15 Km trail to the home of a national hero on the Independence Day of the Republic of Indonesia

img_5672.jpg


Di ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia ke-75 pada 17 Agustus 2020, Ujiversitas Malikussaleh menggelar napak tilas ke rumah pahlawan nasional, Cut Meutia, di Desa Masjid Pirak Kecamatan Matangkuli, Aceh Utara.

Karena perjalanan ditempuh dengan berjalan kali sejauh sekitar 15 kilo meter, panitia memberikan syarat ketat:usia peserta maksimal 45 tahun dan peserta yang lolos seleksi hanya 46 orang.


img_5673.jpg


Saya tidak memenuhi syarat karena sehari setelah ulang tahun Republik Indonesia ke-75, saya berulang tahun ke-48. Jadi, saya kelebihan umur tiga tahun.

Ketika panitia mengumumkan persyaratan itu di grup Kampus, saya menantang dosen dan tenaga kependidikan yang berusia 35 - 45 tahun untuk adu sprint dengan saya. Tantangan itu tentu saja bercanda.


img_5664.jpg


img_5665.jpg


Saya tetap ikut berjalan kali sejauh 15 kilo meter ke rumah Cut Meutia. Dua kali dibuat tryout di Kampus Bukit Indah, Lhokseumawe, saya tetap ikut untuk menguji ketahanan fisik.


img_5669.jpg


img_5670.jpg


Saya tidak merasa kelelahan selama menempuh perjalanan di Bawah terik matahari. Seorang prajurit TNI Yang berjalan di samping saya, bertanya tentang umur. “Besok saya genap berusia 48 tahun,” sahut saya.

Anggota Kodim 0103 Aceh Utara itu, baru berusia 20 tahun. Artinya, beda kami sampai 28 tahun. Dari pembicaraan kami, saya mendapat informasi bahwa anggota TNI yang tinggal di Batuphat, Lhokseumawe, itu keponakan Sudirman, wartawan Hr Analisa di Langsa.


img_5674.jpg


img_5668.jpg


Hanya ada satu keluhan dalam perjalanan. Sepatu saya sempit membuat kedua kelingking kaki berdarah.

Saya harus membeli sandal jepit dan plaster di perjalanan. Ibarat MotoGP, per singgah an itu seperti masuk pit. Lawan terus melaju, saya tertinggal di belakang. Pakai sepatu sakit, pakai sandal jepit tidak bebas berjalan.


img_5679.jpg


img_5680.jpg


Akhirnya saya tertinggal jauh. Dengan memakai sandal jepit, saya mengejar rombongan. Tidak butuh waktu lama karena saya terbiasa berjalan cepat. Akhirnya saya bisa menyusul mereka.

Setelah membalut luka dengan plaster, saya kembali menggunakan sepatu. Masih belum bebas berjalan, Tapi lebih nyaman dibandingkan menggunakan sandal jepit.


img_5678.jpg


img_5682.jpg


Meski tidak mampu masuk finis paling cepat, saya bisa berada dalam lima besar. Meninggalkan peserta lain yang usianya jauh lebih muda.


img_5683.jpg


img_5666.jpg

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
2 Comments
Ecency