This content was deleted by the author. You can see it from Blockchain History logs.

Suatu Malam, GSB di Bawah Temaram (2)

image

Menjelang angka dua belas, diskusi selesai, selanjutnya giliran @fooart tampil ke depan menggantikan @cucoabuchiek. @fooart di daulat sebagai penghibur, ia tampak diserang kantuk, dibawanya sebilah gitar ke panggung depan. Entah kata-kata apa yang diucapnya sebagai pembuka, aku sudah lupa. Yang jelas ia mennggitari "Kanda Sobela Kana."

Watèe mahasiswa dipeugah droe revolusi, peu rôh droe lam organisasi preh order kakanda. Oh kakanda dikpol menanti. Kepalkan jari dan rakyat bawa-bawa.

Oh adinda nikmatnya jadi politisi, all in free like on syuruga. Nyo manteung hansép, bèk ragu kanda korupsi. Dak di selidiki, sobela kana.

Adék-adék mahasiswa jeut ta mobilisasi, pakat döng aksi, demo, di simpang lima. Watèe ka caé proposal dana aspirasi, soe yang kheun geutanyo pancuri, laju ta yu jak lét ma.

Lirik akhir yang terdengar kasar, seketika membawa tawa membahana di bawah temaram lampu kelas GSB. @fooart tampak cengengesan, "Satu lagu sepertinya sudah cukup, kita kembalikan ke surah buku." ujarnya. Di belakang, @kitablempap bersikeras @fooart tampil baca hikayat. "Baiklah, berhubung hikayat sudah saya tulis saya bacakan saja." kata @fooart. "Bagusnya hikayat diiringi biola berhubung tidak ada, saya bermonolog saja. Gitar ini ada namun sepertinya agak sulit dan tidak cocok mengiringi hikayat," tambahnya lagi. "Bagi yang tidak mengerti bahasa Aceh tidak apa-apa karena hikayat ini saya tulis dengan bahasa Indonesia agar semua dapat mengerti," sambungnya.

image

@fooart unjuk aksi, dari mulutnya bertalu-talu mengeluarkan bait-bait hikayat. Irama suara naik turun ia sesuaikan kata-kata dalam bait. Tangannya berkali-kali berayun-ayun di udara mengikuti deskripsi makna bait. Partisipan menyimak takzim, tawa kerap pecah kala meningkahi lagak @fooart yang dibuat lucu sebagaimana pembaca hikayat. Sebutan bait yang satir dan menggelikan menambah panjang suasana tawa, tak ayal ada yang hampir tersungkur gara-gara terpingkal-pingkal.

Tepuk tangan serasa tak putus-putus, kala @fooart menyudahi bacaan hikayat. "Sudah ya begitu saja, apa adanya" ujar @fooart, ia kembali duduk di barisan penonton. Kemudian partisipan menyepakati pembacaan puisi. Seseorang mahasiswa muncul menggantikan tempat @fooart di depan. Dari informasi yang kudapati ia berasal dari Lampung, aku luput menanyakan namanya. Partisipan berharap ada semacam musikalisasi puisi, giliran @fooart yang disodor-sodor lagi kedepan memetik gitar mengiringi bacaan puisi.

Seusai mahasiswa Lampung itu, bacaan puisi dilanjutkan perempuan pemilik akun @nisarizkya, ia unjuk tampil membawakan puisi Putu Wijaya. @fooart kembali mengiringi dengan gitar bacaan puisi yang aku lupa judulnya itu. Seperti mahasiswa Lampung, @nisarizkya juga tampil memesona, bait-bait bacaan nada khas pembaca puisi, membuat penonton terpelongo takjub. Perempuan Aceh itu memang pandai merebut perhatian. Selesai pembacaan puisi, giliran mahasiswa dari Pontianak yang menyumbang nyanyi Sebelum Cahaya miliknya Letto. Lagi-lagi @fooart yang mengiringi lagu lewat petikan gitarnya.

image

Lagu selesai, malam menjelang lewat ke dini hari. Wacana partisipan berlompat ke arah dunia maya. Steemit disebut-sebut. Seseorang memintaku tampil menjelaskan perihal steemit. Aku menyodorkan @senja.jingga yang paling mampu untuk itu. Namun ujung-ujungnya aku tetap di todong bersuara. Ya sudah akhirnya aku menjelaskan steemit di kelas GSB. Secara lengkapnya akan aku cerita di postingan terpisah. Di penghujung hajatan, @fooart kembali unjuk kebolehan bermain gitar menyanyikan lagunya di bawah nama indie Seungkak Malam Seulanyan. Asam Kareng dan Nuga, menjadi lagu pamungkas penutup gerakan surah buku di bawah temaram lampu.

Dari informasi yang kudapati, malam itu GSB dihadiri oleh partisipan dari berbagai kampus di kota pelajar; UII Yogyakarta, Universitas Ahmad Dahlan, Universitas Gajah Mada, UIN Sunan Kalijaga, ISI Yogyakarta, dan Universitas Negeri Yogyakarta. Mereka berorientasi dari jurusan berbeda; politik, sejarah, filsafat, teknik, budaya, seni, pariwisata, dan agama. Juga dari ragam latar asal dan suku, namun masih didominasi Aceh, selebihnya Jawa.

Menariknya, di GSB peserta dapat dihadiri oleh semua kalangan yang tidak membeda-bedakan tinggi dan rendahnya jenjang kuliah. Sarjana, magister, dan doktor, dianggap setara, semua punya kesempatan yang sama untuk berbagi gagasan sesuai tema yang di diskusikan. GSB sudah berjalan genap setahun. Dalam perjalanan GSB diharapkan dapat menjadi sebuah forum untuk saling berbagi ilmu yang didapati di kampus untuk orang lain. Sekalian juga mengasah kemampuan mahasiswa pandai beretorika.