Budidaya Padi Secara Tradisional di Aceh | the Rice Cultivation of Traditional

Budidaya padi di Aceh pada umumnya masih dilakukan secara tradisional, mulai pratanam hingga pascapanen. Berikut saya rangkum budidaya padi secara tradisional.

Khanduri Blang (Kendari di sawah)
Sebelum turun ke sawah terlebih dahulu masyarakat Aceh melalukan sebuah adat yaitu khanduri blang. Khanduri blang ini makan bersama termasuk anak yatim di sawah usai melakukan doa dan membaca ayat suci Alquran. Tatacaranya berbeda-beda tergantung daerah.

Pratanam

Usai kenduri blang, petani mulai membersihkan saluran irigasi, baik primer, skunder, dan tersier. Dilakukan secara gotong-royong maupun secara pribadi di sawah masing-masing.

Bila tahapan irigasi tuntas, maka masuk ke tahapan pendistribusian air baik dengan mesin pompa maupun dengan irigasi primer yang dikontrol oleh keujreuen Blang (pengontrol air).

Bila air sudah tersedia, maka masuk ke tahapan bajak sawah, baik dilakukan dengan traktor maupun sengan traktor tangan. Usai dilakukan bajak pertama, maka akan dilakukan bajak selanjutnya untuk memperhalus struktur tanah baik dilakukan dengan traktor tangan, kerbau, ataupun dengan tanaga manusia.

Selanjutnya seumeulhoong (penaburan benih) ke tempat yang telah disediakan. Umur benih 15-17 hari, maka masuk ke tahapan tanam. Tanam ini dilakukan secara manual dengan tenaga manusia secara bantu membantu (ripee) atau dilakukan oleh buruh.
![image](

Usai tanam, masuk ke tahapan mumpo (penyiangan), dilakukan juga dengan sistim ripee. Dalam masa ini, kebutuhan air selalu dikontrol berkoordinasi dengan keujureun Blang. Dalam masa ini juga dilakukan pemupukan.

Panen

Umur padi 90-100 hari, maka padi sudah bisa keumeukoh (panen), dilakukan dengan sistim ripee dan buruh. Mekai mesin pemanen kombinasi d Aceh saat ini belum maksimal, karena sebagian buruh tani merasa dirampok pekerjaannya oleh pengusaha. Otomatis mereka kehilangan pekerjaan musiman ini.

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now
Logo
Center