This content was deleted by the author. You can see it from Blockchain History logs.

Abdi Negara Dalam Upacara..

Sahabat Steemit, ini cerita tentang Upacara 17 Agustus..

Ketika tiba di kampus pagi inimasih terlihat sisa butiran embun yang menempel pada daun di taman depan Gedung pusat Biro administrasi Universitas Malikussaleh, kampus Reuleut Aceh Utara.

Matahari sedang beranjak naik masih terasa hangat belum menyengat, namun sudah banyak terlihat mobil dan sepeda motor terpakir rapi di sepanjang jalan masuk.

Sepagi ini, para karyawan dan dosen dari berbagai unit kerja sudah memenuhi halaman depan gedung, dan bertebaran membentuk kelompok sendiri-sendiri secara berserak, pemandangan seperti ini memang tak biasa kecuali ada acara khusus dan sesuai dengan pengumuman sebelumnya seluruh unsur civitas akademika semua wajib hadir mengikuti upacara Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke 72, absen berlaku !

image

Makanya hari ini banyak sahabat Steemit Indonesia yang memposting kegiatan Ulang tahun kemerdekaan.

image

"Mohon bapak ibu sekalian agar menyusun barisan, upacara akan kita mulai" terdengar panitia memanggil dari arah depan tepatnya di samping pintu masuk ke dalam gedung.
Disana juga terlihat keyboard yang akan mengiringi kelompok paduan suara.

Di bagian depan ini membelakangi matahari nantinya akan di isi barisan para Dekan, Kepala Biro dan Senat Universitas, menghadap matahari dan samping sebelah selatan di isi barisan pegawai.
"Mohon perhatian bapak ibu agar segera memasuki lapangan upacara" Panitia memanggil untuk kedua kalinya karena memang panggilan pertama kurang di indahkan seperti tak terdengar.

Petugas upacara memang kewalahan mengatur pegawai negeri sipil (PNS) kadang suka cuek dan seenaknya. Tidak hanya di kampus, kondisi seperti ini juga terjadi di lapangan upacara pusat Kota atau Kabupaten, yang gampang di atur itu pelajar, TNI dan Polri sementara yang pakai baju korpri (Korp Pegawai Republik Indonesia) paling susah, mahasiswa juga sama. Kadang sedang upacara yang bagian belakang duduk jongkok, berlindung di bawah pohon luar barisan upacara bahkan ada yang merokok.

image

Padahal upacara bendera khususnya 17 Agustus adalah ritual sakral negara karena pada hari itu Indonesia memproklamasikan diri sebagai bangsa merdeka, dan berdaulat atas dirinya sendiri.
Sehingga upacara seharusnya juga menjadi momen bagi generasi sekarang sebagai penikmat kemerdekaan untuk mengenang untuk mengenang dan berterima kasih pada jasa para pahlawan yang telah berkorban jiwa raga dan harta bendanya demi meraih kemerdekaan itu sehingga kita bisa merasakan nikmatnya internet dan makanan siap saji.

Mungkin ini konsekwensi dari kemajuan zaman, rasa syukur dan terima kasih sudah mulai pudar sehingga banyak yang mulai lupa bahwa generasi sekarang ini hidup di atas kubangan darah pejuang.

Teringat sekitar 25 atau 30 tahun lalu, ketika itu saya masih di SD atau SMP, di tunjuk sebagai petugas upacara betapa bangga rasanya, mewakili sekolah untuk upacara 17 Agustus di tingkat Kabupaten/Kota rasa senangnya luar biasa.

Masih terekam dalam ingatan dimasa itu, ibu-ibu di kampung saya selalu mempersiapkan diri satu hari sebelum upacara bendera 17 Agustus, mereka saling berkoordinasi besok jam berapa ke lapangan menyaksikan pengibaran bendera merah putih? Di zaman itu di kenal istilah "SINGOH TAJAK BAK AGOH" secara sederhana dalam bahasa Indonesia bisa diterjemahkan dengan "Pergi ke Tujuh Belasan".

Ketika masih sekolah di SMPN 2 Lhokseumawe sekitar 90-an penghormatan terhadap Bendera merah putih dan pahlawan masih terasa, saya mewakili sekolah sebagai peserta upacara 17 Agustus di Lapangan Hiraq Lhokseumawe, saat bendera dikibarkan semua peserta upacara termasuk PNS berdiri tegap penuh hikmat.

Saat memandang warna merah bendera seakan mereka bisa merasakan merahnya darah pejuang yang mengalir membasahi bumi dan mereka paham betul warna putih sebagai simbol kesucian dan keikhlasan pengorbanan pejuang demi kemerdekaan anak cucu mereka nanti, karena itulah warna bendera Indonesia Merah Putih.

Melihat perilaku peserta upacara 17 Agustus sekarang ini, rasanya darah pejuang yang mengalir itu mulai dilupakan, dan keikhlasan pun sudah mulai di pertanyakan. Ada kesan terpaksa mengikuti upacara bendera, mereka hadir dengan berbagai alasan, karena takut atasan atau mendapat sanksi dari instansi tempat bekerja. Padahal yang dituntut hanya sedikit ketulusan, tapi tampaknya harga ketulusan itu semakin mahal.

Jika 45 menit mengikuti upacara saja terasa berat bagaimana dengan pelayanan terhadap masyarakat?
Apakah sebutan "ABDI NEGARA" untuk para PNS dan karyawan pemerintah masih pantas di Sandang?

Biarlah Nurani yang menjawabnya...

Salam Steemit Indonesia
@zulsyarif