Why don't we be ourself?

IMG_20170608_051224_HDR.jpg


As a housewife I am not very familiar with the world of politics. I just want to help my husband to earn money through steemit, because I know social media is different from the others. In steemit, any work we post will benefit the owner. This is new for us.

I am slightly different opinion with my husband about how to reap profits through this social networking. Background study accounting makes me calculate about the profit and loss of joining steemit through the concept of the husband. He mentions an active way in steemit while maintaining English in every post. In fact, the steemit curator itself has given us the opportunity to write articles in the Indonesian language.

If simply talking money it will be very easy to earn income through the writings of Indonesian language, at least for those who do have good and interesting work. Followers of each account, especially fellow Indonesians, will also better understand what we want to convey. Next, we just open the wallet steemit to await the work of our work as some users of steemit so far. Moreover, the number of Indonesian steemit users more potential if studied from the population of the country that reach tens of millions of lives.

It has been recognized by Mark Zuckerberg, CEO of Facebook that mentions Facebook users Indonesia is very potential for business profits owned. Similarly, twitter can be enlivened through various taggar national and international issues by the people of Indonesia.

However, some steemit colleagues say Indonesian account users are very vulnerable to plagiarism. This is evidenced by the number of paid writing systems for freelance writers, whose average writing is almost identical to each other even in online media. This is the concern of steemit pioneering friends in Aceh because it will make the popularity of social media blog will fall. Finally, steemit is feared to be a regular social media because of our own mistakes.

Even so, I see the development of my husband's account that has been registered since February 2017 ago. He constantly posts his articles and photos using a passive foreign language.

Unfortunately, his effort is inversely proportional to the expected. Precisely his steemit income far behind with those suspected plagiarists, both photographs and articles. Then I asked, "Why don't we be ourselves?"



Sebagai ibu rumah tangga saya tidak begitu paham dengan dunia politik. Saya hanya ingin membantu suami saya untuk menambah penghasilan melalui steemit, karena saya tahu sosial media ini berbeda dengan yang lain. Di steemit, setiap karya yang kita posting akan mendapat keuntungan untuk si pemilik. Ini merupakan hal baru bagi kami.

Saya sedikit berbeda pendapat dengan suami saya tentang bagaimana cara meraup untung melalui jejaring sosial ini. Latarbelakang study akuntansi membuat saya menghitung tentang untung rugi bergabung dengan steemit melalui konsep sang suami. Ia menyebutkan cara aktif di steemit dengan tetap mempertahankan bahasa Inggris di setiap postingan. Padahal, kurator steemit sendiri telah memberikan kesempatan kepada kita untuk menulis artikel dalam bahasa Indonesia.

Jika semata-mata berbicara uang maka akan sangat mudah mendapatkan penghasilan melalui tulisan-tulisan berbahasa Indonesia, setidaknya bagi mereka yang memang mempunyai karya bagus dan menarik. Pengikut setiap akun, terutama sesama Indonesia, juga akan lebih memahami apa yang ingin kita sampaikan. Selanjutnya, kita tinggal membuka dompet steemit untuk menunggu jerih payah karya kita seperti beberapa pengguna steemit selama ini. Apalagi jumlah pengguna steemit berbahasa Indonesia lebih potensial jika dikaji dari jumlah penduduk negara tersebut yang mencapai puluhan juta jiwa.

Hal tersebut telah diakui oleh Mark Zuckerberg, CEO Facebook yang menyebutkan pengguna Facebook Indonesia sangat berpotensi untuk keuntungan bisnis miliknya. Begitu pula twitter yang mampu diramaikan melalui berbagai taggar isu nasional dan internasional oleh masyarakat Indonesia.

Namun, beberapa rekan steemit menyebutkan pengguna akun berbahasa Indonesia sangat rentan dengan plagiat. Ini terbukti dengan banyaknya sistem penulisan yang dibayar untuk penulis lepas, yang rata-rata tulisannya nyaris sama antara satu dengan yang lainnya bahkan di media daring sekalipun. Ini yang menjadi kekhawatiran teman-teman perintis steemit di Aceh karena akan membuat popularitas blog sosial media ini akan tumbang. Akhirnya steemit dikhawatirkan akan menjadi sosial media biasa karena kesalahan kita sendiri.

Pun demikian, saya melihat perkembangan akun milik suami saya yang telah terdaftar sejak Februari 2017 lalu. Dia terus menerus memposting artikel dan foto-foto miliknya menggunakan bahasa asing pasif.

Sayangnya, jerih payahnya berbanding terbalik dengan yang diharapkan. Justru pendapatan steemit miliknya jauh tertinggal dengan mereka yang diduga pelaku plagiat, baik foto maupun artikel. Lalu saya bertanya, "Why don't we be ourselves?"


I hope this post does not get flags from anyone. Thanks if you are interested to upvote my posting.

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now