This content was deleted by the author. You can see it from Blockchain History logs.

Gemerlap Yang Menyilaukan

Ada apa dengan kota metropolitan sehingga kita sepakati kalau kota metropolitan merupakan kota yang maju. Kota maju dinilai dari seberapa lengkap fasilitas umum, kuantitas tingkat perputaran ekonomi, jumlah populasi mall, Jumlah tempat hiburan dan tingkat aktifitas bisnis serta kesediaan barang-barang penunjang duniawi yang ditawarkan. Pertanyaannya apakah yang anda maksud kota maju itu hanya maju dalam hal materialisme? atau bagaimana? Hal ini perlu lagi direnungkan kembali.

Manusia merupakan makhluk yang memiliki alur pikiran yang kompleks. Mereka mempunyai wadah yang fleksibel dalam menampung kebahagiaan. Ada yang repot-repot bekerja mati-matian untuk mendapatkan kebahagiaan. Disisi lain ada juga yang bekerja dengan tanpa terbebani untuk mencapai kebahagiaannya. Apa yang menjadi pengendali atau pengatur volume besar atau kecilnya wadah kebahagiaan tersebut?, faktor paling rendah klasifikasinya yaitu keinginan dan faktor yang paling luhur yaitu kebutuhan.

Disini kita dapat membedakan bagaimana tekad para pejuang dan bapak negara kita dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia dengan mengorbankan jiwa dan raga mereka tanpa pamrih. Apa yang menyebabkan dorongan ini muncul di setiap jiwa-jiwa para pejuang dan negarawan. Jawabannya tidak lain dikarenakan untuk mencapai kebahagiaan berdasarkan kebutuhan. Yaitu kebutuhan untuk untuk hidup bebas dari penindasan di tanah ibu pertiwi

Metode bagaimana merubah keinginan menjadi kebahagiaan tercapai dilakukan dengan proses menggunakan daya dan energi, serta tekad perjuangannya sering luput sehingga boros energi. Sayangnya dari semua pengorbana tersebut outcome yang didapatkan biasanya hanya lah sementara dirasa manfaatnya. Keinginan, berdampak sementara ke diri kita, sedangkan kebutuhan, memberikan dampak yang permanen bagi kita. Keinginan akan terus bermunculan ketika kebutuhan kita terpenuhi. contohnya ketika kita telah memiliki pakaian untuk menutupi aurat kita, mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan memiliki tempat bernaung. Segala kebutuhan pokok tersebut akan terasa kurang, akibat tergoda oleh hal-hal dari eksternal karena sering terpana dengan tipu daya duniawi. Padahal sesungguhnya yang terjadi hanyalah menggali lobang dan menutup lobang. Seberapa hasil pendapatan daerah metropolitan? seberapa besar pula pengeluaran untuk terus menjaga kestabilan kota metropolitan tersebut dan bagaimana valuasi terhadap dampak sosial, lingkungan dan keamanan yang muncul. Apakah sebanding ?

Manusia saat ini mudah sekali terpengaruh prinsipnya hanya dengan menyaksikan orientasi pola hidup lingkungan sekitarnya. Manusia tanpa pikir panjang akan melakukan replikasi-replikasi dengan memodifikasi standar default hardware dan software-software yang ada pada dirinya. Asalkan bisa masuk dalam gelombang prinsip-prinsip yang populer di komunal. Banyak hardware dan software yang dimodifikasi rusak tidak dapat berfungsi, karena tidak compatible ke dirinya dan ini jarang sekali kita menyadarinya, malah merasakan sebaliknya. Atau malah karena yang populer itu nilainya jauh dari kebutuhan manusia itu sendiri. Hal ini akan mentup akal kita sehingga bingung ketika menilai siapa diri kita. Ketika bingung dan tidak tahu siapa dia maka kebahagiaan yang dicapai akan didominasi dengan dasar keinginan belaka.

Mereka belajar dengan tekun, bekerja keras dengan tingkat kesalahan kerja yang kecil dan mendapatkan bayaran besar. Namun semua proses itu dibayar oleh pemenuhan nafsu makan, untuk menumpuk harta dan kekayaan, untuk terlihat seperti orang berduit, gembira gempita membahas lautan tak terbatas duniawi dan merasa kuno ketika menemui hal-hal tentang melepaskan atribut dan yel-yel duniawi

Mereka bangun kota yang maju namun kerepotan ketika menghidupi kota tersebut. Menghabiskan anggaran melebihi pendapatan, terjerat kedalam sistem penghisap darah, mengorbankan satu demi satu sisi kemanusiaan. Seperti ular memakan buntutnya sendiri

Fenomena ini terjadi karena mata hati mereka silau ketika Gusti Allah memperlihatkan kenikmatan-kenikmatan dunia disekitarnya. Seperti orang yang biasa hidup digelap malam, tiba-tiba ditempatkan dibawah sinar terik matahari. Mata hati mereka terkena flash bang hingga cacat tidak lagi dapat melihat bahkan tidak dapat meraba-meraba instruksi akal. Mereka berlomba-lomba merumitkan hidup. Memiliki penghasilan yang besar namun terseret kedalam pusaran materialisme, yang mana nilai kuantitasnya digelembungkan dengan alih-alih jaminan kualitas, akhirnya pemborosan mendarah daging di raga mereka. Kaya raya namun dipelihara oleh hutang. Kebahagiaan yang tergantung materil, capaian pola pikir yang tak memiliki sayap untuk terbang untuk mencapai pengetahuan langit. Mereka tersesat di daratan, bingung membedakan arah, mana ke kanan mana ke kiri. Terbentur berkali-kali terhadang tembok egoisme dan keangkuhan. Mereka berjalan seperti kuda bendi/andonf yang matanya hanya dapat melihat satu arah yaitu kedepan. Memandang kedepan tanpa menyaksikan fenomena yang ada disekelilingnya, kiri, kanan, belakang, atas dan bawah. Berjalan dikendalikan nafsu dan dipecut dengan angan keinginan dunia. Langkah mereka ketika disapa Sang Pencipta dengan sigap nafsu mengendalikan mereka untuk menjauh. Ketika nafsu istirahat mengendalikan mereka disapa lagi oleh Sang Pencipta namun sayang kaki mereka tertanam di daratan ragu untuk berontak karena telah taat kepada nafsu, hingga tidak dapat berjalan mendekati pelukan Sang Pencipta.

Hal ini diakibatkan ketika kenikmatan dunia dirasakan, kagum yg berlebihan sehingga kita tidak ingin melepaskannya. Mari kita puasai diri kita dari hal-hal kenikmatan duniawi, baik itu kemudahan-kemudahan yang ditawarkan dunia, jangan mudah tertipu dari kecanggihan dan kemutakhiran duniawi. Gedung pencakar langit sebelum kita kagum mari kita tanya ke diri kita sendiri untuk apa dibangun gedung semegah itu, apakah membawa manfaat atau malah menambah masalah. Mari kita sama-sama kritis dalam menilai. Jangan hanya estetika saja, kritis lah dengan fungsi dan apa saja yang dikorbankan dari kecanggihan dan kemutakhiran duniawi yang ditawarkan saat ini. Untuk apa ada bandara, untuk apa ada pariwisata, untuk apa ada karoake, untuk apa ada pub, diskotik, mall. Untuk apa ada internet sehingga menguras segala sumber mineral di bumi pertiwi dan bagian bumi lainnya. Apakah semua itu benar-benar hal yang kita butuhkan? Apa benar hal tersebut dapat memenuhi ketenangan batin kita. Apa pantas semua kerja keras dan perjuangan hidup yang telah dilakukan hanya kita hilirkan ke gebyarnya dunia. Bukannya mengajak anda untuk pragmatis dengan kemajuan peradaban. Namun mengajak untuk dapat kritis setiap produk-produk yang ditawarkan peradaban saat ini.