Zikir dan Magisme Semesta

Apa yang saya ceritakan ini mungkin tidak masuk dalam pengetahuan yang bisa diverifikasi atau difalsifikasi secara rasional-objektif – kalau memakai pendekatan Popperian. Namun kisah ini penting saya bagikan, karena tidak semua pengetahuan adalah urusan ilmiah. Meskipun jika saya memiliki pengetahuan fisika yang memadai hal ini mungkin bisa dijelaskan.

IMG_20170924_060122.jpg

Saya ingin menyatakan tentang zikir. Ya, ucapan kebaikan (kalimah at-tayyibah) atau wirid yang kita lantunkan, biasanya setelah selesai melaksanakan salat. Saya sendiri menyukai melakukan tradisi zikir ini setelah Salat Subuh. Tempat yang sangat syahdu bagi saya menyambut pagi di Lhokseumawe adalah Mesjid Panggoi. Imamnya memang memiliki suara yang bagus dan orangnya sangat rendah hati. Waktu yang sering saya lakukan pada hari minggu atau jumat. Setelah itu biasanya saya berolahraga atau menulis.

Pengalaman minggu (24/9) ini menarik saya sampaikan. Malam minggu saya lalui dengan menikmati menggowes Mobil VW di jalan Kota Lhokseumawe bersama keluarga. Sekelebat saya sempat melihat ada pemutaran Film Pemberontakan G30S/PKI di Lapangan Hiraq Lhokseumawe. Ramai juga yang menonton film yang diproduksi pada 1984 dengan sutradara Arifin C. Noor.

IMG_20170923_210012.jpg

Sepulang dari tamasya malam, saya tak sanggup lagi menunggu pertandingan Leicester City vs Liverpool yang berlangsung pukul 23.30 wib. Pagi hari saya tahu, Mohamed Salah dan kawan-kawan menang susah payah melawan juara Liga Inggris dua tahun lalu itu 3 : 2. Alhamdullilah. Karena tidur agak cepat itulah memungkinkan saya bagun lebih pagi dan bisa menuju mesjid.

Saat melakukan zikir, saya merasakan ada energi yang menjadi obat terbaik bagi tubuh dan menjaga metabolisme tetap optimal. Setelah zikir saya merasakan energi saya berlipat ganda. Jika harus gelut setelah itu bisa jadi saya akan keluar sebagai pemenangnya. Kepalan tinju dengan kekuatan doa yang solid akan mengalahkan semua musuh.

Lantunan irama secara berjamaah (dua hal penting : musikalitas zikir dan koor doa yang dilakukan secara harmoni) menjadi pembentuk kekuatan komunal dan sosial. Melalui perasaan larut masing-masing, para jemaah bisa menggunakan kekuatan zikir ini untuk menyembuhkan penyakitnya sendiri. Paling utama tentu penyakit batin, karena dari situ penyakit lain datang.

IMG-20170202-WA0067.jpg

Kalau dalam tradisi pesantren ada sebutan suluk. Hampir sama. Tapi tulisan pendek ini saya tak akan mengarakteristik apa perbedaan keduanya. Di dalam tradisi suluk, ribuan kata Allah yang dibentuk dalam rangkaian frasa seperti subhanallah, alhamdulillah, allahuakbar, la ilaha illa Allah, dll dibacakan pada air bersih yang dibawakan oleh jemaah. Air suluk itu menjadi obat yang menyembuhkan segala penyakit. Ia menjadi “air suci” yang dijaga untuk mengompres anak-anak ketika demam atau suplemen untuk orang darah tinggi dan stroke.

Tentang hal ini tentu saja sudah ada penjelasan ilmiahnya. Riset itu dilalukan Dr. Masuro Emoto dari Yokohama University, Jepang. Ia melakukan penelitian tentang air yang dibacakan doa dan diucapkan kata-kata baik. Ternyata air-air itu membuhul, membentuk kristal yang sangat indah. Semakin dalam doanya dan semakin bagus irama diperdengarkan, maka rangkaian kristal itu semakin berkecambah. Namun jika air itu dikata-katai secara buruk, maka kristal itu pun hancur dan menghilang.

Tradisi doa pada air sebenarnya dilakukan banyak masyarakat terutama yang hidup dalam budaya maritim. Masyarakat di Samoa biasa mendoakan dan mengucapkan kata-kata penuh pujian ketika menyiram pohon. Kita tahu buah-buahan seperti kelapa dari Samoa adalah yang terbaik di dunia.

Model zikir jika dilihat telah ada di hampir semua tradisi agama. Dalam agama Hindu Bali disebut Sembahyang Ngembak Geni. Saya pernah melihat komunitas Hindu melakukannya ketika fajar menyingsing di Asrham Gandhi, Candidasa, Bali. Kebetulan saya pernah menginap di asram yang didirikan Ibu Gedong Bagoes Oka, pejuang keberagaman dan kemanusiaan. Saya melihat mereka larut dalam keheningan doa. Tak ada yang lebih penting memulai hari kecuali dengan doa yang mendalam. Mereka tak memedulikan gemeretak langkah saya yang bersiap jogging. Karena yang ada hanya diri sendiri dan Sang Ilahi.

Tentu semangat zikir yang saya katakan ini jangan dibenturkan dalam tradisi ormas tertentu yang memang pro wirid. Yang ingin saya katakan, coba lakukan saja. Dalam keheningan hati di situlah agama akhirnya bisa dimaknai. Karena pada dasarnya agama bukan untuk diobjektifasi atau dipolitisasi – misalnya untuk buat demonstrasi politik tujuh juta massa atau teriak-teriak memaki pihak lain. Agama seperti asal katanya religio – ya memang untuk dilalui, dihayati, dialami.

IMG-20160924-WA0000.jpg

Tidak ada penghayatan yang paling otentik kecuali pengalaman pribadi. Jika pengalaman pribadi ini bertemu dengan pengalaman orang lain, maka ia bisa menjadi jamaah, mazhab, denominasi, sekte, firqah, kongregasi, daurah, dsb. Namun jika langkah itu dilewati dengan mantap dan bisa menentramkan orang lain secara meluas, maka ia menjadi jalan spiritualisme: jalan highway yang bisa dilalui siapa saja. Bukan hanya lintas publik, tapi juga angkasa, dan semesta.

Zikirlah, bukan hanya di saat galau, tapi juga di saat tenang. Berzikirlah di saat sehat, jangan hanya di saat sakit. Berzikirlah pada waktu lapang, bukan hanya pada saat kepepet.

Berzikirlah atau bermeditasilah bagi seluruh umat yang beriman. Niscaya kalian akan menemukan diri yang lebih pemaaf dan mengasihi sesama. Berdoalah yang baik, maka semesta akan menjagamu.

24 September 2017


Indonesia Steemit.jpg

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
34 Comments
Ecency