Mengkhianati Steemit: Kemana Mereka yang Dulu Berkoar-koar?

image

Ada satu petuah yang agaknya tidak asing di telinga kita. Petuah itu kira-kira isinya begini, jangan berjanji saat kamu senang dan jangan kalap ketika sedang marah. Petuah tersebut menganjarkan kita untuk tidak mudah terlena.

Lalu, kalimat tersebut terasa relevan dengan fenomena Steemit akhir-akhir ini. Dulu, saat Steemit menjanjikan harga yang kalau pun tidak tinggi-tinggi amat, minimal lumanyan. Lantas, banyak minat untuk ber-Steemit tumbuh. Bak jamur di musim hujan.

Terasa sering, meet-up digelar. Bahkan Steemit dipromosikan sedemikian serius. Dari situ, Steemit jauh lebih dikenal banyak orang. Eksesnya, muncullah orang-orang yang dianggap 'senior'. Senior di sini sekalipun sebahagian orang berusaha menolak, yang dimaksudkan masih positif. Setidaknya, ia yang sudah mengerti banyak perihal dunia Steemit.

Ada satu kalimat yang sering sekali diperdengarkan oleh mereka kepada pemula; "Kalian di Steemit ini jangan terlalu dipikirkan uangnya, berkaya saya. Yang penting, usahakan postingannya rutin. Minimal sehari sekali". Kala itu, harga Steem dan SBD sekalipun sudah tampak turun, masihlah ada harga sekitar 50.000 jika dirupiahkan.

Berusahalah yang baru-baru itu menulis ini itu, mengkreasikan konten sebaik mungkin. Segala trik dicoba. Ironisnya, dalam artian kritis, 'mereka itu' tetaplah hanya men-vote sesamanya. Sesama reputasi tinggi, atau sesama yang memiliki power. Andai pun ada di-vote (yang baru-baru itu/pemula), lebih kepada kasihan. Cuman, kata itu tidak berani diucapkan.

image

Jauh waktu berjalan, muncul dan dimunculkanlah para Ambassador Steemit. Ambassador itu luas, mereka yang kerap berkhutbah Steemit, sebenarnya juga ambassador. Begitu setidaknya. Kampanye Steemit tidak hanya dilakukan saat meet-up, dsb, tetapi juga secara sukarela dari warkop ke warkop. Tak jarang, mereka itu di masa Steemit menjanjikan, memposting sehari dua hingga tiga kali.

Namun, dimanakah mereka sekarang? Adakah rutin postingannya seperti dulu? Masihkah khutbahnya mengenai Steemit selancar dan segamblang dulu? Tentu teman-teman tahu jawabannya. Bila dulu kalimatnya; Steemit adalah masa depan, menjanjikan, dan segala hal-hal heroik. Kini, berganti menjadi; Steemit sekarang payah. Cobalah cari yang lain. Kita harus realistis.

Begitulah manusia, begitu cepat berubah. Maka wajar, petuah orang tua kita dulu sering berpesan; cintailah sesuatu sekadarnya saja. Sebab, bila berlebihan akan jadi gila. Dan kegilaan itu kerap menyebabkan Steemian hana the droe (tidak tahu diri). Minimal, ada dalam alam bawah sadarnya; merasa di atas angin dan yang di bawahnya biasa saja. Belum lagi, ada yang menghujat orang yang tidak mau ber-Steemit.

Saat narasi ini dituliskan, pembelaan diri akan muncul. Seperti, tidak sempat karena lagi sibuk. Ketika itu alasannya, gampang, tinggal pulangkan saja khutbahnya dulu yang sering menginggatkan yang lainnya begini; sesibuk apapun, usahakan buat postingan. Konsistensi itu perlu. Jarang ada 'senior, ambasador yang dengan gamblang berani berucap: "Karena Steemit Sudah Gak Ada Harganya!".

Kenapa hal itu susah diucapkan? Karena dulu, saat harga tinggi, terlalu banyak micin dalam khutbah ke-Steemian-nya. Jadi, mengucapkan itu, sama dengan menggunakan celana dalam di kepala. Memalukan.

image

Dulu, pernah dalam postingan, berkali-kali sempat saya singgung. Sehebat apapun Steemit yang dibanggakan, ia tetaplah teknologi. Dan fitrah teknologi adalah pergerakannya cepat nan luar biasa. Sesuatu yang baru akan disambut, digandrungi. Lalu mengalami turbulensi, sebelum kemudian ditinggalkan.

Maka, sewajarnya saja. Membanggakan tanpa harus membusungkan dada. Memuji bukan berarti menjilati. Sederhananya, ada yang dalam seminggu, yang di-posting hanya persoalan Steemit saja. Hanya kata dan angle yang diputar-putar. Apakah ada yang bagus? Ada! Tapi tidak banyak. Yang lain, -maaf- hanya postingan politis demi menggaet hati kurator, maupun whale.

Saya sepakat bahwa setiap orang punya trik masing-masing. Tetapi terlalu menjijikkan bila banyak sekali basa-basi terhadap Steemit. Langsung saja, jujur saja. Apa yang anda cari. Dari fenomena ini semoga yang masih bertahan mau belajar, bahwa Steemit bukanlah malam yang menjanjikan purnama, tidak juga pagi yang setiap fajar tampak embunya.

Steemit lagi-lagi hutan belantara, yang banyak ular di dalamnya. Orang-orang yang seolah dingin tapi mematok di saat tertentu. Tidak sedikit serigala berbulu domba, yang seakan-akan aulia sekali kepribadiannya, padahal ia memposisikan diri sesuai misi. Ingat, posisi menentukan kepentingan.

Pada akhirnya, alam tetaplah punya kuasa. Dimana seleksi alam akan memfilter mana yang terlalu munafik dan mana yang punya ikhtiar mencoba baik. Mana Steemian dan mana orang-orang yang hanya mendompleng Steemit. Kalau memanfaatkan dalam porsi yang sesuai saya rasa semua kita mengambil manfaat dari sini. Tapi mendompleng itu kurang ajar.

image

Pada akhirnya kita sadar, bahwa Steemit bukanlah punya orang tua kita masing-masing. Ia dimiliki orang tertentu nun jauh di sana dan tentu memiliki kepentingan tertentu pula. Jangan sampai, kita yang di sini lebih sakau dari yang punya itu. Pelajaran berharga, jadilah orang yang tidak terlalu banyak micinnya. Usahakan apa adanya. Ketidakmampuan berterus-terang, sangat boleh jadi karena ada keinginan yang disembunyikan.

Terakhir, saya ingin menutup dengan pertanyaan: Berapa harga Steem dan SBD ini hari? Saya belum pernah cek. Hehe

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
27 Comments
Ecency