori. Dikenang sesaat, lepas itu perlahan dilupakan. Apakah yang abadi? Hanya amal kebajikan yang tulus, bersemayam disisi Rabbul alamin.

Bersambung...

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now
Logo
Center