Introduce Subur Dani yang Terlewatkan, Salam!

Halo stemians.

Ini postingan kedua saya. Saya berharap kalian menyukainya. Postingan kedua ini, saya masih harus memperkenalkan diri. Itu penting, karena terlewatkan pada postingan pertama. Maaf!

Subu Dani.jpg

Baik. Perkenalkan, saya Subur Dani. Ada yang memanggil saya Subur, Dani, dan Syeikh. Sobur, nah, itu panggilan keluarga sejak kecil.

Sehari-hari, saya bekerja sebagai jurnalis di media tertua di Aceh, Harian Serambi Indonesia. Di sana, saya dipercaya untuk meliput hiruk-pikuk dunia perpolitikan Aceh. Tapi percayalah, saya salah seorang yang sepakat dengan Ambrose Bierce, wartawan dan penulis Amerika Serikat, yang menyebutkan, Politik: Sebuah perjuangan kepentingan yang berkedok pertarungan prinsip. Tindakan kepentingan umum untuk kepentingan diri.

Untitled-1.jpg

Jika kalian dapati kode 'dan' di ujung berita Serambi Indonesia yang kalian baca, itu tulisan saya. Terkadang, kalian juga bisa melihat foto-foto hasil jepretan saya, di bawah foto biasa tertulis nama jelas, Subur Dani.

Saya menempa ilmu jurnalistik sejak 2010 di Muharram Journalism College (MJC). Sebelum bergabung Serambi Indonesia, juga sempat mengasah ilmu jurnalistik yang di beberapa media daring, antara tahun 2011-2013.

Menulis dan memotret adalah dua rutinas yang selama ini terus saya geluti. Tentu, saya tidak ahli di kedua bidang ini, masih terus mengasah diri.

IMG_20160413_182031-01-1.jpg

Saya bersama tiga saudara lainnya dilahirkan di Desa Paya Guci, Tangse, Pidie, Aceh. Saya anak paling bontot. Karena pekerjaan orang tua, masa kecil kami habiskan di Bambi, Kecamatan Peukan Baro, Pidie, Aceh. Di sana kami menetap, bukan di tanah kelahiran.

Saya kuliah hingga ke jenjang pascasarjana di kampus Uiversitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Banda Aceh. Tapi, itu hanya formalitas pendidikan semata. Percayalah, ilmu yang saya miliki tak sepadan dengan selembar ijazah yang telah saya dapatkan. Sering kali, saya risih dan malu menyebut tiga huruf (gelar) di ujung nama.

IMG-20170816-WA0013.jpg

Tapi, di waktu senggang, saya juga menjadi pengajar lepas di kampus, dan tidak terikat. Kesempatan ini saya manfaatkan untuk berbagi dengan mahasiswa, kami belajar bersama di dalam ruangan.

Selain sebagai jurnalis, banyak orang menganggapku pelaku seni. Itu karena, jauh sebelum menjadi jurnalis, saya memang bergelut dalam dunia kesenian Aceh.

Memulai karier kesenian di kampus, dipercayakan pada posisi syeikh, orang yang melantunkan syair untuk tarian tradisi, seperti seudati, rapai- geleng, dan juga tarian-tarian kreasi.

1.jpg

Sanggar Seni Seulaweuet namanya. Di sana saya belajar banyak tentang kesenian Aceh. Bersama Seulaweuet, kami juga sudah terbang ke beberapa negara, memperkenalkan Aceh melalui seni budaya.

Orang-orang juga mengira saya sebagai penyanyi dan penulis syair, hikayat, atau lagu-lagu benuansa Aceh. Anggap saja itu memang benar dan nyata adanya. Mungkin, karena saya pernah mendirikan TANGKE BAND, grup musik etnik Aceh modern yang pernah menelurkan satu album berjudul Meuleuha, medio 2014-2015. Kebetulan, saya menjadi vocalisnya.

Untitled-2.jpg

Pada kesempatan tertentu, kami juga tampil dari panggung ke panggung di Banda Aceh dan di beberapa kabupaten/kota lainnya. Kebanyakan lagu-lagu yang telah diproduksi TANGKE adalah karya cipta saya dan rekan-rekan.

Jika kalian ingin melihat saya bernyanyi dan mendengar lagu-lagu kami, sila telusuri di Youtube dengan keyword TANGKE BAND. Sepuluh lagu dalam album pertama TANGKE akan muncul, plus beberapa video live performance TANGKE. Percayalah, kami bukan band termasyhur di Aceh, tapi kami yakin, karya kami tidak memalukan, karena kami tidak MENCIPLAK lagu orang.

Nah, itulah perkenalan singkat, inilah saya, seorang yang masih fakir ilmu, bukan siapa-siapa. Semoga, ruang ini dapat saya manfaatkan untuk mencurahkan sesuatu. Begitu pun, saya mengharap masukan dari semua sahabat.

Saleum
Subur Dani

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
54 Comments
Ecency