This content was deleted by the author. You can see it from Blockchain History logs.

Pengemis Bercadar

cadar3.jpg
foto ilustrasi

TERUS terang saya termasuk orang yang agak memilah dan memilih saat memberi sedekah kepada pengemis yang setiap hari mampir ke toko.

Meski beberapa teungku, ustadz, dan banyak guru spiritual saya menasihati agar memberi itu jangan pilih-pilih, berikan saja sedekah itu. Tetapi, tetap saja ada ganjalan di hati saat datang sang pengemis meminta sedekah.

Pernah suatu hari, sedikit rajin menghitung jumlah pengemis yang mampir, mulai pagi pukul 08.00 WIB hingga jelang dzuhur sudah ada lebih dari 15 pengemis datang. Macam ragam penampilan, mulai dari yang lumpuh, kumuh, hingga pura-pura lumpuh.

Ada yag datang dengan gagah, tanpa cacat, atau bahkan pernah hari itu ada pengemis cukup berpenampilan. Saya kira hendak membeli sesuatu, rupanya langsung menengadahkan datang, minta sedekah. Heran, tentu! sehat bugar bersih tetapi tangannya di bawah meminta belas kasihan.

Karena sudah semakin sering kedatangan pengemis, maklum setengah hari kehidupan saya berada di pasar,, saya iseng survei sederhana. Lebih tepat investigasi sederhana.

Pukul 07.00 WIB di kawasan Rukoh dengan pengamatan alakadarnya, saya dapati seorang tua sehat bugar yang saya kenali sebagai pengemis. Dihantar pakai sepeda motor, membuka pagi dengan segelas kopi dan nasi gurih. Ia begitu menikmatinya.

Sekitar 30 menit, lelaki tua itu membuka alas kain karung lalu meletakannya di tanah. Selesai ia membayar kopi dan sarapan pagi, ia duduk di sehelai tikar karung lalu jalan ngesot menuju pusat pasar. Masya Allah! begitulah ia menjalani hidup.

Sudah agak lama juga saya memperhatikan perilaku pengemis jalanan di Banda Aceh, belakangan di pasar ini sudah sangat banyak orang mencari derma. Satu toko bisa ditangain sampai sepuluh peminta derma dengan ragam cara. Sebagai pelengkap, kini sudah hadir grup dari daerah para peminta sedekah untuk pembangunan pesantren atau dayah.

Khusus tipe ini, saya juga harus selektif. Tidak semua atas nama pengumpul sedekah dari dayah dan pesantren itu jujur, ada juga yang menipu. Contoh kasus suda dilaporkan ke polisi beberapa waktu lalu dan viral di sosial media. Saat itu santri Dayah Mini Darussalam memergoki perempuan peminta sumbangan dari pesantren, ternyata gadungan.

Soal peminta-minta ini, memang agak mengkhawatirkan belakangan ini. Kita diuji keimanan dan keikhlasan. Antara memberi dan tidak, itu ujian berat. Celakanya, pagi hari saat dagangan kita beli terjual sempurna, seorang pengemis sudah bisa menukar uang recehan seribu sejumlah 300 ribu rupiah. Pagi itu!

Trend mengemis juga mulai beragam, suatu hari masih di bulan ini. Datang seorang perempuan bercadar, teryata juga menjalani misi sebagai peminta. Ya Allah!

Kasihan para jilbaber dan para muslimat bercadar lainnya. Saya pun yakin, si perempuan pengemis bercadar itu juga hanya akal-akalan saja agar tak terlihat wajahnya.

Terjawab keraguan ini, ternyata dia adalah pengemis yang ditangkap beberapa waktu lalu. Waw, hebat rupanya ia sudah lepas dan kembali ke jalanan. Melihat ini, teringat para tersangka koruptor yang ujug-ujug berjilbab atau bercadar ketika ditangap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sekedar catatan saja, tulisan ini tidak mengajak anda untuk tidak bersedekah dan membeda-bedakan saat memberi. Dengan rasa, saya yakin anda akan tahu dan paham sendiri kemana uang derma kita bisa disalurkan. Jangan sampai jatuh ke tangan penjahat manusia malas yang bergantung kepada kepolosan para dermawan ahli sedekah.

Anda bisa tidak setuju dengan alasan saya, berikanlah kepada haknya kelebihan harta itu.