Kata-kata

"Aku benci kalau kamu dekat dekat dengan dia".

Itulah kata kata yang keluar dari mulut rina dia selalu berusaha mengungkapkan kekesalannya padaku dengan cara yang agak keras. Aku bukan lelaki yang lemah dan jadi takut hanya karena dia memarahi ku untuk kesekian kalinya.

Rina, dia adalah pujaan hatiku. Kami saling menyukai tapi kami tak pernah pacaran. Aku pernah mengungkapkan perasaanku padanya dan dia juga bilang suka padaku. Tapi setelah itu dia bilang.

"Aku gak mau pacaran denganmu raka. Bukan karena aku tak mau tapi aku tahu kita lebih baik begini".

Memang semua ini sangat tidak nyaman untukku terutama karena aku tahu cuma selangkah lagi aku mendapatkan seorang kekasih tapi semua sirna ketika rina mengatakan hal itu padaku.

Aku tak bisa menampik. Mendengar suaranya saja membuatku melayang tinggi bagaimana lagi kalau aku bisa mendekapnya di kedinginan malam. Mungkin aku akan mati dalam bahagia.


Saat itu ketika rina memarahiku karena dekat dengan salah satu selebgram yang sempat aku wawancari. Aku cemas. Karena bisa saja luntur rasa sayang rina kepadaku. Walau itu terlalu berlebihan karena kami memang tidak punya suatu ikatan yang jelas. Ah kenapa aku risau.

Aku bertemu rina di halte tempat kita pertama kali bertemu. Raut wajahnya menyiratkan ada bom atom yang akan segera meledak. Tak kusangka hujan tetap tidak bisa meredam suara parau nya yang kesal melihat aku dekat dengan perempuan lain.

"Kamu gak menghargai aku, kamu tetap seperti yang lalu lalu penuh dengan hal yang menyebalkan buatku, tak bisakah kamu menahan dirimu untuk dekat dengan yang lain?".

Ini hal yang aneh buatku. Seperti yang aku utarakan sebelumnya. Ya kami tidak ada ikatan. Tapi setiap kali aku dekat dengan seorang perempuan. Rina akan selalu berusaha mengingatkan bahwa aku salah. Jadi aku harus bagaimana. Padahal jelas jelas kau dan aku sudah saling suka tapi tak ada pintu dimana kita saling membuka untuk menuju rumah bernama kita.

Rina masih berusaha mengejarku dengan berbagai kalimat yang sangat menyudutkan. Aku memang tidak jago untuk bisa membalas kata katanya. Tapi aku tahu diam ketika berhadapan dengannya adalah hal yang terbaik.

Hujan semakin lebat. Bunyi suara katak mendayu dayu merayu telingaku untuk tak mendengar kata kata dari rina. Tapi aku tetap harus bertahan. Karena walaupun dia marah aku selalu senang mendengar suaranya. Rasanya ingin kurekam dan kudengar setiap malam walau itu kata umpatan semua.

"Rina, aku tahu kamu marah. Tapi setidaknya berikan aku sedikit waktu untuk berbicara. Walau sedikit aku tahu aku akan berbicara sesuai dengan argumen yang kamu ucapkan dari tadi" aku coba menyelanya.

"Aku rasa kamu tetap akan menjawab seperti biasanya kan raka. Seperti yang kamu lakukan sehari hari. Kamu akan berusaha berkilah dengan sejuta alasan yang kamu buat karena kamu wartawan. Kamu jago berujar dengan konsep yang kamu punya dan kamu akan menjawab seperti itu terus menerus. Kamu pikir aku itu tamu kamu yang diwawancara dengan konsep yang baku?".

Aku terdiam. Bibirku kelu. Aku memang tidak jago menanggapinya. Jikapun aku bisa ya karena sesuai dengan yang terdahulu. Terkonsep sekali. Bahkan otak ku tanpa diberitahu sudah punya jawabannya. Tapi tetap saja aku tak sejago para artis yang bisa menjawab semua pertanyaan para pemburu berita.

Bukan hanya aku yang diam. Rina juga diam kali ini. Dia menatap ke langit dan seperti berharap bahwa tidak akan bertemu aku untuk sesuatu yang seperti ini. Tak ada satupun yang tahu bahwa kejadian ini akan terjadi dengan sangat tidak mengenakan.

Diamnya kami berdua bukanlah sesuatu yang baik. Jika sudah diam seperti ini pasti diakhiri dengan tangisan. Ya rina menangis. Kutahu kali ini memang aku salah tapi aku juga benar. Salah karena melukai dia dengan laku ku. Benar karena aku orang biasa yang dekat dengan perempuan lain adalah hal yang biasa.

Sambil menangis rina bilang padaku.

"Aku mencintaimu seperti hujan merindukan tanah, berat sekali. Tak selamanya aku bisa mempertahankan itu. Bukan berarti aku perempuan lemah yang cuma mencintai saja. Tapi aku tetap melakukannya karena aku tahu hidupku hanya padamu raka".

Dinginnya malam ini membuat semuanya menjadi sunyi. Aku hanya bisa menatapnya dengan tenang. Dan aku siap menjawab yang satu ini.

"Kalau kamu mencintaiku hilangkan alasan kamu untuk tidak jadian dengan ku. Lepaskan itu dan jadikan aku sepenuhnya milikmu. Agar aku juga hilang peredaran dari perempuan perempuan itu".

Rina memelukku dan aku menerima pelukan itu. Dengan suara parau dia mengatakan.

"Lebih baik kita menikah saja. Aku tak tahan mencumbu bau tubuhmu. Semoga dekapan ini terus ada diantara kita".

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now
Logo
Center