SEKOLAH UNGGUL VS SEKOLAH NON-UNGGUL

Penerimaan siswa didik baru untuk sekolah-sekolah negeri telah usai.Sistem penerimaannya seperti biasa melalui tes seleksi ujian tulis,lisan atau wawancara dan piagam-piagam prestasi non-akademik sebagai pertimbangan penerimaan.Tentu saja seleksi dengan pola tracking (berdasarkan tinggi rendahnya nilai kognitif) seperti ini akan memunculkan ketimpangan dan label negatif bagi siswa yang tidak lulus.

Katakanlah ada sekolah favorit yang setiap tahun pendaftarnya mencapai 600 siswa sedangkan yang mampu ditampung 200 siswa, sehingga 400 siswa lagi harus mencari sekolah lain yang mau menerima mereka. Efeknya ada pada sekolah yang mau menerima siswa tidak lulus tersebut, akan dicap masyarakat sebagai sekolah yang menerima siswa buangan.

Sementara siswa yang tidak lulus, mereka akan merasa sebagai orang yang gagal, tidak mampu menembus sekolah yang katanya unggul tersebut. Belum lagi harus menghadapi pandangan masyarakat tentang pengkategorian mereka sebagai siswa gagal. Bayangkan bagaimana perasaan mereka yang di cap”orang terbuang”,”murid sisa”,”daripada nggak sekolah”,atau “murid nakal”dan sebagainya,sejak mereka terdaftar hingga lulus.

Praktisi pendidikan Indonesia, Munif Chatib, dalam bukunya “Sekolahnya Manusia”, menyebutkan bahwa sekolah terbaik bukan sekolah yang menyeleksi untuk mencari siswa terbaik, melainkan memberikan proses belajar terbaik agar menghasilkan out put terbaik.Sekolah unggul seharusnya sekolah yang menerima siswa dalam kondisi apa pun untuk diolah melalui proses terbaik dan menjadikannya out put terbaik.

Sekolah unggul adalah sekolah yang fokus pada kualitas pembelajarannya yang mampu membimbing dan mengarahkan siswa menuju perubahan yang lebih baik tanpa memandang kualitas akademik, moral ataupun tingkat sosial ekonomi mereka.Paradigma sekolah unggul semestinya adalah...tidak ada anak bodoh,karena semua anak memiliki bakat,minat,karakter dan gaya belajar masing-masing

Bagaimana dengan sekolah yang dilabel sebagai sekolah non-unggul?.
Pelabelan ini berdampak merugikan bagi siswa,mempengaruhi konsep diri,perilaku,bahkan kemampuan akademik siswa.Siswa yang masuk kesekolah non-unggul pasti akan merasa minder dan karena sudah mendapat label tersebut mereka jadi malas belajar.Perilaku-perilaku negatif akhirnya muncul sehingga banyak diantara mereka terlibat tindakan penyimpangan misalnya merokok di sekolah, berkelahi, bolos sekolah, terlibat kasus narkoba dan lain-lain.

Keadaan ini juga mempengaruhi guru yang mengajar di sekolah non-unggul karena mereka berfikir bahwa anak didiknya samasekali tidak istimewa,sehingga tidak ada kenginan untuk membuat inovasi pembelajaran agar muridnya antusias mengikuti pembelajaran.Mereka tidak tertarik mengikuti pelatihan-pelatihan kurikulum karena merasa sekolahnya tidak mungkin bisa melaksanakan proses pembelajaran baru yang berbasis penyingkapan dan proyek.Dalam hal ini,bukan siswa yang kurang mampu bersaing,tetapi karena kelas diampu oleh guru yang kurang terlatih alias tidak profesional.Ibarat pepatah,”tidak ada prajurit yang lemah,yang ada adalah pemimpin yang kurang cakap memaksimalkan potensi anak buah.”

Sedemikian buruknya dampak negatif pelabelan sekolah.Selaku guru hendaknya kita jangan sampai terlarut dalam pengaruh buruk pelabelan ini. Kita harus mengubah mindset dan keyakinan bahwa murid yang kita asuh adalah jenius,anak- anak hebat,berbakat istimewa.
Siswa pintar bukanlah mereka yang memiliki nilai kognitif yang tinggi saja.Selagi mereka masih memiliki rasa ingin tahu, senang bermain, memiliki imajinasi, kreatif, takjub, memiliki kebijaksanaan, senang menciptakan sesuatu yang baru, memiliki daya hidup, kepekaan, keluwesan, kejenakaan, dan kegembiraan,maka kita patut berbesar hati.

Seorang guru tak perlu minder atau khawatir karena mengajar disekolah yang siswanya dianggap memiliki nilai kognitif rendah.Bayangkan jika saja mereka yang dikeluarkan dari sekolah unggulan atau tidak lulus seleksi tidak lagi sekolah,maka sekolahan tersebut telah merusak masa depan seseorang.Jangan putuskan perjuangan mereka untuk menggapai cita-cita. Bukankah esensi pendidikan adalah untuk mengubah orang bodoh menjadi pintar

guru ma2 (2).jpg

Akhirnya,bagi bapak dan ibu guru yang mengajar di sekolah non-unggulan-anggap saja pelabelan ini sebagai motivasi-harus berbangga hati karena telah berusaha keras disertai niat yang tulus untuk mencerdaskan anak bangsa.......anda lah guru sesungguhnya dan berhak menyandang gelar pahlawan tanpa tanda jasa.

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now
Logo
Center