Jalan Pulang

Kenapa aku sengaja mencintaimu? Biar kita sama-sama impas. Entah kamu yang akan berakting pulang, atau aku yang menganggapmu rumah. Meski kamu lelah, meski pada akhirnya kamu ingin menyerah maka sejatinya aku sendiri yang hilang arah.

Aku lupa, hari ini sudah menangis ke berapa kali. Aku mengecewakan orang-orang, aku membunuh harapan mereka, aku menghancurkan keinginan mereka untuk tersenyum kemenangan. Pada akhirnya aku mengacaukannya, aku menjatuhkan sejatuh-jatuhnya. Semua usai, barangkali aku yang berlebih mungkin? Entahlah, aku hanya sedang berada di posisi menjengkelkan. Menjadi pengecut, dan menuntut semua sesuai yang diingkan. Tapi pada akhirnya apa? Tuhan sedang marah mungkin? Atu sejatinya, Tuhan sedang mendorongku lebih keras dari sebelumnya. Sebelum kacau seperti ini, sebenarnya aku sudah memenangkan suatu kesedihan yang takarannya masih standar.

Untuk hari ini, aku hanya merasa tidak baik-baik saja. Aku menemukan pantulanku menangis sendirian, lalu sujudku menyesali beberapa hal. Mengingat-ingat seberapa banyak kesalahan yang kuperbuat. Kemudian aku sadar, akulah dalang segalanya. Aku pun yang menjadi lakon dalam pementasan ini. Memainkan peran dengan buruk, sungguh buruk. Aku seperti petarung yang kalah tanpa semangat untuk berdiri dan menghadiahi lawan dengan hantaman paling bagus.

Ah sudahlah, aku tidak akan menceritakan seberapa dramatisnya hari ini. Sebab sekarang sehabis makan, aku merasa kenyang. Aku merasa baik-baik saja. Aku tidak mengeluh lapar. Ya kan? Coba kau ingat apa hari ini aku mengeluh lapar? Tidak, aku sudah kenyang dengan tidur seharian.

Kemudian aku memilih sengaja mencintaimu, aku tidak akan mengeluh, tapi tidak janji jika dengan menulis ini sama saja aku sedang menambah kelelahanmu.

Selamat berbuka, di kehidupan normalmu dengan apa saja. Dengan lampu-lampu yang menyorotmu, orang mulai berdatangan menunggu kau selesai, atau dengan kawan-kawan seperjuangan. Kamu selalu semenyenangkan itu, maksudnya dengan aksi menyayangiku aku mendadak merasa ditenangkan. Aku merasa tidak berhak mengeluh panjang lebar, sedang kamu sedang berjuang. Berjuang menata harimu.

Untuk malam ini, aku sengaja mencintaimu. Hari ini saja, biar selanjutnya aku jatuh tanpa kesengajaan. Berjalan semampunya, sampai nanti aku tahu bahwa kamu menyilahkan sebagai tempatku pulang. Kamu tidak usah khawatir, kalau kamu sedang khawatir (atau kuharap minimal berlagak khawatir). Kamu hanya perlu melakukan peran sesuai keinginanmu. Selanjutnya jika bosan, aku bisa apa?
Pura-pura baik-baik saja?

Selamat malam, bukan untukmu. Tapi untuk ibu dan bapak yang masih kusebut-sebut dalam rindu yang makin menghukumku.
.
Semarang, 02 Juni 2018

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now