Selamat Jalan Ibu, Do'a Kami Bersamamu

image

Sumber

Innalillahi wainnailaihi rajiun... Setelah berjuang melawan penyakit yang menyerang tubuhnya dalam waktu yang tak sebentar, akhirnya pada hari jumat jelang subuh ibu saya, Nazirah binti Usman pergi menghadap Rabb.. Dia pergi untuk selamanya menemukan keabadian dan sebuah kepastian.

Siapapun pasti akan terguncang ketika sebuah rumah ditinggal seorang ibu. Perempuan paling berpengaruh dan sangat berperan dalam mendamaikan sebuah rumah. Tak ada ibu berarti cerita sebuah keluarga telah pincang. Tak ada tawa. Tak ada teduh yang benar-benar memeluk semua anggota keluarga. Ibu tak bisa digambarkan. Berkali saya coba dan lantas selalu berujung kegagalan.

Saya tak pernah memaki takdir karena ibu telah duluan pergi menghadap Rabb.. Saya tidak akan melakukannya. Karena pada suatu har bakda magrib, ibu berpesan, bahwa, di dunia ini hanya ada satu kepastian yan tk bisa tidak pasti akan menemukan setiap manusia. Kepastian itu bernama kematian. Tersebab itulah ibu selalu tegas menyuruh kami untuk selalu menyiapkan bekal menghadapi kepastian itu.


image

Sumber

Menghadapi kepastian yang ibu maksud tentu berat dan misteri. Belum ada sejarah bahwa kematian siap dihadapi oleh manusia. Tak ada yang siap dengan kematian. Saya meyakini bahwa kematian adalah duka yang datang mendadak. Ia selalu datang dengan kejut-kejut lantas diiringi tangis duka. Kalaulah kematian bisa ditawar, maka saya memilih duluan mati dari semua anggota keluarga.

Ibu menemui kepastiannya setelah melawan penyakit komplikasi. Namun dari itu semua angiografi adalah serumit-rumit penyakit yang ia alami. Tentu saja Allah bisa mengambilnya dengan penyakit atau cara lain. Tapi karena kepastian itu sudah tertulis bahkan jauh sebelum ibu lahir, maka Allah memanggil ibu dengan penyakit itu. Ibu sudah pulang dan menemukan kepastiannya.

Dalam keadaan seperti saat ini, rumah dan keluarga tentu goyah dan penuh sesak duka. Berkali-kali saya menguatkan istri dan juga anak saya untuk tetap tangguh dan kuat menghadapi cobaan ini. Saya selalu bilang pada mereka bahwa ibu sudah tenang. Ia sudah menunaikan janjinya dan barangkali sekarang ia sudah di surga. Ia sudah tenang dan sudah menemukan apa yang dijanjikan untuknya.


image

Sumber

Saya memang terlihat kuat dihadapan istri dan anak saya. Sebisa mungkin saya mengubur kesedihan iti dalam-dalam di balik topeng kepura-puraan itu. Bukan tanpa sebab, karena kepergian ibu memang berat. Setiap anak pasti akan hilang dan terpukul atas kepergian ibu untuk selamanya. Setelah kepergiannya selalu muncul kenangan yang menyeret luka dan air mata.

Kepergian ibu juga menyisakan ruang kosong di keluarga kami. Dulu, ibu adalah komando di ruang tamu dan juga di meja makan. Kami selalu diajarkan makan bersama di atas meja segi empat yang bisa menampung 6 orang. Bagi ibu, makan harus bersama dan itu tak bisa ditawar. Karena ketika momen itulah kami merasa akrab. Merasa kaya dan lengkap.

Biasanya ibu duduk di sebelah adik terkecil. Ia yang mebaruh nasi dan juga menuangkan minuman ke cerek warn emas. Sambal adalah menu favorit kami. Ibu juga menyukainya. Beberapa kali saya dan adik nomor dua berbagi lauk. Tapi di lain hari kami juga kerap berebut kerupuk. Momen seperti itu selalu bikin ibu geli menahan tawa.

Mulai jumat lalu tak ada lagi ibu di dapur. Tak ada lagi ibu yang selalu menonton ceramah d TV One saat siang datang. Semua setelah ibu pergi adalah kosong. Ibu pergi meninggalkan ruang kosong lagi sesak untuk kami. Ibu telah tenang di sana. Saya percaya hal itu. Dan yang bisa kami lakukan adalah mengirimi segala doa baik untuknya dan menjalankan semua nasehatnya.

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now