Bagaimana Kalau Kita Berpura-Pura Hingga Terbiasa

Bagaimana kalau kita berpura-pura hingga terbiasa?

Lama sudah tidak ada postingan, lama juga sudah tidak ada berhubungan, baik badan maupun genggaman tangan. Tapi tetap memberi vote pada postingan kawan-kawan dan tetap mengontrol aktifitas di dunia persteemitan agar tidak ketinggalan.


Soal vote 0.00$ itu bukan urusan, yang penting ada datang di setiap postingan. Biar apa? Biar gak di anggap yang bukan-bukan. Sebab ada sebagian kawan yang sudah lama tidak lagi berteman hanya karena tak sanggup merasakan sakitnya hati bila tidak di vote sama kawan. Pertemanan menjadi korban, steemit menjadi Biang.


images (7).jpeg Sumber

Berpura-pura atau menipu??


Aku rasa ini bisa menjadi solusi terakhir, bila apa yang di posting @bookrak "redamkan geuntot masing-masing yang kalian punya. Bicara baik-baik. Bicaralah atas dasar kepentingan semua pihak, bukan untuk kepentingan kelompok. Akui dari bee khieng -an geuntot masing-masing. Lepas itu, kenapa tidak digagas program-program nyata yang bisa bermanfaat bagi siapa pun di luar steemit, di kehidupan nyata".

Atau apa yang @kitablempap bilang "Saya juga berfikir bahwa terlalu dekatnya Kurator dengan Steemian itu justru akan menciptakan preseden buruk bagi semuanya. Ya, itu jelas akan berdanpak pada kualitas postingan dan rasa persaudaraan yang ingin dibangun. Apalagi jika para Kurator juga berada dalam salah satu komunitas yang struktural, baik tersentralisasi ataupun terdesentralisasi, pasti suatu saat akan menjadi masalah serius, yang sulit kita selesaikan. Seperti halnya kasus dia suka kamu dan kamu suka aku, sedangkan aku suka-suka".

Dan @ntahsiapa2aja, tidak bisa juga merendamkan kekacauan di dalam dunia persteemitan indonesia yang sudah mendunia.

Menurutku, "Mulailah Berpura-pura atau Menipu", itulah solusi akhirnya.

Aku pernah dengar dari psikolog pribadiku bilang begini "kalau kau tidak bisa melakukannya, maka berpura-pura saja hingga kau bisa melakukannya". Itu dia bilang ketika aku masih di bangku perkuliahan. Aku gak paham itu, hingga aku mengerti setelah masalah-masalah lucu melanda, tanpa sengaja mulai mempraktekkannya.


20180320_181902.jpg

Ketika suatu kali aku pernah merasa gugup saat akan melakukan presentasi untuk pertama kalinya. Aku mulai memakai jurus berpura-pura percaya diri. Begitu seterusnya hingga aku lupa kalau sedang berpura-pura.

Ketika aku membenci seorang kawan sebab bermacam hal, aku juga sering berpura-pura. Bahkan aku sering lupa kalau sedang berpura-pura saat gurauannya membuat tawa. Hingga akhirnya kami mengembangkan hubungan pertemanan yang pada awalnya tidak kami inginkan. Yang paling penting, barang kali dia tidak lagi menjadi penghalang. Sekarang ia akomodatif, perhatian, suportif serta kooperatif.

Hal yang sama juga kurasa akan berlaku pada dunia persteemitan. Berpura-pura saja bila jalur duduk bareng tidak akan bisa diwujudkan.
Pada awalnya memang sedikit agak berat untuk menahan ego dan segala macam antek-antek nafsu. Berusahalah dengan gigih, berusahalah lebih keras lagi. Dan, mungkin nanti sangat akan terkejut ketika mendapati bahwa, seiring berlalunya hari dan pekan, kita tidak lagi perlu berpura-pura.

Berpura-pura saja untuk membina hubungan dengan lawan yang merasa tidak aman. Bukan karena ini hal yang 'adil' atau 'benar' untuk dilakukan. Tapi karena hal ini efektif untuk menghalau sebagian penghalang dalam jalur kesuksesan. Haha

Salam Manis
@only.home

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
9 Comments
Ecency